2030, Semua Produk RI Harus Berbasis Energi Terbarukan

Ketua Dewan Riset Nasional, Bambang Setiadi
Sumber :
  • Viva.co.id/Mitra Angelia

VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo telah menargetkan pengurangan emisi sebesar 29 persen untuk menangkal luasnya dampak perubahan iklim. Berbagai instansi pun bekerja keras untuk mewujudkannya, termasuk Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Mewujudkan itu, kementerian dan badan terkait semakin gencar melakukan riset untuk mewujudkan Indonesia 100 persen menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT).
 
“Kami (riset) semakin mengarah pada renewable energi, seperti diamanatkan juga oleh menristekdikti,” ucap Ketua Dewan Riset Nasional (DRN), Bambang Setiadi, di Gedung Dikti, Jakarta Pusat, Jumat, 11 Desember 2015.

Bambang menegaskan, rencananya pada 2030, Indonesia harus sudah menggunakan segala bentuk produk EBT. Salah satu produk yang harus berbasis EBT adalah seperti alat kesehatan yang mesti ramah lingkungan.

Enam Bulan, Realisasi Investasi Energi Mencapai US$876 Juta

Jika tidak ramah lingkungan, kata dia, produk tersebut tidak akan lolos di pasaran.
 
“Tahu nggak tantangan besarnya (EBT)? Tahun 2030, semua produk, terutama yang kesehatan, itu harus membuktikan bahwa energinya itu renewable. Jadi, kalau Anda tidak menggunakan itu, mungkin tidak akan dijual di pasar. Itu tahun 2030, semua harus mengarah ke sana,” ujar Bambang.
 
Jajaki Solar Cell seperti Korea
 
Salah satu yang menjadi potensi energi terbarukan di Indonesia adalah panas Matahari. Kemenristedikti menyebut, Indonesia adalah negara di dunia dengan potensi energi panas terbesar. Namun, memang dalam pemanfaatannya belum dijajaki secara maksimal.
 
Potensi panas di Tanah Air, menurut data kementerian tersebut, adalah sebesar 29 GW, setara dengan 40 persen dari total jumlah potensi panas di seluruh dunia.
 
Kini, untuk memaksimalkan pengambilan energi panas bumi, Dewan Riset Nasional menyatakan berencana untuk mengadopsi teknologi yang dipakai oleh negeri K-pop dalam menangkap energi panas secara maksimal.
 
Bambang menjelaskan bahwa teknologi solar cell yang digunakan oleh Korea menggunakan bentuk mirip balon. Namun, untuk Indonesia, teknologi ini akan diterapkan menggunakan materi datar. Dengan bentuk itu, penyerapan panas diyakini bisa maksimal dari pagi hingga sore.

“Cara menangkapnya datar, kemudian alat ini menangkap energi panas. Korea menemukan ini kayak balon. Jadi, dia bisa menerima Matahari dari pagi sampai sore. Katanya untuk satu lapangan bola hanya butuh 12 (alat). Kami akan mengarah ke sana. Saya akan minta anggaran ke Dikti,” ujar Bambang. (art)

Ilustrasi sumur PGE.

Produksi Gas PHE Lampaui Target 2016, Ini Pendorongnya

Blok-blok migas yang dikelola masih bisa diandalkan.

img_title
VIVA.co.id
10 Agustus 2016