- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews - Dalam pidato kenegaraan pertamanya, Presiden Joko Widodo menyinggung komitmen pemerintahannya ke depan untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim.
Menanggapi hal itu, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zukarnain menilai komitmen yang diusung Jokowi perlu memperhatikan penelitian yang ada di perairan terlebih dahulu.
"Komitmen itu tidak bisa lahir kalau penelitian tidak penting dan dianggap tak berkontribusi dalam pembangunan bangsa, yang hanya melihat dari sisi ekonomi saja," ujar Iskandar kepada VIVAnews di kantornya di Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2014.
Untuk mewujudkan poros maritim, imbuhnya, pemerintah perlu lebih memperhatikan penelitian di laut. Iskandar mengatakan porsi perhatian pemerintah mengenai kelautan seharusnya sudah ada sejak dulu. Sementara dana penelitian lautan saat ini sangat terbatas. Otomatis, peneliti di lautan kurang mendapat perhatian.
"Dana kelautan kita terbatas. Biaya operasional per harinya saja menggunakan kapal riset itu hampir Rp150 juta. Kalau dari Jakarta sampai Manado itu butuh waktu 5 hari di jalan. Bisa dibayangkan mahalnya," ucapnya.
Kapal riset
Iskandar mengungkapkan memang Indonesia mempunyai kapal riset, namun jumlahnya tak sebanding dengan luasnya lautan.
"BPPT punya Baruna Jaya 1,2,3, LIPI punya Baruna Jaya 7,8, (Kementerian) ESDM ada Geomarin 2 buah, Kementerian Kelautan dan Perikanan ada beberapa, saya kurang tahu pasti. Tapi, mereka kan bukan pure kapal riset, punya tugas dan fungsi masing-masing," jelasnya.
Maka dari itu, Iskandar mengatakan setidaknya Indonesia harus punya tiga hingga empat kapal riset per wilayahnya, seperti di Indonesia Barat, Indonesia Tengah, dan Indonesia Timur. Hal itu mengingat karaktersitik kelautan yang berbeda-beda.
Selain kurangnya perhatiannya dari pemerintah, tantangan lain penelitian di lautan dibutuhkan kerja lebih dibandingkan penelitian di daratan.
"Penelitian di darat itu lebih mudah daripada di laut. Kita berhadapan bukan hanya persoalan dengan perilaku alam, kondisi tak berdaya seperti badai," ungkapnya.
Sehingga, Iskandar menerangkan, komitmen pemerintah dalam mendukung dunia penelitian kelautan seharusnya dijadikan dasar untuk kebijakan ke depan.
"Kalau kebijakan berbasis penelitian itu lebih realistis, karena ada pijakan empiris," ucapnya. (ita)