Mengenal Penulis Muda nan Romantis, Bernard Batubara

Bernard Batubara
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrotustianah

VIVA.co.id – "Aku adalah korban makan nasi dan mi selama sebulan demi menghemat untuk nerbitin buku sendiri."

Harapan Dee Lestari untuk Kompetisi Menulis di Indonesia

Itulah yang diungkapkan Bernard Batubara saat mengenang masa awalnya terjun ke dunia menulis buku.

Nama Bernard Batubara cukup masyhur di kalangan pembaca novel anak muda. Ia adalah penulis yang lahir pada tahun 1989 di Pontianak, Kalimantan Barat. Hobi menulisnya sudah ada sejak kecil, namun ia baru menekuninya pada tahun 2007, saat memutuskan kuliah di Yogyakarta.

Payung Nina, Buku Anak Karya Penulis Indonesia Terbit di 3 Negara

Sebagai pemula, pria yang akrab disapa Bara ini bisa dibilang clueless soal bagaimana cara membuat buku-bukunya bisa terbit dan dinikmati orang lain. Bara bergabung dengan sebuah website yang diisi oleh para penulis baru yang belum punya nama. Di sana, ia rajin mengunggah puisi-puisi yang menurutnya masih kategori 'alay'.

"Awalnya puisi alay yang ngetiknya masih gabung huruf sama angka," katanya saat berkunjung ke kantor VIVA.co.id.

Senandung Duka Seorang Pria dalam Elegi Rinaldo

Namun perlahan, puisi Bara mulai dimuat di berbagai media nasional. Dua tahun muncul di media massa, seorang teman pun menyarankan untuk menerbitkannya.

Lagi-lagi karena belum punya nama, Bara akhirnya memutuskan untuk cetak kumpulan puisinya pada penerbit indie. Bermodal uang saku yang membuatnya harus makan nasi dan mi saja selama sebulan, Bara menelurkan Angsa-Angsa Ketapang dengan uangnya sendiri. Ia pun kemudian membagikannya secara gratis di acara latihan menulis, misalnya.

Angsa-Angsa Ketapang, menurut Bara, adalah karya yang sentimentil yang banyak membicarakan tentangnya. Karena itulah, buku itu menjadi buku yang paling berkesan baginya.

Jejak Bara di dunia penulisan semakin terekam lewat sejumlah kumpulan cerpen dan novel yang ia terbitkan selanjutnya. Radio Galau FM (2011) dan Kata Hati (2012) mengantarkannya pada popularitas dan kesuksesan yang membanggakan. Milana (2013), Cinta dengan Titik (2013), Surat untuk Ruth (2014), Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri (2014), Jika Aku Milikmu (2015), dan Metafora Padma (2016), serta yang terbaru Elegi Rinaldo (2016) membuat namanya semakin melambung sebagai seorang penulis muda yang populer.

Ketika ditanya soal pendapatannya, Bara berkelakar, "Jika bukumu best seller lumayan, untuk hidup bujang ya cukup aja," katanya.

Berangkat dari puisi, Bara kini dikenal sebagai penulis romansa yang berhasil membuat para pembacanya mengharu biru. Ia juga sering menjadi pembicara di acara-acara penulisan dan mendirikan komunitas menulis bernama Kopdar Fiksi. Bara mengaku, menulis saat ini bukan hanya sekadar hobi, tapi juga pekerjaan yang mantap ia kerjakan. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya