Balon Internet Ancam Industri Telekomunikasi RI?

Ujicoba Project Loon Google
Sumber :
  • ww.google.com

VIVA.co.id - Seperti sudah berembus beberapa pekan sebelumnya, penandatanganan kerja sama Google dan tiga operator telekomunikasi seluler Indonesia, yaitu XL Axiata, Telkomsel, dan Indosat akhirnya melenggang mulus tanpa kendala.

Bertempat di kantor pusat Google di San Francisco, Amerika Serikat, Kamis 29 Oktober 2015 waktu setempat, eksekutif ketiga operator tersebut sepakat untuk menggunakan balon internet atau Project Loon sebagai uji coba. Balon itu akan dipakai tiga operator itu untuk membantu memberikan akses internet ke wilayah terpencil di Indonesia.

Pengumuman kerja sama itu dilakukan dalam kunjungan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara ke Silicon Valley, Amerika Serikat. Operator itu diwakili sang presiden direkturnya masing-masing, yaitu Ririek Adriansyah (Telkomsel), Dian Siswarini (XL), dan Alexander Rusli (Indosat), untuk langsung menandai sahnya kerja sama tersebut.

Dalam pengumumannya di blog Google, Vice President Project Loon, Mike Cassidy menuliskan, ia berharap ke depan proyek balon pintar ini bisa bermitra dengan penyedia lokal dalam membangun koneksi internet kecepatan tinggi berbasis Long Term Evolution (LTE). Balon itu juga diproyeksikan dapat menghubungkan lebih 100 juta penduduk Indonesia yang belum terhubung internet.

"Dari Sabang sampai Merauke, banyak dari masyarakat ini tinggal di wilayah tanpa infrastruktur internet yang sudah ada saat ini. Jadi, kami berharap internet bertenaga balon ini dapat suatu saat nanti membantu mereka, agar memiliki akses informasi dan kesempatan yang ada di internet," kata Cassidy.

Balon internet Google, tulis Cassidy, berfungsi sebagai menara telepon seluler terbang, mengangkasa dengan angin stratosferik di ketinggian dua kali daripada pesawat komersial atau ketinggian 20 km. Masing-masing balon ini memancarkan koneksi Internet turun ke permukaan, dan bila salah satu balon ini keluar jalur, yang baru akan menggantikannya.

Project Loon dapat membantu perusahaan telekomunikasi melebarkan jaringannya, jauh tinggi di angkasa, dengan mengatasi tantangan dalam hal penyebaran peralatan dalam menyediakan konektivitas ke penjuru paling ujung sekalipun ke seluruh nusantara, yang merupakan kepulauan sebanyak 17 ribu yang terdiri atas hutan dan pegunungan.

Dikutip dari The Verge, Kamis 29 Oktober 2015, Cassidy mengatakan untuk menjangkau wilayah Indonesia yang sangat luas, Google akan mengerahkan banyak balon pintar. Cassidy mengatakan, perusahaan merencanakan menerbangkan ratusan balon untuk memberikan koneksi internet di berbagai titik di wilayah Indonesia.

Alasan balon internet ini tepat untuk Indonesia, menurut data Google, perbandingan jumlah penduduk Indonesia yang bisa mengakses internet yaitu satu banding tiga.

"Dan sebagian besar koneksi Internetnya pun sangat lambat, namun, mereka tetap dapat melakukan berbagai hal mengagumkan," kata Cassidy.

Selain balon pintar, Cassidy mengatakan, Google juga komitmen untuk makin memperluas dan mempermudah akses internet warga Indonesia dengan berbagai cara lainnya. Di antaranya yaitu memperkenalkan ponsel pintar terjangkau tapi punya kualitas tinggi, Android One.

Misi "mulia" untuk meng-online-kan penduduk Indonesia itu pun pastinya mendapat sambutan positif dari tiga operator tersebut. Tiga operator itu satu suara, balon internet Google itu dianggap sebagai inovasi teknologi yang bermanfaat memperluas penyebaran internet di Indonesia, terutama area yang sulit terjangkau oleh jaringan operator selama ini.

Bos Telkomsel, Ririek menganggap meski balon internet itu masih tahap uji coba pada 2016, tapi itu memberi kesempatan yang baik bagi Telkomsel untuk meninjau teknologi terbaru Google dalam upaya memberikan layanan Internet ke pelanggan di manapun mereka berada.

"Selama masa uji coba teknis ini, akses Internet melalui Project Loon berada sepenuhnya dalam kontrol Telkomsel melalui infrastruktur backbone yang dimiliki Telkomsel atau Telkom seperti SMPCS (Sulawesi Maluku Papua Cable System)," kata dia.

Nada yang sama juga disampaikan oleh Dian. Wanita berkacamata itu mengatakan XL melihat balon internet itu sebagai kesempatan untuk bisa mengatasi hambatan geografis. Untuk itu, perusahaan tersebut menyambut baik kerja sama uji coba balon tersebut.

Sementara itu, Alexander Rusli mengatakan uji coba balon internet mendukung pemerintah dalam upaya menyediakan koneksi digital hingga daerah terpencil.

"Kerja sama ini juga bertujuan mendukung Indonesia Broadband Plan 2014-2019," kata Alex Rusli, panggilan akrab Alexander Rusli.

Apa Kabar Balon Internet Google untuk Indonesia?

Google "menang banyak"

Bila di San Francisco kesepakatan dilangsungkan dengan suasana menyenangkan, tapi puluhan ribu kilometer jauhnya, di Tanah Air, menyambut kesepakatan balon internet itu dengan kecewa.

Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menyayangkan sikap tiga operator yang bekerja sama dengan Google dalam memanfaatkan Project Loon.

"Makanya, kita itu agak aneh. Sebenarnya, mereka itu butuh kita yang ingin mengembangkan atau ekspansi pasarnya. Indonesia itu akan menjadi pasar digital terbesar," ujar Heru saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis, 29 Oktober 2015.

Heru melanjutkan, meski baru dalam tahap trial, kerja sama operator dengan Google itu, dirasa terlalu terburu-buru. Menurutnya, perlu dipahami terlebih dahulu mengenai skema yang dijalankan oleh Google saat menerapkan Project Loon.

"Ini terlalu prematur. Seharusnya, setiap kebijakan terlebih dahulu dikaji teknisnya, bisnisnya bagaimana, legalitas, agar tidak salah melangkah. Banyak kasus, awalnya trial tetapi selalu berlanjut dan diperpanjang lagi," kata Heru.

Hal disayangkan oleh Heru ini, lantaran Indonesia saat in sedang menggarap proyek pita lebar (broadband). Sebab, koneksi internet dengan memanfaatkan kabel optik itu jauh lebih cepat dan stabil, ketimbang harus memanfaatkan balon.

"Balon ini kan ibaratnya BTS (Base Transceiver Station) tapi ada di udara, jadi sama saja. Kalau broadband itu kecepatan internetnya lebih tinggi dan stabil dibandingkan menggunakan wireless," tutur mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu.

Nada kecewa juga dilontarkan pengamat telekomunikasi dari Indotelko Forum, Doni Darwin. Dia menilai kesepakatan itu menunjukkan Indonesia gagal menaklukkan Google.

Jika nanti proyek balon internet ini berjalan, operator Indonesia kembali akan menjadi pihak yang kalah. Sama persis dengan kerja sama yang pernah dilakukan dengan Facebook dalam Internet.org.

"Ditandatanganinya MoU Technical Test Proect Loon oleh tiga operator asal Indonesia bersama Google menunjukkan ambivalensi dan rendah diri pelaku usaha Indonesia terhadap pemain global seperti Google. Padahal, selama ini operator selalu mengeluh tak bisa berbisnis dan dalam posisi yang selalu merugi karena bisnis perusahaan over the top (OTT) seperti Google, Facebook, dan lainnya," ujar Doni kepada VIVA.co.id, Kamis 29 Oktober 2015.

Menurut dia, kunjungan ke Silicon Valley ini seharusnya menjadi pintu untuk bernegosiasi. Sayangnya, hal ini tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para operator dan juga pemerintah.

Doni juga mengkritik kenapa negosiasi dengan pemain seperti Google sifatnya parsial atau berbasis proyek ke proyek. Seharusnya, kata dia, pemerintah bisa mengajak Google dan kawan-kawan berunding, item mana saja yang bisa mendatangkan bagi pendapatan. Bagi Doni, kesepakatan balon internet itu jelas sudah secara langsung mengalahkan operator dan pemain industri telekomunikasi Tanah Air.

