Ketua IDAI: KLB Difteri Kini Rekor Paling Tinggi di Dunia

RSPI Sulianti Saroso
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bimo Aria

VIVA – Bahaya kasus difteri sejak awal tahun 2017, mulai berdatangan di Tanah Air. Tak tanggung-tanggung, 28 provinsi sudah terjemah oleh penyakit ini. Maka, KLB Difteri saat ini dinyatakan rekor tertinggi di dunia.

Kabupaten Garut KLB Difteri, Ini Tanda Gejala dan Cara Pencegahannya

Hingga saat ini, data Kementerian Kesehatan RI mencatat sebanyak 28 provinsi telah timbul penyebaran kasus difteri. Cakupan penyebaran ini dinyatakan paling tinggi diantara negara-negara di dunia.

"KLB saat ini, KLB Difteri yang paling tinggi ada di dunia. 28 Provinsi pada saat bersamaan, itu cakupan KLB terbanyak. Ini rekor KLB paling tinggi di dunia," ujar Ketua PP IDAI, DR. Dr. Aman Pulungan, Sp.A(K) dalam temu media di Kantor PB IDI, Jakarta, Senin 18 Desember 2017.

Difteri Jadi Penyakit Langganan di Indonesia, Ternyata Ini Penyebabnya

Menurutnya, kasus difteri di dunia tidak mencapai hingga 28 provinsi. Di India, kasus penyebaran KLB hanya sampai pada 1 hingga 2 provinsi saja. Sementara, Afrika selatan hanya mencakup beberapa provinsi.

"Negara lain seperti di Rusia, India, dan Afrika selatan tidak sampai puluhan provinsi yang alami KLB difteri," ungkapnya.

Broadcast Viral Cabe Bubuk Picu KLB Difteri, Kepala Dinkes: Itu Hoax

Di kesempatan yang sama, menurut Ketua umum PB IDI, Prof. Dr. Ilham Marsis SpOG(K) menyatakan, KLB difteri di Indonesia diduga karena cakupan vaksinasi yang makin menurun. Dia menjelaskan, hingga kini, cakupan vaksinasi difteri tercatat di bawah 70 persen .

"Harusnya cakupan vaksinasi 95 persen tapi ini jadi di bawah 70 persen. Maka, KLB timbul karena minimnya vaksinasi. Ada gap (jarak) antara mereka yang menggunakan vaksin dan tidak, maka angka penyebaran meledak di bulan Oktober hingga Desember," papar Marsis.

Ia menjelaskan, pentingnya orangtua melihat kembali data imunisasi anak-anaknya agar mencegah KLB difteri semakin meluas. Marsis juga menekankan agar pemerintah menghadirkan vaksin untuk dewasa tiap 10 tahun sekali.

"Langkah preventif jauh lebih baik dengan imunisasi dewasa 10 tahun sekali. Vaksinasi ulang sebanyak 3 kali dalam program ORI juga harus diikuti oleh seluruh masyarakat di wilayah KLB serta mereka yang di luar wilayah KLB diharapkan lengkapi status imunisasi difterinya."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya