PBB Bikin Aplikasi Bagaimana Rasanya Jadi Pengungsi

Ilustrasi pengungsi dari Suriah menuju Turki.
Sumber :
  • REUTERS.com

VIVA.co.id – Perserikatan Bangsa-Bangsa meluncurkan aplikasi smartphone yang memungkinkan penggunanya merasakan hidup sebagai pengungsi. Aplikasi ini diterapkan dengan mensimulasikan perjuangan sehari-hari seorang Muslim Rohingya (dalam bentuk virtual) yang terpaksa melarikan diri dari rumahnya.

Pengungsi Rohingya Tetap Dibantu tapi RI Perhatikan Kepentingan Nasional, Menurut Kemenkumham

Aplikasi 'Finding Home' dikembangkan perusahaan periklanan Grey Malaysia.  Aplikasi ini memungkinkan penggunanya untuk 'mengambil alih' telepon seorang pengungsi bernama Kathijah. Kathijah merupakan karakter virtual dalam aplikasi itu. Digambarkan sebagai seorang remaja berusia 16 tahun yang melarikan diri dari penganiayaan di Myanmar dan mencoba untuk membuat kehidupan baru di Malaysia.

Pengguna akan menjawab panggilan dan pesan yang masuk ke telepon Khatijah, serta melihat koleksi foto-fotonya. Dalam satu skenario, Kathijah mendapat pesan dari saudara laki-lakinya, Ishak, yang berada di Myanmar.

Gempa Susulan Masih Terus Muncul, Jumlah Pengungsi di Pulau Bawean Kian Bertambah

"Kat, kamu aman? Itu adalah serangan. Mereka menemukan kita. Kita harus menyelamatkan diri," bunyi pesan tersebut, sebagaimana dikutip melalui laman phys.org.

Richard Towles, perwakilan UNHCR di Malaysia, berharap aplikasi gratis ini akan membantu orang berempati dengan pengungsi.

Momen Irjen Dedi dan Jenderal Lainnya Hibur Anak-anak Korban Banjir Demak

"Kisah pengungsi seringkali dianggap sebagai hal pribadi dan sulit dimengerti orang. Kami berharap aplikasi ini memungkinkan penggunanya merasakan apa yang menimpa saudara kita para pengungsi, memahami apa yang mereka lalui setiap harinya demi mendapatkan keamanan," kata Towles.

Menurut UNHCR ada lebih dari 150.000 pencari suaka dan pengungsi di Malaysia. Ini merupakan jumlah yang sangat besar untuk wilayah Asia. Sepertiga dari mereka adalah etnis minoritas Muslim Rohingya, yang diidentifikasi oleh PBB sebagai salah satu minoritas teraniaya di dunia. Kewarganegaraan mereka ditolak oleh pemerintahan Myanmar dan mengejar kehidupan mereka di tempat lain dalam wabah kekerasan komunal yang berulang.

"Krisis pengungsi ada dimana-mana, namun kita pasti tidak peka terhadapnya karena telah berlangsung begitu lama," kata direktur kreatif Grey Malaysia, Graham Drew.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya