Masyarakat Indonesia Makin Tidak Toleran?

Sejuta Lidi
Sumber :
  • VIVAnews/Adri Irianto

VIVAnews -Lingkaran Survei Indonesia dan Yayasan Denny JA mengungkap hasil survei mengejutkan mengenai kehidupan antar-umat beragama di Indonesia. Survei itu mengatakan mayoritas masyarakat di Indonesia merasa tidak nyaman jika hidup berdampingan, dan bertetangga dengan yang berbeda, baik itu beda agama juga beda orientasi seksual.

Sebanyak 15,1 persen responden mengaku tidak nyaman hidup berdampingan dengan tetangga berbeda agama. Angka intoleran terhadap aliran yang dianggap sesat lebih tinggi lagi.  Sebanyak 41,8 persen mengaku tak nyaman bertetangga dengan aliran Syiah. Sedangkan 46,6 persen mengatakan tak nyaman dengan Ahmadiyah.

Bingung Pilih Skincare Lokal atau Luar? Begini Saran Dokter

Tapi angka intoleransi terbesar adalah terhadap komunitas LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender). "Yang paling tinggi, terhadap homoseksual yang mencapai 80,6 persen," kata peneliti LSI, Ardian Sopa, saat merilis hasil survei ini di Jakarta, Minggu, 21 Oktober 2012.

Secara umum, angka tingkat intoleransi ini meningkat dibanding tahun lalu. Mulai dari berbeda agama (dari 8,2 menjadi 15,1 persen), penganut Syiah (dari 26,7 menjadi 41,8 persen), penganut Ahmadiyah (dari 39,1 persen menjadi 46,6 persen), dan komunitas LGBT (dari 64,7 persen menjadi 80,6 persen).

Selain angka tersebut Sopa lebih lanjut menjelaskan toleransi masyarakat terhadap penggunaan kekerasan sebagai salah satu cara dalam menegakkan prinsip agama juga meningkat. Tahun 2005 tercatat penggunaan kekerasan hanya diterima oleh 9,8 persen, tapi kini menjadi 24 persen pada tahun 2012.

Sedangkan Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar, menyatakan berdasarkan data dari Wahid Institute jumlah kekerasan atas nama agama juga semakin meningkat dari tahun 2010 ke 2011 dari 62 menjadi 92 kasus.

Pendidikan rendah

Ardian Sopa mengungkapkan, pengambilan data untuk survei ini dilakukan pada tanggal 1 - 8 Oktober 2012 dengan jumlah responden sebanyak 1200. Survei, dijelaskan Sopa, menggunakan metode wawancara melalui tatap muka dan margin of error diperkirakan sekitar plus minus 2,9 persen.

Menariknya, hasil survei juga mengungkap sikap intoleran juga dipengaruhi dengan tingkat pendidikan. Semakin rendah tingkat pendidikan orang Indonesia maka ia akan cenderung mempunyai sikap toleransi yang rendah, dan yang berpendidikan tinggi cenderung lebih toleran.

Dari survei tersebut penduduk dengan pendidikan SMA ke bawah tidak merasa nyaman bertetangga dengan orang yang berbeda agama sebesar 67,8 persen, dengan aliran Syiah sebesar 61,2 persen, dengan penganut Ahmadiyah sebesar 63,1 persen, dan dengan homoseksual sebesar 65,1 persen.

Sedangkan mereka yang berpendidikan tinggi atau minimal pernah kuliah angkanya di bawah 35 persen untuk tiap kategori.

Tinggi dan rendahnya penghasilan responden juga diketahui memiliki pengaruh ke sikap intoleransi. Tercatat responden dengan penghasilan di bawah 2 juta, angka penolakan terhadap mempunyai tetangga yang berbeda agama sebesar 63,4 persen, penganut Syiah sebesar 57,8 persen, penganut Ahmadiyah sebesar 61,2 persen, dan homoseksual sebesar 59,1 persen.

"Dari survei ini juga terlihat laki-laki dalam semua perbedaan yang disurvei, cenderung lebih intoleran dibandingkan dengan perempuan," kata Ardian.

Peringatan


Menanggapi hasil survei ini, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim menyatakan prihatin atas tingginya angka intoleransi terhadap perbedaan. Menurut Ifdhal, hasil riset pun bisa dijadikan peringatan agar sikap intoleransi tak tumbuh di Indonesia.

"Kondisi semakin memprihatinkan karena sikap intoleransi itu juga disertai dengan kekerasan. Hasil riset ini bisa dijadikan peringatan bagi pengambil kebijakan," ucap Ifdhal, saat dihubungi VIVAnews, Minggu, 21 Oktober 2012.

Hasil survei juga mengungkap bahwa responden mengaku tidak puas dengan kinerja Presiden, pemerintah, politisi, juga polisi, dalam kasus terkait perbedaan paham agama. "Mayoritas responden, bahkan lebih dari 50 persen, mengaku tidak puas dengan kinerja presiden, politisi dan polisi dalam memberikan perlindungan keamanan dan hak azasi masyarakat," ucap Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar.

Menanggapi itu, Ifdhal pun memahami jika banyaknya terjadi kasus kekerasan juga dianggap sebagai bentuk kegagalan pemerintah. Ifdhal kemudian mengatakan, butuh kerjasama semua pihak menumbuhkan toleransi beragama di Indonesia. "Agar tidak ada yang menyederhanakan masalah dan menciptakan situasi kondusif bagi sikap toleransi terhadap perbedaan," ujar Ifdhal.

Tantangan pemerintah

Wakil Menteri Agama Nasarudin Umar bahwa hasil survei ini akan jadi tantangan bagi pemerintah. "Tantangan yang patut dijawab dengan kematangan dalam kehidupan beragama," ucap Wamenag, saat dihubungi VIVanews, Minggu, 21 Oktober 2012.

Meski begitu, Nasarudin juga mengatakan agar semua pihak introspeksi jika terjadi kasus kekerasan dalam beragama. Sebab kekerasan itu ada sebab dan akibatnya.

Hasil survei pun, menurut Nasarudin, ikut dipengaruhi kondisi tertentu di masyarakat dan tak mencerminkan masyarakat Indonesia secara umum. "Ini fluktuatif, tergantung keadaan. Tapi ini memang tantangan," ucapnya.(np)

Menkes Ungkap Alasan Tingkat Stunting Indonesia Baru Turun 0,1 Persen
Menu di SKYE bar dan restoran Jakarta.

SKYEGASM Senses Experience: Sensasi Kulineran Padukan Rasa, Aroma, Sentuhan dan Pandangan

Melalui konsep ini, SKYE memperkenalkan pengalaman multi sensory dining di mana pelanggan seperti memasuki dunia yang mana rasa, aroma, sentuhan, pandangan, dan suara.

img_title
VIVA.co.id
9 Mei 2024