Serangan Ini Bisa Bikin Indonesia Rugi Sampai Rp481Triliun

Microsoft Hybrid Cloud
Sumber :
  • Dokumen Microsoft

VIVA – Serangan siber tidak hanya dirasakan pada Indonesia saja, negara luar pun turut merasakan bahayanya serangan siber. Selain kerugian dalam bentuk finansial, insiden siber ini juga mengurangi kemampuan berbagai organisasi di Indonesia dalam memanfaatkan peluang di era digital.

Angkatan Udara Kebobolan, Percakapan 4 Perwira Tinggi Berhasil Disadap di Singapura

Studi Frost & Sullivan yang dipelopori oleh Microsoft mengungkapkan, potensi kerugian ekonomi di Indonesia bisa mencapai nilai US$34,2 miliar atau Rp481,6 triliun dampak dari serangan siber. 

Studi yang berjudul 'Understanding the Cybersecurity Threat Landscape in Asia Pasific: Securing the Modern Enterprise in a Digital World’ itu melibatkan 1.300 pimpinan bisnis dan teknologi informasi skala kecil sampai menengah di Asia. 

Kementerian dan Lembaga Diserang Hacker

Hasilnya, hampir setengah dari seluruh organisasi yang disurvej di Indonesia mengalami insiden keamanan siber (22 persen), sementara itu ada yang tidak yakin mengalami insiden tersebut karena tidak melakukan penelitian atau pemeriksaan pembobolan data (27 persen). 

"Ketika berbagai perusahaan kini menyambut peluang-peluang yang ditawarkan oleh komputasi awan dan mobile untuk menjalin hubungan dengan pelanggan dan mengoptimalkan operasi perusahaan, mereka menghadapi risiko-risiko baru," kata Direktur Utama Microsoft Indonesia, Haris Izmee dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat 25 Mei 2018. 

Serangan Hacker ke Perangkat Seluler Makin Ngeri, Lewat Iklan Pop-up

Haris menuturkan, batasan-batasan TI yang semakin menghilang membuat penjahat siber menemukan sasaran baru untuk diserang. Sejumlah perusahaan menghadapi risiko kerugian finansial, dampak buruk kepuasan pelanggan, serta penurunan reputasi di pasaran. 

"Meskipun kerugian langsung serangan siber merupakan yang paling nyata, hal tersebut hanyalah seperti ujung puncak gunung es (iceberg). Ada banyak kerugian-kerugian tersembunyi lainnya yang harus kita pertimbangkan dari sisi indirect dan induced, dan kerugian ekonomi setiap organisasi yang mengalami serangan keamanan siber seringkali diabaikan," jelas Managing Director Frost & Sullivan Asia-Pacific, Hazmi Yusof. 

Kemampuan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk menganalisis dan merespons secara cepat pada data dengan jumlah yang sangat banyak kini semakin dibutuhkan di dunia, yang mana frekuensi, skala, dan kecanggihan serangan siber semakin meningkat. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya