Melancong Asyik dengan Aplikasi Travel

Ilustrasi travel.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA.co.id – Dalam satu dekade terakhir, teknologi telah mengubah banyak hal. Salah satunya mengubah cara orang bepergian atau traveling. Jika dahulu, turis harus menghubungi agen perjalanan guna memesan tiket pesawat atau hotel, kini berkat koneksi internet yang super cepat, mereka bisa memesan sendiri lewat aplikasi yang tersedia di ponsel pintar. 

Pemudik Bisa Pantau Google Maps, Banyak Info Baru

Pemandangan pelancong menjinjing peta dan kamus bahasa pun sudah terbilang langka. Kini, mereka rata-rata mengandalkan ponsel pintar untuk mendapatkan seluruh fitur tersebut.

Alhasil setiap tahunnya, aplikasi-aplikasi yang terkait traveling membanjiri pasaran. Para pengembang berlomba-lomba menawarkan berbagai kemudahan bagi para pelancong. Mulai dari membatu mencari tempat menginap murah, lokasi restoran halal, hingga mengecek nilai tukar mata uang secara real-time. 

Cara Menikmati Ramadhan Bersama Google

Bahkan, terdapat aplikasi yang memungkinkan para pelancong menyusun rencana perjalanan mereka dengan detail. Meski demikian, tak semua aplikasi ini wajib diunduh dan memenuhi memori ponsel pintar Anda. Pilah-pilih aplikasi sesuai kebutuhan adalah solusi tepat agar perjalanan Anda semakin mudah dan menyenangkan. 

Aplikasi peta dan penerjemah bahasa

Top Trending: Putri Elvy Sukaesih Dukung Anies hingga Mayat Warga Gaza Dimakan Kucing

Aplikasi seperti Google Maps dan Google Translate seakan sudah menjadi aplikasi wajib yang digunakan pelancong dalam bepergian ke mancanegara. Hal ini karena kedua aplikasi tersebut sangat berguna untuk mencari lokasi dan menerjemahkan bahasa di negara-negara yang dikunjungi.

"Kegunaan kalau Google Maps buat nyari alamat, sedangkan Google Translate biar gampang menerjemahkan bahasa asing yang belum aku paham," ujar penulis buku The Naked Traveler, Trinity, saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 5 Januari 2017.

Meski memudahkan seseorang dalam mencari alamat, namun aplikasi ini juga memiliki kelemahan, khususnya bagi mereka yang awam dalam membaca peta di Google Maps. 

"Kadang ada salahnya. Jadi suka nyasar ke tempat lain. Tapi kalau orang yang enggak bisa baca peta ya tetap saja nyasar," kata wanita yang pernah mengunjungi Iran dan Turki ini.

Mengingat koneksi internet dibutuhkan guna membaca aplikasi Google Maps, Trinity pun menyiasatinya dengan memanfaatkan Wi-Fi yang tersedia di lokasi. "Setelah itu kita screenshoot petanya," ucap traveler kelahiran Sukabumi tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Travel Fotografer dan Videografer, Barry Kusuma, yang sudah menyambangi belasan negara di dunia. Menurutnya, salah satu aplikasi yang selalu ia pakai adalah Google Maps, aplikasi yang saat ini mendapat rating 4,5 di Google Play dan App Store-Apple.

"Kalau saya pergi, saya download offline. Kalau misalkan enggak ada sinyal, dia masih tetap kepakai," kata Barry.

Ia juga mengaku menggunakan Google Trip, aplikasi baru penantang TripIt. Google Trip sendiri merupakan aplikasi yang berfungsi untuk merencanakan dan memandu perjalanan pelancong yang ingin menjelajahi tempat-tempat baru. Menariknya, aplikasi ini bisa digunakan saat offline. Tentunya menghemat paket data internet Anda di luar negeri.

Aplikasi pemesanan dan pencarian tempat makan

Selain aplikasi buatan luar, Trinity juga mengandalkan aplikasi lokal untuk membantunya dalam memesan tiket. "Selain lebih murah, kita juga enggak perlu antre. Selain bisa untuk pesan tiket pesawat, juga bisa digunakan untuk booking hotel," ujarnya.

Adapun Barry punya pendapat berbeda mengenai aplikasi booking lokal. "Traveloka itu murah di pesawat dan mahal di hotel. Kalau PegiPegi mahal di pesawat, murah di hotel. Kalau Travelio bisa cari apartemen murah," saran Barry.

Sementara itu urusan pencarian tempat makan, Barry lebih mengandalkan aplikasi TripAdvisor. "Bisa cari tempat -tempat makan. So far yang direkomendasi dari TripAdvisor selalu benar," ucap pria yang menyebut Jepang sebagai negara favoritnya.

Berdasarkan penelurusan VIVA.co.id, aplikasi pencarian tempat makan saat ini bahkan lebih spesifik menyesuaikan kebutuhan personal para pelancong. Bagi pelancong beragama Muslim bisa memanfaatkan aplikasi Have Halal, Will Travel untuk mencari restoran atau tempat makan halal di Seoul dan Tokyo.

Aplikasi ini dilatarbelakangi oleh pengalaman salah seorang pendirinya, yakni Melvin Goh. Saat menjalani program pertukaran pelajar di Seoul, Korea Selatan, pada 2013. Ketika itu, ia kesulitan mencari makanan halal.

Aplikasi nilai tukar mata uang asing

Saat bepergian ke luar negeri hal yang paling utama saat tiba di negara yang dikunjungi adalah menukar mata uang. Jika dahulu, pelancong hanya mendapatkan informasi soal nilai kurs dari pihak penyedia jasa penukaran mata uang asing maka kini informasi itu bisa didapat dalam genggaman tangan.

Trinity misalnya, ia kerap menggunakan aplikasi XE.com untuk mempermudahnya melihat kurs mata uang asing. Saat ini aplikasi tersebut diganjar rating 4,5 baik di Google Play dan App Store-Apple.

"Aplikasi ini terpakai sekali ketika kita mau tukar mata uang. Itu bisa lebih cepat meskipun tidak akurat tapi masih bisa di jadikan patokan," kata wanita yang sudah mengunjungi puluhan negara ini.

Aplikasi wisata Indonesia

Bagaimana dengan aplikasi pariwisata Indonesia? Pemerintah Indonesia, lewat Kementerian Pariwisata Indonesia juga rupanya tak ketinggalan memanfaatkan aplikasi untuk ponsel pintar. Setidaknya terdapat dua aplikasi pariwisata yang dirilis oleh pemerintah. 

Aplikasi tersebut adalah Pesona Indonesia dan Wonderful Indonesia. "Aplikasi ini di Play Store masih ada. Kalau yang lokal itu Pesona Indonesia dan kalau untuk asing adalah Wonderful Indonesia. Tapi cenderung orang lebih suka mengakses ke Indonesia.travel," kata Himawan, pengelola Indonesia.Travel.

Namun, dengan alasan banyak orang yang ingin cepat dalam mengakses informasi, pemerintah kini tidak terlalu mengandalkan aplikasi, tapi situs web. "Sekarang orang sudah beralih, orang inginnya yang tidak perlu diunduh. Jadi website itu lebih responsif. Mereka (wisatawan) lebih suka yang tidak perlu diunduh-unduh," kata pria yang akrab disapa Him.

Pesona Indonesia memang lebih ditujukan bagi wisatawan nusantara (wismus) untuk membantu mereka mengetahui seluk beluk Indonesia yang ingin dikunjungi seperti wisata alam, wisata budaya, wisata bahari, dan wisata buatan. Selain itu terdapat kalendar acara dari berbagai daerah.

Sementara aplikasi Wonderful Indonesia lebih menyasar wisatawan mancanegara (wisman). Pada tampilan utama aplikasi ini terdapat pilihan pada bagian bawah layar sebuah ponsel pintar untuk melihat wilayah yang ingin dikunjungi di Indonesia seperti pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua. 

Menyiasati paket data internet

Penggunaan aplikasi di ponsel pintar mau tak mau menyedot paket data internet Anda. Untuk menyiasati hal tersebut, Barry menyarankan jika bepergian ke luar negeri dalam waktu singkat, sebaiknya traveler memanfaatkan kartu sim dari Indonesia. 

Sebab, biasanya operator lokal memberikan paket yang lumayan murah dibandingkan harus mengganti dengan kartu sim di negara yang dikunjungi. "Kalau kurang dari tiga hari , mending pakai kartu lokal, karena biasanya beberapa operator seluler kita (Indonesia) memberikan promo murah," ujar Barry.

Namun ceritanya akan berbeda jika seorang traveler berkunjung dalam waktu yang cukup lama. "Tapi kalau lebih dari tiga hari, saya rekomendasikan pakai ganti kartu saja. Secara hitung-hitungan, jika pakai kartu dari Indonesia pastinya akan mahal," katanya.

Selain itu, untuk menekan biaya pulsa selama di luar negeri, seorang traveler juga bisa mengandalkan Wi-Fi gratis. Biasanya koneksi ini tersedia di hotel, restoran, atau pusat perbelanjaan. Namun sayangnya, tidak semuanya gratis. Banyak juga yang harus membayar.
"Kebanyakan di negara-negara maju di sarana umumnya menyediakan Wi-Fi gratis, seperti di bandara, hotel, restoran atau terminal," ujarnya.

Mengubah tradisi melancong

Kehadiran aplikasi khusus bagi pelancong memang telah memberikan banyak keuntungan. Namun, di sisi lain, para pelancong juga harus kehilangan beberapa hal yang dahulu justru sudah menjadi tradisi bagi mereka. Salah satunya berinteraksi lebih banyak dengan penduduk lokal.

"Kalau dahulu kita lebih ada komunikasi sama penduduk lokal nanya-nanya dahulu lah. Tapi kalau sekarangkan serba mudah, apa-apa bisa di cari di gadget," ujar Trinity.

Menurutnya liburan dengan menggunakan gadget dengan tidak menggunakan gadget punya keseruan yang berbeda.

"Ada kelebihan dan kekurangannya sih. Cuma kalau sekarang bisa lebih instan. Kalau dahulu kan enggak. Informasi saat belum ada gadget lebih sedikit. Jadi unsur survive-nya kita lebih banyak," ucapnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya