Sejarah Aplikasi Messaging yang Diduga Dipakai ISIS

Tampilan akun Telegram Messenger di Twitter
Sumber :
  • Twitter

VIVA.co.id - Usai teror Paris, salah satu yang banyak menjadi perbincangan yaitu bagaimana pelaku berkoordinasi dalam menyusun serangan. Sebagaimana diketahui, kelompok ekstrimis ISIS yang mengklaim bertanggungjawab atas serangan teror tersebut diduga menggunakan platform teknologi komunikasi yang terenkripsi.

Dikutip dari Reuters, Kamis 19 November 2015, pengamat keamanan menuding ISIS memakai aplikasi messaging yang terenkripsi, Telegram, untuk mengkoordinasi serangan dan merekrut anggota. Alex Kassirer, analis kontra terorisme Flashpoint, perusahaan intelijen swasta berbasis si New York, menuding ISIS memakai saluran broadcast Telegram untuk menggelar rekruitmen, propaganda, inspirasi, sampai motivasi.

Bahkan menurut Direktur Bethesda, Rita Katz, layanan monitoring ekstrimis di AS, ISIS disebutkan punya tiga sampai empat saluran di Telegram. Beberapa saluran Telegram dikatakan menarik puluhan ribu pengikut. Selain memakai Telegram, kelompok ekstrimis itu juga menggunakan Twitter untuk menyebarkan propagandanya.

Namun Katz mengatakan Telegram lebih aman dibanding Twitter sehingga para ekstremis tak khawatir ketahuan dalam merencanakan aksinya.

"Saluran itu menunjukkan perubahan posisi Telegram dalam gerakan jihadis online," kata Katz.

Memang sejak teror Paris, pengelola Telegram mengaku telah memblokir 78 saluran yang terkait dengan ISIS.

Sejarah Telegram

Jejak Telegram pertama kali muncul didirikan oleh dua bersaudara. Pavel Durov dan Nicolay. Awalnya mereka membentuk VKontakte, situs jejaring sosial Rusia yang ingin menyaingi Facebook. Telegram sendiri muncul pertama kali pada 2013.

Namun pendiri VKontakte mengalami masalah pada 2014, saat pemerintah Rusia meminta situs jejaring sosial itu untuk memblokir akun pemimpin oposisi Rusia terkait isu Ukrania. Merasa tak setuju dengan tekanan pemerintah, akhirnya kedua bersaudara itu kemudian melepaskan kendali VKontakte.

Selanjutnya keduanya pindah ke Berlin, Jerman untuk menjalankan Telegram. Guna mendirikan aplikasi ini, mereka mengaku mendanainya sendiri.

Dalam situsnya Telegram menegaskan tidak ada tujuan untuk mendapatkan keuntungan dan jika aplikasi ini kehabisan dana untuk pengembangan layanan, maka Telegram akan meminta donasi dan biaya sukarela.

Salah satu daya tarik yang ditawarkan Telegram yaitu memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan enkripsi yang kuat. Telegram juga memiliki fitur messaging grup yang memungkinkan penggunanya untuk berbagi banyak video, pesan suara ataupun banyak tautan dalam satu pesan. Komunikasi itu pun dijamin tanpa bisa dideteksi oleh pengguna luar grup, sebab aplikasi ini mengklaim tak berjalan melalui komputasi awan.

Hassan Hassan, salah satu pakar negara Islam dari lembaga think tank Chatham House mengatakan ketertarikan militan kelompok ekstrimis terhadap Telegram karena fitur teknik aplikasi messaging tersebut untuk berbagi media. Selain itu, fitur Telegram itu bebas dari pengawasan pemerintah.

Saat ini Telegram punya 60 juta pengguna dan untuk sebuah layanan enkripsi angka itu menunjukkan aplikasi tersebut sangat populer. Sebab jumlah pengguna Telegram itu sama dengan total jumlah pengguna tiga layanan enkripsi yaitu Signal, Silent Circle dan Wickr.

Durov bersaudara itu mengaku menghadirkan aplikasi messaging aman itu karena terinspirasi mantan kontraktor Badan Keamanan Nasional AS (NSA), Edward Snowden.

Pada profil akun VKontakte, Pavel Durov menggambarkan dirinya sebagai seorang libertarian, invidividualistik dan pandangan dunia tanpa campur tangan. Dia juga dikenal dengan kritik pesasnya di media sosial.

Pavel Durov dilaporkan sempat menentang permintaan legislator Rusia menyerukan dinas kemanan negara Rusia untuk melarang Telegram. Alasannya, Telegram dianggap sebagai platform yang mengakomodasi propaganda untuk ISIS.

Menanggapi ancaman itu, Pavel Durov membalasnya melalui akun VKontakte. Dalam perlawananya, dia yakin pemerintah hanya akan memblokir kata-kata saja.

Pendiri Telegram itu juga mengomentari teror Paris yang terjadi akhir pekan laku melalui akun Facebook dan Intagramnya. Dia menuliskan turut berduka cita dengan korban dan teror Paris. Tapi dia kemudian menyalahkan Prancis yang membuat tragedi itu muncul.

"Pemerintah Prancis adalah yang bertanggung jawab atas ISIS karena kebijakan dan kecerobohan pemerintah yang menyebabkan tragedi ini," kata dia.

Pavel mengatakan pemerintah dianggap terlalu banyak mengambil pajak dari pekerja di Prancis dan menghabiskannya untuk mengobarkan perang tak berguna di Timur Tengah. Pemerintah dituding juga menciptakan surga bagi imigran Afrika Utara.

"Saya berharap mereka dan kebijakannya bisa dicabut selamanya dan kota ini akan sekali lagi bersinar dalam penuh kemuliaan, aman, kaya dan indah," kata dia.

Bertemu Menteri Australia, Yasonna Bahas Soal Terorisme
Polisi Antiteror Kanada.

Gelar Operasi Antiteror, Polisi Kanada Lumpuhkan Tersangka

Tersangka bernama Aaron Driver dan ia bertindak tunggal.

img_title
VIVA.co.id
11 Agustus 2016