Gunung Agung dan Hilangnya Gerhana Bulan

Pemantauan intensif Gunung Agung di Pos Pemantauan Desa Rendang, Karangasem, Bali.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

VIVA.co.id –Aktivitas Gunung Agung makin meningkat dalam sepekan terakhir. Empat hari setelah pertama kali terjadi peningkatan aktivitas vulkanis, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi meningkatkan status gunung tertinggi di Bali itu menjadi Awas, per Jumat 22 September 2017. 

Ilmuwan Ini Berhasil Ciptakan Koper Bertenaga Al, Permudah Tunanetra Navigasi Lingkungan

Dalam catatan sejarah, peningkatan aktivitas vulkanik gunung dengan ketinggian 2.920-3.014 meter di atas permukaan laut itu merupakan yang pertama kalinya setelah meletus pada 1963. Kala itu dampak erupsi Gunung Agung dahsyat, dampaknya merusak dan korban meninggal mencapai 1.148 orang dan 296 orang luka. 

Kedahsyatan dampak letusan Gunung Agung 54 tahun lalu terasa mendunia. 

Begini Cara Realme Sukses Lawan Samsung, Apple dan Xiaomi

Dikutip dari situs Earth Observatory Badan Antariksa AS, Sabtu 23 September 2017, dampak letusan Gunung Agung pada 17 Maret 1963 cukup besar. Partikel dari letusan gunung tersebut mengangkasa ke atmosfer, berada di lapisan atas atmosfer dalam waktu lama dan menghilangkan penampakan Gerhana Bulan sembilan bulan usai erupsi. 

Kala Gerhana Bulan terjadi pada Desember 1963, mahasiswa University of Iowa Amerika Serikat, James Hansen dan kolega kampusnya berkumpul di sebuah pengamatan kecil di luar Iowa City, Amerika Serikat. Mereka sedianya ingin menikmati gerhana. Tapi Hansen dan kawannya tidak dapat melihat piringan bulan menggelap saat gerhana. Malah apesnya mereka tidak melihat gerhana.

Lima Trik Bikin Wi-Fi di Rumah Makin Ngebut

Awalnya Hansen bingung dengan kejadian itu, tapi belakangan dia menyadari hal itu dampak dari erupsi Gunung Agung di Bali. 

Ternyata, setelah Gunung Agung meletus, selama beberapa pekan partikel vulkanik dari Gunung Agung mengangkasa di sekitar atmosfer bagian atas. Letusan itu mengirimkan gas dan partikel vulkanik ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi, di atas awan tempat hujan terbentuk. Partikel terus berada di atmosfer dalam waktu lama.

"Secara normal Anda bisa melihat Bulan selama gerhana dari sinar matahari yang dibiaskan bayangan bumi," jelas Hansen. 

Tapi saat malam gerhana bulan tersebut, atmosfer dipenuhi dengan aerosol vulkanik dari Gunung Agung menghalangi penampakan gerhana. Partikel vulkanik itu membuat gerhana menjadi gelap dan menjadi tak tampak dalam pengamatan. 

Hansen kemudian penasaran dengan dampak lain dari partikel udara yang berada di atmosfer dampak letusan Gunung Agung. Sebab aerosol yang dilepaskan ke atmosfer melalui proses letusan gunung api bisa memantulkan dan menyerap sinar matahari yang masuk ke bumi. 

Dampak aerosol yang ada di atmosfer belakangan diketahui bisa memberikan dampak langsung dan tak langsung terhadap iklim. 

Kala itu Hansen menguji adanya aerosol, gas rumah kaca dan bagaimana bumi menyerap dan memancarkan energi. Hansen mencobanya melalui beberapa persamaan fisika. Hasilnya menunjukkan, aerosol berdampak mendinginkan bumi. 

Dari penghitungan tersebut, Hansen kemudian berkesimpulan, partikel aerosol dari letusan Gunung Agung yang berada di atmosfer dalam waktu beberapa tahun, berkontribusi mendinginkan permukaan bumi. 

Penampakan gerhana bulan sebagian di langit Kota Mekah.

Ilustrasi gerhana bulan

Namun dampak letusan Gunung Agung pada suhu global itu masih dalam bentuk teori, dari hasil persamaan matematika dan fisika. 

Kala itu sayangnya, tak ada data pembanding dari dunia nyata yang bisa membuktikan persamaan tersebut. Pada 1960-an, tak ada kumpulan data berskala global dari letusan gunung berapi, sehingga Hansen tak bisa membandingkan perkiraannya. 

Saat itu Murray Mitchell dari Badan Klimatologi dan Cuaca AS (NOAA) punya kumpulan data terlengkap, tapi data tersebut hanya mencakup belahan bumi utara. 

Belakangan dalam berbagai penelitian, terungkap selain menyebabkan terjadinya pendinginan global, aerosol juga mengubah sifat optis awan sehingga meningkatkan albedo awan dan berpotensi mengurangi jumlah curah hujan. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya