Kisah Sukses Jatu Dwi, Meraup Untung dari Gudeg Kaleng

Jatu Dwi Kumalasari
Sumber :
  • VIVAlife/Tasya Paramitha

VIVAlife - Dinamika gaya hidup masyarakat yang terbilang begitu cepat menyebabkan daur hidup produk industri menjadi pendek. Oleh sebab itu, bertahan atau tidaknya bisnis bergantung pada seberapa cepat pengusaha melahirkan inovasi-inovasi baru melalui produk dan jasa yang mereka tawarkan.

Sopir Bus yang Ajak Makan 30 Penumpang di Rumah Mertuanya saat Lebaran dapat Rp100 Juta

Tanpa inovasi, mereka tidak mampu bersaing dalam dunia industri yang kompetitif. Jika ingin terus bertahan dalam jangka waktu yang lama maka inovasi yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan.

Salah seorang wirausaha yang berhasil melakukan inovasi yang terbilang baru dan unik yakni Jatu Dwi Kumalasari. Ia merupakan generasi keempat yang menjalankan usaha Gudeg Bu Tjitro. Demi melanjutkan bisnis keluarganya, Jatu memutar otak untuk menciptakan sebuah inovasi baru yakni gudeg dalam kemasan kaleng.

"Untuk kembali menghidupkan bisnis yang sempat lesu, saya harus membuat sesuatu yang belum pernah dilakukan orang lain," ucapnya kepada VIVAlife.

Wanita kelahiran 7 Januari 1980 tersebut, bercerita bahwa sejak kecil, dirinya telah dididik orangtua menjadi wirausaha. Setelah menjadi Sarjana Ekonomi di tahun 2004, ia kemudian terjun langsung menangani bisnis keluarganya.

"Dari tahun 1990-an, bisnis ini mulai mengalami penurunan. Lalu saya berpikir bahwa harus ada perubahan," ujarnya.

Saat itu, ia sempat kebingungan mengenai inovasi apa yang dapat ia ciptakan untuk menghidupkan Gudeg Bu Tjitro. Awalnya, ia mengaku ingin membuka franchise. Namun hal tersebut tidak diizinkan oleh keluarga besar karena bisnis ini memakai nama keluarganya.

Ada Apa di Kota Isfahan Iran yang Baru Saja Diserang Israel?

Kemudian pada tahun 2008, Jatu menemukan informasi di internet bahwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Wonosari sedang melakukan percobaan produk pangan dalam kaleng. Tak ragu-ragu, ia pun langsung menggandeng LIPI untuk bekerjasama menelurkan inovasi produk Gudeg Kaleng Bu Tjitro 1925.

"Dengan produk ini, siapapun bisa menikmati gudeg di seluruh Indonesia dan luar negeri dengan praktis," ujarnya.

Tak hanya itu, inovasi gudeg kalengan ini juga tanpa MSG dan bahan pengawet. Jatu mengaku konsep awal yang ia inginkan memang produk yang praktis, mudah, namun tetap lezat, aman dan sehat.

Ngeri Peringatan Terbaru Iran kepada Israel, Mulai Sebut Nuklir

Menciptakan produk tersebut juga diakuinya bukan perkara mudah. Ia bahkan mengatakan dirinya selalu mengikuti setiap prosesnya untuk menghindari kegagalan. Untuk mencapai hasil akhir produk yang ia inginkan, proses pengemasannya pun tidak mudah dan memakai teknologi canggih.

Kaleng kemasan gudeg awalnya disterilisasi terlebih dahulu. Setelah itu gudeg dikemasĀ  melalui proses pemanasan kembali. Kemudian gudeg ditutup dalam keadaan panas, lalu dipanaskan kembali dengan tekanan. Terakhir, gudeg kaleng dikarantina dengan cara didinginkan supaya tidak ada bakteri.

Dalam kurang dari setahun, produk yang sempat menjadi bahan tertawan itu berhasil menembus mal-mal besar di Jakarta. Bahkan kini telah merambah ke Singapura, Jepang, dan London. Keberhasilan inovasi bisnis Jatu tersebut tidak lepas dari langkah strategi dan perencanaan yang matang. Walaupun begitu tetap saja ia menemui kendala dalam menjalankan bisnisnya.

"Saat ini, pemasaran ke luar negeri masih jadi kendala karena sulit mengurus perizinan dan memenuhi berbagai syarat-syarat yang diajukan," ucapnya.

Tak hanya itu, walaupun produknya laku keras di pasaran, Jatu belum dapat menambah jumlah produksi gudeg kalengannya. "Hal itu tidak mudah dan tidak murah. Bahan-bahan pembuatnya, sumber daya manusia dan proses memasak gudeg kan juga cukup panjang," ujar ibu tiga anak ini.

Hingga saat ini, setiap bulannya ia memproduksi delapan hingga sepuluh ribu gudeg kalengan dengan isi seberat 240 gram. Bertempat di restoran gudegnya, para karyawan Gudeg Bu Tjitro yang berjumlah 50-an orang memasak gudeg untuk kemudian dijajakan di restoran dan dikemas kalengan setiap harinya.

Gudeg kalengan pertama di Indonesia dan di dunia ini juga terbilang lengkap. Berisi nangka muda, telur bebek, satu potong ayam kampung dan sambal krecek. Tak hanya praktis, gudeg ini juga tahan disimpan selama setahun. Para penggemar gudeg bisa mendapatkan gudeg kalengan ini dengan harga Rp22.000 - 25.000.

Kesuksesan gudeg kalengan ciptaannya, tak lantas membuat Jatu puas. Dalam waktu dekat, ia akan berencana meluncurkan produk gudeg pedas kalengan.

"Gudeg kan rasanya manis. Ternyata banyak pelanggan saya yang merupakan orang Sumatera, Manado dan sebagainya. Mereka sering meminta dibuatkan gudeg dengan cita rasa pedas," ujar Jatu yang ingin salah seorang anaknya meneruskan usaha keluarganya tersebut suatu saat nanti. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya