Sensasi Menonton 'Layar Tancap' dari Mobil Klasik

Drive in Theatre
Sumber :
  • VIVAlife/Rizky Sekar Afrisia

VIVAlife - Puluhan mobil berjajar rapi di Parkir Selatan Gelora Bung Karno, Minggu, 3 November 2013. Semua menghadap ke satu arah: sebuah layar proyektor yang terbentang lebar.

Pengemudi Fortuner Arogan Bikin Geram Kolonel Pom Jeffri: Gayanya Melebihi Tentara

Jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam. Para penumpang mobil itu mulai membuka bekal makanan mereka.

Pop corn, camilan, dan soft drink. Ada yang lebih suka menikmatinya di dalam mobil. Ada pula yang melangkah keluar dan kongkow bersama kawan. Mereka menunggu layar putih itu memunculkan gambar bergerak.

Terjebak Banjir di Dubai, Atta Halilintar Tetap Kirim Doa untuk Sulawesi Utara

Sekilas warna baru tampak saat lantunan lagu dari White Shoes & The Couples Company di panggung utama berakhir. Master of ceremony menutup acara.

“Sekarang kami persilakan menonton di samping, film yang akan diputar adalah Gita Cinta dari SMA,” katanya.

Baliho Ambruk Timpa Mobil di Parung Bingung, Arus Lalulintas Tersendat

Langkah-langkah kaki berderap menuju lokasi yang disebutkan. Di sanalah mobil-mobil klasik terparkir sempurna. Jumlahnya puluhan.

Lampu warna-warni benderang di kanan kiri. Layar putih yang sedari tadi ditunggu pun, akhirnya menyala. Tampak wajah Rano Karno dan Yessy Gusman asyik berakting.

Pasangan itu memainkan Gita Cinta dari SMA, sebuah film legendaris yang pernah ‘meledak’ di Indonesia tahun 1970-an. Rano menjadi Galih, dan Yessy berperan sebagai Ratna. Kedua nama yang hingga kini masih kondang akan romantisme kasih tak sampai.

Para penonton, baik yang sedang nongkrong maupun khusyuk menikmati film dari dalam mobil, terhipnotis nostalgia Galih dan Ratna. Mereka yang pernah menikmati film itu di usianya dulu, tersenyum-senyum mengenang masa lalu.

Sementara generasi muda yang tak sempat mencicipi karya sutradara Arizal itu, terkikik karena membandingkan kemesraan jadul Galih-Ratna dengan gaya pacaran remaja masa kini.

Kata-kata seperti “Aku dewasa dalam pelukanmu” atau “Kutoreh hatimu dengan pisau naluri” memang takkan ditemukan di tengah modernitas ini.

Namun yang perlu dipuja, adalah kemampuan Galih dan Ratna menyatukan tua sampai muda. Semua bersiul menggoda saat kedua tokoh utama saling pamer rayuan. Juga berteriak sedih saat dua anak manusia itu tak bisa menyatu karena restu orang tua.

Ruang terbuka yang dijejali mobil-mobil klasik itu, mungkin juga menjadi faktor penentu. Setiap orang bebas datang, duduk, dan menonton. Melebur menjadi satu. Para empunya mobil bebas memarkir kendaraannya dan ikut menyaksikan ‘layar tancap’ yang dipasang.

Pagelaran layar tancap itu baru usai sekitar tengah malam. Mobil-mobil yang diparkir berurutan mundur, lalu berbalik pulang.

Drive in Theatre

Konsep unik itu dinamakan drive in theatre, bagian dari acara Apresiasi Film Indonesia (AFI) 2013. Masyarakat dibiarkan menonton film-film lawas dari dalam mobil-mobil klasik. Persis seperti sejarah, saat konsep itu pertama diciptakan oleh Richard M. Hollingshead, Jr di New Jersey.

Ia mencoba membuat bioskop terbuka di jalan masuk rumahnya. Konsep itu lalu dikenal dengan nama drive in theatre dan diterapkan mulai 6 Agustus 1932.

Hollingshead kemudian menciptakan bioskop serupa di beberapa tempat. Drive in theatre mencapai puncak popularitasnya tahun 1970-an.

Saat itu, ada lebih dari empat ribu bioskop terbuka yang tersebar di seluruh Amerika Serikat. Ia disukai karena suasana santai sekaligus guyub yang ditawarkan. Harga tiket masuk sekitar US$1 per mobil.

Drive in theatre terbesar, ada di Long Island, New York. Tersedia area seluas 29 hektar. Sekitar 2.500 kendaraan muat diparkir di sana.

Di atas tahun itu, bioskop terbuka mulai terbengkalai. Harga tanah naik. Teknologi bioskop pun terdigitalisasi. Sempat pula ada isu tak sedap soal drive in theatre yang bisa dimanfaatkan untuk pornografi dan pornoaksi. Kini, ia hanya 1,5 persen dari bioskop di Amerika.

AFI 2013

Kemunculan drive in theatre di Indonesia tentu mendulang antusiasme. Sayang, itu baru dilakukan sekali dan kurang sosialisasi. Hanya sebagian kecil dari warga Jakarta yang memilih memarkirkan kendaraannya untuk menonton Galih dan Ratna malam tadi.

Panitia AFI 2013 pun berharap, konsep serupa bisa diteruskan di lain kesempatan. Selain Gita Cinta dari SMA, ada pula film lawas Catatan si Boy yang diputar.

AFI 2013 sendiri merupakan sebuah ajang penghargaan di dunia perfilman Indonesia. Acara dibuka Minggu pagi dengan karnaval film di Bundaran HI. Ada pula workshop dan bedah buku soal perfilman.

Malam nanti, Senin, 4 November 2013, AFI 2013 akan mencapai puncaknya. Akan diumumkan penghargaan untuk film karya anak negeri terpilih.

Sembari itu, masyarakat masih bisa menikmati Kampung Film yang diciptakan di Parkir Selatan GBK. Selain panggung musik, stan komunitas sinema, juga ada ‘lorong waktu’ tempat masyarakat bisa menyimak sejarah film Indonesia dari masa ke masa. (ms)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya