Mainan Anak Wajib SNI, Siapa Untung?

Mobil Mainan Anak
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVAnews - Dunia anak-anak sangat akrab dengan mainan. Berbagai produk mainan banyak diperdagangkan. Dari yang tradisional hingga modern.

Persib vs Bhayangkara FC Imbang, Begini Komentar Bojan Hodak

Harga yang ditawarkan juga bervariasi. Mulai kelas pedagang keliling hingga perbelanjaan mewah. Bahan yang digunakan akan berpengaruh pada kualitas mainan.

Untuk itu, pemerintah serius memberikan perlindungan kepada anak-anak Indonesia. Terutama, terkait keamanan dan kualitas mainan mereka.

Pada November 2013, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 55/M-IND/PER/11/2013 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perindustrian No.24/M-IND/PER/4/2013 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib.

Peraturan itu akan berlaku enam bulan setelah diterbitkan, atau mulai 30 April 2014. Artinya, sekitar dua bulan lagi, ketentuan wajib SNI untuk produk mainan anak resmi diterapkan.

Dalam peraturan itu di antaranya diatur mengenai jenis-jenis mainan yang wajib berstandar nasional. Baca:

Selain itu, dalam peraturan menteri perindustrian tersebut diatur kewajiban sertifikasi yang harus dipenuhi produsen mainan anak. Baca:

Saat ini, menurut Menteri Perindustrian, MS Hidayat, pemerintah tengah melakukan sosialisasi kepada para pedagang mainan. Sebab, jika tidak ada label SNI pada mainan yang diperdagangkan, barang tersebut akan ditarik dari peredaran.

"Sekarang sedang sosialisasi di lima kota besar," kata dia. Lima kota besar itu adalah Jakarta, Bandung, Semarang, Batam, dan Surabaya.

Pemerintah tentu tidak sembarang mengeluarkan peraturan. Ada beberapa pertimbangan dalam menyusun standar nasional pada mainan anak-anak. Salah satunya adalah keselamatan dan kesehatan konsumen.

Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Ramon Bangun, mengatakan, "Kami tidak mau anak-anak kecil itu bisa terganggu kesehatannya. Misalnya, zat pewarna mainan yang membuat gatal dan mainan bisa menyebabkan keracunan". 

Faktor keselamatan, menurut Ramon, juga menjadi pertimbangan pemerintah. Tujuan utama supaya tidak membahayakan anak-anak.

"Jangan sampai mainan kena di badan anak dan membuat cacat," ujar Ramon yang ditemui VIVAnews di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Rabu 26 Februari 2014.

Kepala Pusat Standardisasi Kementerian Perindustrian, Tony T. H. Sinambela, mengungkapkan hal senada. Tony mengatakan, pemerintah ingin melindungi konsumen dari mainan berbahaya, terutama konsumen berusia di bawah 14 tahun.

"Misalnya, mainan tersebut tidak boleh mudah terbakar dan harus ada batas kejut listriknya," kata dia.

Tony mengatakan, Indonesia baru memiliki peraturan standar mainan. Sementara itu, negara-negara seperti Jepang, Amerika, dan Singapura sudah menerapkan peraturan standar tersebut.

Padahal, Indonesia telah memiliki standar nasional untuk produk lain seperti helm dan kompor. "Negara-negara maju maupun yang berkembang sudah punya peraturan toy safety. Apa mau dibiarkan anak-anak mendapat mainan yang di-reject dan dilempar ke Indonesia?" kata Tony kepada VIVAnews di kantornya.

Tony mengklaim, pengusaha maupun kalangan eksportir dan importir menyambut baik aturan itu. Mereka malah senang, karena selama ini menghadapi persaingan yang tidak sehat.

Dia menjelaskan, ada mainan impor yang tidak jelas mutunya masuk dan harganya dijual murah di Indonesia. Sebaliknya, produsen dan eksportir harus mengikuti ketentuan negara tujuan.

"Importir mainan yang sudah mengikuti standar, juga senang ada aturan ini," tuturnya.

Pengusaha minta kelonggaran
Meski menyambut positif, pengusaha meminta kelonggaran untuk dapat menjual mainan yang belum berlabel SNI. Saat ini, produk mainan yang beredar di Indonesia, 90 persen diimpor dari China dan negara lain.

Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Suryadi Sasmita, kepada VIVAnews, mengusulkan agar ketentuan tersebut berlaku untuk produk mainan yang diproduksi atau diimpor setelah peraturan menteri perindustrian resmi berlaku.

"Kami ingin, stok mainan yang ada sekarang bisa dijual. Kasihan pedagang, tidak bisa menjualnya," ujar dia.

Suryadi menjelaskan, produk mainan yang masuk sebelum peraturan menteri berlaku, diusulkan bebas dari kewajiban pemenuhan SNI. "Tapi, yang belum masuk setelah berlakunya peraturan menteri, mengikuti aturan yang ada," kata dia.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada 2012, volume impor mainan anak mencapai 41,82 juta kilogram dengan nilai impor US$138,11 juta, atau setara Rp1,6 triliun.

Sementara itu, volume ekspor mainan tercatat 31,72 juta kilogram. Nilainya sekitar US$326,48 juta atau setara Rp3,8 triliun.

Direktur Industri Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Ramon Bangun, mengatakan, banyak produk mainan dengan harga murah yang masuk ke Indonesia. "Volume yang diimpor itu lebih besar dari yang diekspor. Tetapi, nilai ekspornya lebih besar ketimbang impor," ujar Ramon kepada VIVAnews.

Menurut data itu, selama periode tersebut, produksi mainan sebanyak 51,17 juta unit atau naik 4,31 persen dibandingkan tahun sebelumnya 49,06 juta unit.

Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, menjelaskan, kewajiban SNI dapat menguntungkan produk mainan nasional, yang saat ini terpuruk di pasar dalam negeri, akibat maraknya mainan impor yang tidak jelas standarnya.

"Karena, dengan ini, semakin meningkatkan peluang kita untuk menjadikan Indonesia production base," ungkapnya.

Hatta juga mengungkapkan, saat ini produksi produk mainan di Indonesia semakin meningkat. Dengan aturan tersebut, produk mainan impor mau tidak mau harus membuat basis produksinya di dalam negeri.

Kondisi tersebut berdampak positif, tidak hanya bagi peningkatan investasi, tapi penciptaan lapangan kerja untuk rakyat Indonesia. "Kita akan mampu menjadi industri mainan terbesar di Asia," tambahnya.

Golkar: Kabinet Tidak Boleh Dibatasi karena Prerogatif Presiden

Pemain besar
Kementerian Perindustrian menyatakan, saat ini terdapat puluhan produsen mainan di Indonesia. Yang terbesar adalah PT Mattel Indonesia. "Ada 44 perusahaan," kata Ramon Bangun.

Menurut data Kementerian Perindustrian, dari 44 produsen mainan, sebanyak 13 perusahaan asing dan 31 perusahaan lokal. Dari puluhan negara tersebut, beberapa perusahaan menjadi "pemain besar" dalam industri mainan di Indonesia.

Mattel Indonesia, berdasarkan data itu, diperkirakan mencatat penjualan US$20 juta pada 2012, PT Lung Cheon Brothers Industrial (US$10 juta), PT Dada Indonesia (US$10 juta), dan PT Aurora International Indah sebesar US$8 juta.

Namun, terdapat perusahaan lokal yang potensi penjualannya cukup besar. Seperti PT Jakarta Tunggal Citra yang mencatat penjualan US$7 juta, PT Royal Puspita US$5 juta, dan PT Sun-Indo Adipersada sebesar US$5 juta.

"Pemain besar itu perusahaan asing, sedangkan yang lokal tidak terlalu besar. Perkiraan penjualan kan menggambarkan produksinya," kata dia.

Sementara itu, Ramon menambahkan, dari nilai ekspor mainan pada 2012 sebesar US$326,48 juta, lima negara mendominasi tujuan ekspor. Mereka adalah Amerika Serikat (US$165,6 juta), Inggris (US$36,72 juta), Jepang (US$29,59 juta), Prancis (US$26,72 juta), dan Belanda (US$19,93 juta).

"Yang paling besar itu boneka. Mayoritas dari 44 perusahaan itu memasok ke perusahaan induknya, seperti Mattel yang ekspor ke Amerika," kata dia. (asp)

Kemenko Polhukam Susun Rencana Bangun Sistem Pertahanan Semesta di IKN
Ilustrasi diabetes/cek gula darah.

5 Makanan yang Bisa Menurunkan Kadar Gula Darah untuk Penderita Diabetes

Diabetes adalah kondisi yang memerlukan perhatian khusus terhadap pola makan. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan jangka panjang.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024