"Yang menang banyak, ya OTT. Kita gagal memanfaatkan bonus demografis. Indonesia gagal menaklukkan Google dan malah bertekuk lutut," kata dia.

Lebih mengecewakan, ujar Doni, menkominfo tak menjadi fasilitator agar perundingan lebih komprehensif. Sebab, jika Project Loon dianggap terobosan untuk akses area terpencil, lantas ia mempertanyakan bagaimana nasib Palapa Ring, program untuk menyambungkan kabel optik ke wilayah terpencil Indonesia, yaitu Indonesia timur. 

"Amanah di Rancangan Pita Lebar tak ada bicara High Altitude Platform System ala Loon ini," ujarnya.

Untuk Palapa Ring, pekan lalu, Doni sudah mengingatkan delegasi Indonesia yang akan bertemu dengan Google. Menurutnya, selama ini sudah ada upaya dari operator dan pemerintah untuk menyediakan akses broadband ke seluruh wilayah Indonesia, Palapa Ring. Ada baiknya jika hal ini menjadi fokus pemerintah ketimbang meloloskan kerja sama Project Loon buatan Google.

"Bersabar sedikit dengan proyek Palapa Ring. 2018 seluruh kabupaten akan terkoneksi. Jadi, kenapa kita capek-capek bangun, terus Google datang dengan teknologi akses yang seolah-olah gratis, padahal bikin menderita pemain lokal," kata dia.

Doni juga mengkhawatirkan rencana pemerintah Indonesia bergabung dalam blok ekonomi Amerika, Trans Pacific Partnership (TPP). Jika benar, negara ini menurutnya hanya akan jadi pengimpor dan pembayar lisensi buatan asing.

Tarif Interkoneksi Turun, Pemerintah: Demi Masyarakat

Dalam konteks ini, ia mengatakan, Google makin "menang banyak" di Indonesia. Sebab perusahaan raksasa internet itu akan mendapatkan profil penuh pengguna internet di Indonesia, dan bisa mengangkangi operator dalam pembagian pendapatan iklan Google.

Penolakan atas balon internet Google itu juga tegas disampaikan oleh Telkom. Perusahaan BUMN telekomunikasi ini berpendapat penerapan balon internet akan merugikan industri telekomunikasi di Tanah Air secara keseluruhan, bukan hanya mengganggu Telkom.

"Jelas, itu mengganggu (industri),  karena mereka (Google) teknologinya bypass kita," ucap Direktur Innovation and Strategic Portfolio Telkom, Indra Utoyo, di Kawasan SCBD, Jakarta, Senin 19 Oktober 2015.

Penolakan Telkom itu juga dilandasi oleh fakta para operator telekomunikasi RI yang sudah telanjur menganggarkan investasi triliunan rupiah untuk membangun jaringan di penjuru nusantara.

Untuk diketahui, Telkom saat ini telah berjuang menggelar jaringan di Indonesia timur. Perusahaan BUMN ini telah menamakan kabel fiber optik Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS) mencapai 76.700 kilometer.

Kabel optik yang terpasang dari Manado hingga Dumai itu, Telkom harus mengalokasikan investasi sebesar Rp3,6 triliun yang diambil dari capital expenditure (capex) Telkom.

Belum ada regulasi

Merespons polemik tersebut, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berpandangan selama dalam uji coba, balon internet itu tak masalah.

Anggota BRTI, Muhammad Imam Nashiruddin melalui pesan singkat kepada VIVA.co.id, mengatakan balon internet bagi operator seluler menjadi peluang dalam terobosan menjangkau wilayah yang tak sampai dicapai BTS, khususnya di area terpencil, tengah hutan dan lainnya.

Terkait arah komersialisasi layanan balon tersebut, Imam belum melihatnya. Selain soal skema bisnisnya belum jelas, ia mengatakan sejauh ini belum tahu seperti apa regulasi untuk mengomersialkan balon tersebut.

BRTI pun belum menerima adanya permintaan izin operator seluler untuk melakukan uji coba dengan Google. Maka dari itu, prosedurnya, operator akan meminta izin untuk melakukan uji coba dan nanti hasilnya akan jadi bahan evaluasi bersama.

BRTI, saat ini masih menunggu detail kerja sama Goole dan tiga operator tersebut, kemudian baru mempelajarinya apakah sesuai atau tidak.

Secara prinsip, kata dia, BRTI mengimbau, hendaknya kerja sama operator dengan entitas luar negeri mengutamakan kepentingan nasional dan rakyat serta kepentingan keamanan nasional.

"Juga perlu dipastikan jangan sampai merusak tatanan industri yang sudah ada," katanya. 

Profil balon internet

Balon internet Google mengawali kiprahnya pada Juni 2013. Saat itu, peluncuran Project NZ, yang mana melibatkan 50 penguji percontohan dengan 30 armada balon.

Kemudian, pada awal 2014, tepatnya Januari, penerbangan uji pertama sistem LTE terbilang sukses. Balon secara otomatis dikembangkan dengan mengisi sistem. Pada April 2014, balon pintar ini melakukan perjalanan sejauh 500 ribu km yang dinobatkan sebagai balon pertama yang mengelilingi dunia.

Selang satu bulan, koneksi LTE pertama kali menggunakan Project Loon diselenggarakan di sebuah sekolah di masyarakat pedesaan Agua Fria, Brasil ke dunia maya. Agustus 2014, balon diluncurkan 20 unit setiap minggunya. Disediakan koneksi sehari penuh secara terus-menerus ke situs tes dalam kemitraan dengan Vodafone.

Pada April 2015, peningkatan cakupan area setiap balon sampai dengan empat kali. Kini, setiap balon dapat memiliki kecepatan navigasi 500 meter.

Google menggambarkan cara kerja balon internet itu dalam tiga tahap. Pertama, Google akan menerbangkan balon itu pada ketinggian 20 km ke stratosfer.

Begitu sampai di ketinggian tersebut, software yang telah disiapkan pada balon akan menggerakkan balon naik turun untuk menemukan angin yang tepat agar bisa mencari posisi yang pas.

Posisi yang pas ini bertujuan melancarkan perjalanan ke berbagai kecepatan dan arah di seluruh dunia. Ketika satu balon terbang ke luar jalur, maka yang lain siap untuk menggantikan tempatnya.

Begitu sudah dalam posisi yang pas, Google menuliskan, masing-masing balon akan memancarkan koneksi sinyal internet yang dihasilkan oleh antena atau BTS operator seluler Indonesia. Kemudian mendistribusikan sinyal itu menembus langit dan terkoneksi ke ponsel pengguna.

Selanjutnya, kata Google, sinyal bisa memantul di antara berbagai balon dan menyelimuti area Indonesia yang dinyatakan mati. Pengguna ponsel di daratan akan bisa menerima sinyal dari balon internet itu layaknya jaringan Wi-Fi.

Dalam "jeroan" balon internet yang lebih ringan dari balon biasa itu terdapat beberapa komponen, di antaranya dua transceiver radio untuk menerima dan mengirimkan data. Sebagai dukungan sistem, juga disematkan transceiver radio ketiga.

Menkominfo: Permen Interkoneksi Terbit September 2016

Selain itu, juga ada komponen komputer penerbangan dan pelacak lokasi GPS. Balon juga dilengkapi dengan sistem kendali ketinggian. Sistem ini digunakan untuk memindahkan balon ke atas dan ke bawah dalam menemukan angin. Semua daya peralatan dan sistem itu dipasok oleh panel surya.

Bicara soal kecepatan akses internet dari balon internet itu, The Verge menuliskan kecepatan unduhan akses internet balon pintar ini akan mencapai 10 Mbps, atau hanya 1 Mbps di bawah kecepatan rata-rata internet di AS pada Agustus 2015.

Diketahui, inovasi perusahaan mesin pencari internet itu dapat terbang selama 187 hari, dengan jarak tempuh lebih dari 17 km. Jarak antar balon ke balon untuk menghubungkan data sejauh 100 km, kapabilitas peluncuran 20 balon per hari, tingkat kecepatan navigasi mencapai 500 meter per detik.

Untuk uji coba balon internet di Indonesia, rencananya balon akan menggunakan frekuensi 900 MHz milik Telkomsel, dan berlangsung selama satu tahun pada 2016, di lima titik di atas Sumatera, Kalimantan, dan Papua Timur.

Apple iPhone.

Apple Bangun Tempat Riset Dulu, Baru Jualan di Indonesia

Direksi Apple sudah datang ke Indonesia.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016