Cuma Tiga Hari, Jadi Orang Minang di Seribu Rumah Gadang

Kawasan Seribu Rumah Gadang yang berada di Jorong Koto Baru
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andri Mardiansyah

VIVA – Pemerintah Kabupaten Solok Selatan berupaya menjadikan kawasan Seribu Rumah Gadang menjadi tujuan destinasi unggulan di Sumatera Barat. Di samping promosi, pemerintah setempat juga menggelar Festival Seribu Rumah Gadang pada 19 hingga 21 November 2017.

LKAAM Sumbar Haramkan Menag Yaqut Injakkan Kaki di Minangkabau

Sejumlah kegiatan, di antaranya arak-arakan prosesi adat dari rawang ke kawasan Seribu Rumah Gadang, musik gandang sarunai, silek antau (antau kolaborasi silek luncua dan pasambahan), makan bajamba, randai, saluang panjang, rabab, pameran, kuliner asli Solok Selatan dengan latar masa lampau, bakal mampu menyedot perhatian wisatawan lokal maupun internasional.

Menurut Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria, Festival Seribu Rumah Gadang itu digelar persis sebelum hari pelaksanaan Tour de Singkarak masuk ke Solok Selatan. Maka momentumnya akan saling mendukung.

Batik Air Menuju Minangkabau Balik ke Soetta, Ini Penjelasan AP II

Konsep dasar Festival Seribu Rumah Gadang ialah menyiapkan dan membangun keterlibatan masyarakat dan wisatawan dalam rentetan peristiwa selama tiga hari itu. Tujuannya tak sekadar banyak pengunjung, tetapi menyajikan budaya dan tradisi asli masyarakat setempat. 

"Festival Seribu Rumah Gadang dilaksanakan selama tiga hari. Pemerintah dan masyarakat akan selalu bekerja sama dan bergotong royong dalam mewujudkan sebuah peristiwa adat," kata Muzni Zakaria, Senin 23 Oktober 2017.

Rumah Adat Minangkabau: Bentuk, Fungsi, Keunikan dan Bahannya

Festival itu, katanya, tidak melakukan hal yang luar biasa atau di luar kebiasaan masa lalu. Justru melalui festival itu mencoba mengingatkan kembali segala yang sebetulnya yang dilakukan di masa lalu. Karena itulah dipilih tema Manjampuik Nan Tatingga, Mangumpua Kan Nan Taserak, Mangambang Pusako Lamo.

Demi menghadirkan sensasi keaslian tradisi orang Minang di Seribu Rumah Gadang, selama festival digelar, masyarakat atau pengunjung diwajibkan mengenakan busana adat setempat. Di antaranya, baju kuruang untuk wanita, taluak balango untuk pria, deta dan aksesoris keseharian lain.

Bahkan masyarakat bukan hanya dijadikan penonton, tapi ikut langsung sebagai pelakunya dan melakonkan kehidupan keseharian di kawasan Seribu Rumah Gadang. Wisatawan yang datang, hadir atau menginap di kawasan itu, diimbau sungguh-sungguh untuk berpakaian yang sama seperti masyarakat di sana.

Bahkan pihak sekolah diminta partisipasinya untuk mengirim siswanya ke kawasan Seribu Rumah Gadang di hari kedua, dengan tujuan memberi kesempatan dan kesadaran bahwa nagari mereka akan menjadi kawasan wisata.

"Sebagai generasi penerus mereka harus paham akan budayanya sendiri, dan tentu saja nanti mereka akan menjadi bagian yang akan ikut mempromosikan nagarinya lewat media sosial," ujarnya. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya