- http://articles.nydailynews.com
VIVAnews - Ketika Pendiri Facebook, Eduardo Saverin berusia 13 tahun, keluarganya mengetahui namanya masuk daftar korban yang akan diculik oleh mafia Brazil.
Ayah Saverin yang saat itu telah menjadi pengusaha kaya di Sao Paulo mencari cara menyelamatkan anaknya. Mereka sekeluarga pindah ke Miami, Amerika Serikat. Saverin menjadi salah satu keluarga imigran yang mencari peluang di Amerika Serikat.
Perjalanan Saverin dari anak imigran menjadi mahasiswa Harvard yang meraup miliaran terlihat seperti mimpi indah Amerika. Bahkan, film
Social Network sudah menampilkan kehidupan Saverin yang seperti kisah fiksi.
Menurut Pandodaily.com, teman kuliah Mark Zuckerberg ini berutang budi kepada AS.
Namun Saverin melepas kewarganegaraan AS pada 30 April 2012 seperti dilaporkan Bloomberg. Alasannya diduga karena menghindari tagihan pajak jangka panjang pada IPO Facebook. Saverin memiliki 4 persen saham Facebook.
Dengan mengganti kewarganegaraan, Saverin dapat menghindari pajak ketika nilai asetnya dihitung nanti.
Saverin terhindar membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh dari penjualan saham Facebook. Pria yang bermukim di Singapura ini mendapat keuntungan itu karena Singapura tidak memiliki pajak keuntungan modal. Jumlah dana yang terselamatkan tergantung dari performa saham Facebook.
Misalnya, jika nilai saham diperkirakan berlipat ganda dalam jangka panjang, dari perkiraan US$3,8 miliar menjadi sekitar US$8 miliar, maka dia tidak perlu membayar pajak atas peningkatan nilai US$4 miliar. Jika harga saham naik 15 persen, Saverin menghemat US$600 juta untuk pengeluaran pajak.
Ketika perusahaan go public pada akhir bulan ini, debut saham Facebook diharapkan berharga US$28 hingga US$35 per lembar. Jika mencapai harga itu, maka nilai jejaring sosial ini mencapai US$100 miliar.
Saverin bukan miliuner pertama yang membuang kewarganegaraan karena pajak. Menurut Forbes, pewaris kekayaan Soup Campell, John Dorrance III berpindah menjadi warga negara Irlandia sebelum menjual saham perusahaan keluarganya.
Menurut penelitian dua ekonom Eropa seperti dilansir dari Huffingtonpost.com, upaya organisasi internasional menindak penggelapan pajak global tidak menghentikan praktik ini. Penggelapan pajak global masih merajalela. (umi)