Benarkah Blackberry Messenger 100 Persen Milik Indonesia?

Blackberry Campus di Waterloo
Sumber :
  • REUTERS/Mark Blinch

VIVA.co.id – Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan jika Blackberry telah 100 persen menjadi milik Indonesia. Bahkan dalam siaran pers Istana, Presiden Jokowi juga mengatakan hal yang sama.

Unik Banget, Istri Denny Sumargo Ngidam Strawberry Rp100 Ribu hingga Berlian

Namun pengamat industri telekomunikasi meragukan pernyataan keduanya itu. Pasalnya, dalam setiap keterangan resmi yang dilayangkan Blackberry, termasuk saat digandeng Elang Mahkota Teknologi (Emtek), tak ada kata akuisisi atau menyebut adanya transfer hak kekayaan intelektual (HAKI) dari Blackberry kepada perusahaan lokal.

Dijelaskan Mochammad James Falahuddin, saat pernyataan Blackberry menggandeng Emtek disampaikan dalam keterangan resmi perusahaan pada 27 Juni lalu, hanya disebutkan bahwa ada kerja sama antara Blackberry dan Emtek untuk meningkatkan kemampuan BBM, khususnya pada layanan Blackberry Internet Service (BIS).

Wine, Minuman Kelas Atas jadi Tren Gaya Hidup

"Jika seandainya BBM atau BIS itu milik Emtek, minimal harus ada klausul transfer of intellectual property rights. Tapi di keterangan itu sepertinya kedua perusahaan hanya membuat value added service (VAS) lewat BBM, bukan menjadikan Emtek sebagai Original Equipment Manufacturer (OEM). Artinya ada lisensi yang dikerjasamakan akan dikembangkan," kata nya di Jakarta, Kamis, 29 September 2016.

Jadi, kata dia, Blackberry masih pemegang sah HAKI BBM. Dalam kerja sama ini pun sudah pasti Blackberry akan diuntungkan. Pasalnya, dalam skema Pay as You Use, semakin banyak pengguna maka pundi-pundi akan semakin menjulang.

Bisnis Baru BlackBerry

Lalu, lanjut dia, dalam keterangan kerja sama Blackberry dan Tiphone, yang hari ini menjadi perbincangan publik, dijelaskan adanya perusahaan patungan yang dibuat Blackberry dengan perusahaan Indonesia, dan diberi nama PT BB Merah Putih.  Dari sini cukup jelas bahwa lisensi software Blackberry akan digunakan oleh perusahaan patungan itu. Software apapun, yang dilisensi dari Blackbbery, masih tetap atas nama mereka, tak bisa klaim milik Indonesia.

"Kalau Pak Presiden (bicara begitu) saya masih maklumi karena beliau mendapat masukan dari bawahan. Tapi kalau Menkominfo ngomong BBM itu 'milik' Indonesia, ini harus diluruskan dulu. Masa Menteri yang sehari-hari urus teknis tak paham antara kerjasama pemanfaatan lisensi software dengan aksi akuisisi,” tegasnya.

Sementara Pengamat dari IndoTelko Forum Doni Ismanto mengatakan pihak yang paling tahu siapa pemilik BBM tentunya adalah BlackBerry. 

"Sudah pasti yang paling tahu John Chen sebagai CEO BlackBerry. Perusahaan ini listed company alias tercatat di bursa saham. kabar terbaru memang tak ada sebut melepas HAKI BBM ke manapun, tetapi mencari pihak untuk bersama-sama mengembangkan software karena bisnis perangkat lunak menjadi prioritas utama setelah tak lagi bisnis ponsel," katanya.

Diharapkannya, ke depannya, pejabat publik seperti Menkominfo Rudiantara bisa memilah-milah pernyataan untuk dilempar  ke publik agar tidak menjadi kegaduhan. 

"Masalahnya kan begini, mendadak ada isu BBM punya Indonesia, eh kok tiba-tiba ada pengumuman pula berdiri PT BB Merah Putih. Ini kan jadinya orang menduga-duga, kok bisa barengan ya," katanya.

Dia menyarankan jika memang Rudiantara menyakini BBM milik Indonesia, hadirkan saja mitra yang diklaim ditemui sang Menteri dan berikan paparan. 

"Namun, jika persepsi yang bermain, saya lebih percaya fakta dan data resmi yakni rilis-rilis BlackBerry itu. Dari situ clear, memang bukan Indonesia pemilik software-nya," tutupnya.

Sebelumnya, Menkominfo Rudiantara mengatakan bahwa layanan BlackBerry Messeger (BBM) sudah bertransformasi kepemilikannya menjadi ‘Merah Putih’. Rudiantara mengaku, proses 'kepindahan negara' BBM itu sudah diketahui sejak dua bulan yang lalu.

"Saya sudah tahu dua bulan lalu. Saya bicara dengan perusahaan Indonesia dengan BBM," ujar Rudiantara ditemui usai Rapat Kerja dengan DPR RI di Gedung Nusantara II Paripurna DPR, Jakarta, Rabu 28 September 2016.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya