Hutan Bakau RI Bisa Perlambat Bencana Dunia

Lahan tambak baru
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Saptono

VIVA.co.id - Konservasi hutan bakau di Indonesia menurut peneliti sangat vital bagi strategi mitigasi perubahan iklim global yang berpotensi menjadi bencana bagi dunia. Sebab, kapasitas hutan bakau di Indonesia merupakan penyimpanan karbon terbesar di dunia.

Hal itu merupakan hasil penelitian terbaru yang dipublikasikan di Nature Climate Change.

Dikutip dari Scidev, Rabu 5 Agustus 2015, diketahui cadangan bakau Indonesia menyimpan 3,14 miliar ton karbon. Penyimpanan ini merupakan yang tertinggi di dunia. Peneliti mengatakan Indonesia merupakan rumah dari seperempat hutan bakau di dunia yang mana memiliki luas 2,9 juta hektare.

Dibandingkan dengan habitat lain, hutan bakau dikenal memiliki kemampuan menyimpan karbon tiga sampai empat kali lipat dibanding hutan tradisional.

Belasan Basis Militer AS Bisa Lenyap Akibat Perubahan Iklim

Sayangnya, kata peneliti, tingkat penebangan hutan bakau di Indonesia tergolong tinggi. Peneliti senior the Center for International Forestry Research (CIFOR), Daniel Murdiyarso, mengatakan, penebangan hutan bakau di Indonesia mencapai 52 ribu hektare per tahun.

Penebangan ini sebagain besar karena konversi lahan menjadi tambak udang. Dengan demikian, dalam tiga tahun terakhir, Indonesia telah kehilangan 40 persen habitat bakau.

Murdiyarso bersama timnya mengukur cadangan karbon dari 39 situs hutan bakau di Indonesia. Dari perhitungan tim peneliti tersebut, mereka menemukan penebangan hutan bakau di Indonesia berkontribusi pada 42 persen emisi karbon dunia.

Bencana Perubahan Iklim Akan Berlangsung 10 Ribu Tahun

Sebaliknya, studi menuliskan jika penghentian penebangan hutan bakau akan berkontribusi mengurangi emisi karbon Indonesia hingga 10-35 persen.

"Mengingat pentingnya bakau global sebagai cadangan besar karbon, mencegah hilangnya hutan bakau akan menjadi strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang efektif. In harus menjadi komponen prioritas tinggi," kata Murdiyarso.

Sementara itu, peneliti lain, Daniel Friess, kepala Mangrove Lab National University of Singapore, menegaskan, studi hutan bakau tersebut sangat kredibel, sebab menggunakan metode kuat dan diuji oleh CIFOR pada 2012. Metode yang dikembangkan itu juga telah digunakan di Singapura, Mikronesia, dan Republik Dominika.

Friess mengakui konservasi hutan bakau memang sulit, sebab banyak lahan sengketa yang digunakan di wilayah pesisir. Namun, menurut dia, ada banyak cara yang bisa dilakukan guna menghemat hutan bakau.

"Tapi, hal utama termasuk kebijakan konservasi kuat yang ditegakkan dan melibatkan masyarakat lokal yang tinggal dekat dan mengolah hutan bakau," kata dia. (art)

Para pengunjuk rasa membawa spanduk dalam demonstrasi perubahan iklim

Atasi Krisis Energi Harus dengan Kerja Lintas Sektoral

Ego sektoral masih menjadi problem bagi pemerintah daerah

img_title
VIVA.co.id
3 Agustus 2016