Perdebatan Politikus DPR dan Pegiat Medsos soal UU ITE

Aplikasi Twitter dan Facebook.
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id – Pasca revisi Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) diundangkan, ternyata masih menuai sejumlah kritik. Revisi UU dinilai tidak substantif. Bahkan UU ITE saat ini dinilai bergeser dari maksud awalnya untuk mengurusi soal perdagangan online atau e-commerce.

Ayu Aulia Laporkan Balik Kakak Angkat atas Pencemaran Nama Baik

"UU ini awalnya, mula-mula untuk e-commerce melindungi masa depan dan generasi. Hanya di Indonesia UU ITE selalu soal pencemaran nama baik," kata pegiat media sosial (medsos), Adhi Masardi dalam program "Apa Kabar Indonesia Pagi" di tvOne, Senin 28 November 2016.

Adhi menyatakan, UU ITE tersebut malah selama ini lebih banyak digunakan oleh penguasa dan pejabat yang antikritik. Padahal menurut mantan jubir era Presiden Gus Dur tersebut, yang paling utama taat dan patuh pada hukum adalah penegak hukum dan pejabat.

Nasib Laporan Indra Kenz ke Korban, Kabareskrim: Bukan Pidana

Dia melanjutkan, UU ITE juga digunakan penguasa untuk memberangus kritik publik. Oleh karena itu kata transaksi dalam ITE sudah bergeser maknanya menjadi hal politis.

"Hampir tidak ada crime business yang diurusi, e-commerce. Misal sekarang ada SMS tiket dan lain-lain itu kan bohong harusnya ini yang disasar," kata Adhi.

Roy Suryo Dipolisikan GP Ansor Atas Pencemaran Nama Baik Menag

Merespons hal tersebut, Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menjelaskan bahwa pada awalnya memang ada perdebatan jikalau UU ITE itu akan digodok di Komisi VI mengingat hal perdagangan juga termasuk yang diatur di dalamnya. Namun kemudian, hal itu akhirnya dibahas di Komisi I karena titik berat ada pada informasi.

Politikus PDIP itu mengatakan, pemaknaan transaksi pada perdagangan pula adalah hal yang salah kaprah. Dalam konteks UU ini, transaksi dimaksudkan pada transmisi atau perpindahan informasi tersebut.

"Transaksi itu bukan transaksi soal uang. Ini adalah transfer atau transmisi perpindahan informasi. Berarti Bapak-bapak belum baca UU secara lengkap," kata TB Hasanuddin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya