Di Daerah Ini, Berobat Cukup Pakai KTP

Pasien berobat di Malaka, NTT
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Rintan Puspitasari

VIVA.co.id – Sasaran utama dalam pembangunan di bidang kesehatan adalah, agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Karena itu, pemerintah berupaya memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat.

Pastikan Karyawan Tak Terpapar COVID-19, PT PP Bikin First Aid Station

Melalui tiga program prioritas pemerintah saat ini, yaitu Program Indonesia Sehat, Program Indonesia Pintar, dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia sehat sendiri memiliki tiga pilar utama, yakni Paradigma Sehat, Penguatan Pelayanan Kesehatan, dan Jaminan Kesehatan Nasional.

Dan, sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Belu pada 2013, Kabupaten Malaka yang kini memiliki 374.381 jiwa penduduk kini mendapat jaminan kesehatan dari pemerintah daerah Kabupaten Malaka.

Sinergi Antar Kementerian Perkuat Fasilitas Kesehatan

Di bawah kepemimpinan Bupati dr. Stefanus Bria Seran, MPH, kini masyarakat Malaka bisa bernapas lega saat sedang sakit, atau membutuhkan bantuan kesehatan. Karena seperti yang disampaikan Bupati Malaka, bahwa masyarakat bisa tetap mendapat pengobatan gratis meski tidak memiliki Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

"Pemerintah Kabupaten Malaka membuat kebijakan, yaitu bagi masyarakat Kabupaten Malaka yang tidak memiliki kartu jaminan kesehatan BPJS, kalau dia memiliki kartu penduduk e-ktp (KTP Elektronik nasional), maka biaya pemeliharaan kesehatan di fasilitas kesehatan dasar dan rumah sakit rujukan, yaitu rumah sakit penyangga perbatasan ditanggung pemerintah," ujar Stefanus saat ditemui awak media di Rumah Sakit Penyangga Perbatasan, Malaka, NTT, 5 Mei 2017.

Instruksi Menperin: Semua Produksi Oksigen Wajib untuk Medis

"Sejak Mei 2016, semua masyarakat yang tidak punya kartu JKN, tapi memiliki KTP Elektronik beralamat Malaka, baik yang diterbitkan Kabupaten Belu (sebelumnya) atau Malaka, diambil pemerintah Malaka dengan cara fee for service, ditagihkan sesuai pelayanan kesehatan," kata Kepala Dinas Kesehatan Malaka, drg Paskalia Frida Fahik, menambahkan.

Stefanus kembali menambahkan, layanan yang diberikan bukan Jamkesda, melainkan menggunakan sistem fee for service. "Artinya, siapa yang datang berobat dia dibayar, jadi bukan Jamkesda, tapi menggunakan pendekatan fee for service," ujar Stefanus menjelaskan.

Adanya jaminan kesehatan ini seolah menjadi jawaban bagi masyarakat Malaka yang tidak memiliki kartu jaminan kesehatan atau BPJS. Karena rata-rata kemampuan ekonomi antara rakyat Malaka yang dapat dan tidak dapat BPJS beda tipis. Dan justru dengan adanya kartu ini, pemerintah Malaka bisa sangat menghemat pengeluaran untuk kesehatan.

Stefanus juga menegaskan bahwa meski ditanggung Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) karena pembayarannya berdasar premi, tidak akan membuat jebol APBD. Karena sumber pendapatan APBD sendiri dari uang rakyat. Dengan menganggarkan Rp1,5 miliar di tahun 2016, bahkan menurutnya ini jauh lebih hemat jika dibanding harus membayar Jamkesda yang bisa mencapai Rp10 miliar.

"Kenapa harus jebol, uangnya rakyat kembali pada rakyat, apa yang jebol, enggak ada. Untuk rakyat enggak ada yang jebol. Sama seperti pemerintah pusat, apa menjebol APBN? Tidak. Itu kan salah satu dari pembangunan kesehatan, supaya kita membiayai rakyat tidak mampu," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya