Atasi Macet, Jakarta Pilih "Jalan Berbayar"

Jalan di Singapura memakai sistem ERP
Sumber :

VIVAnews - Penerapan sistem Electronic Road Pricing (ERP) alias Jalan Berbayar segera diterapkan. Langkah ini dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta setelah kajian penerapan sistem ini selesai dilakukan.

ERP digadang-gadang sebagai salah satu langkah untuk mengatasi kemacetan dan kesemrawutan lalulintas Jakarta yang makin kronis. Jika tidak, kemacetan Jakarta bakal semakin tak terkendali.

Data Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan, pertambahan jumlah kendaraan pribadi di Jakarta mencapai 1.117 per hari atau sekitar 9 persen per tahun.

Prabowo Bakal Ketemu Cak Imin Pasca Penetapan KPU, PAN Bilang Begini

Sementara pertumbuhan luas jalan relatif tetap, sekitar 0,01 persen per tahun. Jika tak segera ada pembenahan pola transportasi, pada tahun 2014 Jakarta diperkirakan akan mengalami kemacetan total.

ERP akan menggantikan kebijakan pembatasan kendaraan di area tertentu, three in one. Sistem 3 in 1 tidak bisa lagi mengatasi kemacetan, bahkan menambah kesemrawutan lalu lintas karena aksi para joki.

Selain penerapan ERP, berbagai opsi mengatasi kemacetan Jakarta juga sudah banyak diwacanakan dan direalisasikan. Sebut saja misalnya, pembatasan motor, pembangunan MRT, penutupan pintu masuk mal dan tol, bahkan sistem plat nomor ganjil dan genap yang bisa melewati jalan Jakarta.

Berdasarkan kajian, opsi yang sudah siap diterapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah ERP. Agar ERP dapat berjalan, saat ini yang dibutuhkan tinggal payung hukum dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan.

"Pemerintah pusat saat ini sedang memproses, tidak lama lagi payung hukum keluar sehingga ERP bisa diimplementasikan," ujar Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono.

Bahkan, Wakil Gubenur DKI Jakarta, Prijanto mendesak pemerintah pusat segera mengeluarkan payung hukum tersebut. Dia mengingatkan jika tidak ada integrasi kewenangan pemerintah pusat dan Pemprov DKI, justru menimbulkan masalah seperti kasus pengembangan busway. "Itu akhirnya seperti menjadi beban Pemerintah Provinsi," kata Prijanto.

Menurut Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, pelaksanaan ERP bukan termasuk dalam sistem yang perlu uji coba. Sistem ini sudah dilaksanakan negara lain yang telah sukses seperti Singapura, Inggris dan Norwegia.

Setelah, kajian kelayakan sistem ini selesai, pemerintahan Fauzi Bowo hanya tinggal menentukan berapa tarif yang akan diterapkan. Wacana yang muncul, tarifnya sebesar Rp 20 ribu untuk sekali masuk. Namun untuk pentarifian ini, Udar tidak ingin membebani masyarakat.

5 Kontroversi Chandrika Chika, dari Hubungannya dengan Thariq Halilintar hingga Tersandung Narkoba

"Makanya harus dikaji terlebih dahulu," ujarnya.

Selain pentarifan, akan ditentukan mengenai lokasi mana saja yang diterapkan proyek baru ini. Dalam kajian sebelumnya, ERP akan diterapkan di wilayah yang saat ini masuk dalam area 3 in 1. Area itu antara lain, Jalan Sudirman, Thamrin, Gatot Subroto, Gajah Mada, Hayam Wuruk, Medan Merdeka Barat, Majapahit, Sisingamangaraja dan Patimura.



Bagi Pemda DKI, pelaksanaan ERP tidak bisa ditawar lagi. Sebab program ERP masuk dalam tiga strategi untuk mengatasi masalah transportasi di Jakarta TDM (Traffic Demand Management).

Tiga strategi itu adalah, pertama, pengembangan angkutan massal, seperti proyek MRT dan busway. Kedua, pembatasan lalu lintas seperti ERP. Ketiga, peningkatan kapasitas jaringan berupa pembangunan dua ruas jalan layang non tol tahun ini (Antasari - Blok M dan Kampung Melayu - Tanah Abang).

Ganjar Tak Datang saat Penetapan Prabowo-Gibran sebagai Capres-Cawapres Terpilih

Bahkan, DKI yakin penerapan ERP adalah cara paling efektif untuk meminimalisir kemacetan di Jakarta. Apalagi sudah diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta UU 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang menyebut secara tersirat bahwa retribusi jalan raya bisa dipungut.

Pakar transportasi dari Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), Darmaningtyas mengaku tidak alergi dengan ERP. Kata dia, jika ERP harus diterapkan, maka perlu disertai pola transportasi makro Jakarta yang nyaman dan memadai. "Semua sistem harus terintegrasi," ujarnya.

Namun, dia menilai penerapan tarif parkir tinggi justru paling memungkinkan diterapkan di Jakarta saat ini. Itu bisa dilakukan dengan sistem zona parkir. Misalnya, di kawasan bisnis dibuat lebih mahal dibandingkan dengan kawasan lain.

Senada dengan Darmaningtyas, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Heru Sutomo mengamini wacana ERP itu. Kata dia ERP sebagai solusi dari sistem 3 in 1 yang dinilai keliru setelah beberapa tahun diterapkan.

"3 in 1 sudah sejak 2002, pengendara akhirnya mengeluarkan uang juga namun untuk joki. Kenapa dana itu tak masuk ke pemerintah saja," kata Heru.

Menurut dia, uang yang terkumpul dari ERP dapat ditarik pemerintah dan digunakan untuk biaya pengawasan, operasional petugas di lapangan, serta mendukung sarana angkutan umum.

Heru pun yakin ERP mampu menekan tingkat kemacetan. Caranya gampang. "Mahalkan saja tarifnya. Singapura sudah melaksanakan ini bertahun-tahun dan bisa lancar," ungkapnya. (hs)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya