Deret Film Terlarang bagi Masyarakat Indonesia (II)

Schindler's List
Sumber :
  • Kick Ass

VIVAlife - Masyarakat Indonesia punya selera seni yang menggelegak. Itu sebabnya, ekspresi seni apapun akan diapresiasi dengan positif.

Namun, ada hal-hal tertentu yang membuat seni seperti perfilman harus dibatasi. Film Noah yang baru saja dilarang oleh Lembaga Sensor Film misalnya, tak boleh tayang karena perkara agama.

Merunut ke belakang, sejarah perfilman Indonesia juga mencatat beberapa film luar yang pernah diharamkan untuk ditonton bagi masyarakat. Berikut tiga di antaranya.

Selebgram Chandrika Chika Terjerat Kasus Narkoba Karena Isap Rokok Elektrik Rasa Ganja

True Lies (1994)

Pada prinsipnya, True Lies merupakan film komedi Amerika. Namun, kisahnya sedikit menyinggung soal terorisme. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, film ini pun dilarang.

Disutradarai James Cameron, True Lies mendapuk Arnold Schwarzenegger dan Jamie Lee Curtis sebagai pemeran utama. Lewat film ini, Curtin menyabet piala Golden Globe sebagai Aktris Terbaik.

Film ini menceritakan kehidupan ganda yang dijalani Harry Tasker (Schwarzenegger). Di mata keluarganya, ia seorang penjual komputer yang kesehariannya membosankan.

Namun di sisi lain, Harry juga melakoni misi rahasia pemerintah untuk menanggulangi terorisme. Ia menonjol di satuan Sektor Omega. Dan suatu kali, Harry mendapat tugas memberantas kelompok terorisme Palestina yang dipimpin Salim Abu Aziz.

Di saat sang istri tengah menyiapkan pesta ulang tahun untuknya, Harry dikejar-kejar anak buah Aziz. Keluarganya pun jadi terlibat. Istri dan anaknya diculik. Mau tak mau, Harry harus jujur soal identitasnya dan menyelamatkan mereka.

True Lies bisa dibilang film termahal yang pernah dibuat. Biayanya kala itu US$100 juta. Pendapatan yang diraupnya mencapai US$378 juta. Sayang, adanya unsur terorisme muslim membuat film terlarang.

5 Polisi di Kolaka Ditangkap karena Keroyok Warga hingga Babak Belur, Kapolres Minta Maaf

Schindler’s List (1993)

Drama sejarah ini mengangkat tema soal Yahudi dan Nazi. Film berkisah soal pengusaha Yahudi yang berjuang menyelamatkan bisnisnya di tengah tekanan tentara Nazi.

Bisnis itu tak hanya penting bagi dirinya pribadi, tetapi juga menjadi tempat berpegang masyarakat Yahudi lain yang dipekerjakan olehnya. Schindler, pengusaha itu, sampai rela menyuap tentara Nazi dalam jumlah besar. Ia pun jadi penyelamat ribuan nyawa Yahudi dari kekejaman Holocaust.

Sutradara Steven Spielberg mampu membuat film ini begitu dramatis dan menyentuh. Tak heran, film itu sukses menempati Box Office Amerika Serikat. Film ini juga menyabet tujuh Academy Awards dari 12 nominasi yang didudukinya.

Sayang, film yang diangkat dari buku Schindler’s Ark karya penulis Australia Thomas Keneally ini dilarang di Indonesia. Alasannya, karena film dinilai terlalu bersimpati pada kaum Yahudi.

Kunjungan ke Jepang, Sekjen Kemnaker Terus Berupaya Tingkatkan Kerja Sama Pengembangan SDM

The Year of Living Dangerously (1982)

Kondisi Indonesia di tahun 1965 menarik bagi sutradara Peter Weir. Ia membuat visualisasi dengan mengadaptasi novel The Year of Living Dangerously karya Christopher Koch.

Kisahnya, hubungan cinta yang terjadi di masa penggulingan presiden pertama RI, Soekarno. Mel Gibson didapuk sebagai tokoh utama, seorang jurnalis Australia yang kebetulan ditugaskan di Jakarta.

Di Tanah Nusantara, ia bertemu asisten Kedutaan Inggris yang cantik. Keduanya terlibat kisah cinta. Sementara itu, Guy Hamilton (Gibson) juga menuntaskan pekerjaannya dengan investigasi soal Partai Komunis Indonesia (PKI).

Mengingat latar film yang begitu sensitif, The Year of Living Dangerously pun dilarang tayang, setidaknya sampai tahun 1999 saat akhirnya reformasi bergulir. Bukan hanya suasana PKI dan penggulingan Soekarno yang menyebabkannya “haram”.

Rupanya, The Year of Living Dangerously diduga sama seperti kutipan yang sering diucapkan Soekarno. Yakni, “Vivere Pericolosamente”. Soekarno pernah menyebutkannya dalam pidato kemerdekaan Indonesia tahun 1964. Istilah itu berarti “hidup yang berbahaya”, sama seperti arti judul buku dan film. (eh)

Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya