Soeharto dan 'Jalan Darah' Pahlawan Nasional

Presiden Soeharto (kanan) sewaktu masih hidup.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id – "Bapak tidak tahu, saya yang tahu." Itulah sepenggal pernyataan Sukmawati Soekarnoputri yang menutup pembicaraan dengan Kivlan Zein, Jenderal (Purn) TNI.  Mereka  berdebat sengit soal kisah di balik lengsernya Presiden pertama Indonesia .

Kabar Duka, Rachmawati Soekarnoputri Meninggal Dunia

Dalam ceritanya, Sukmawati mengaku melihat langsung bagaimana Presiden menangis ketika menjadi tahanan rumah. " menangis tersedu-sedu dengan tragedi yang terjadi pada bangsa ini. Bahwa mengkhianatinya," kata adik kandung Presiden kelima Indonesia Megawati Soekarnoputri tersebut.

Sumawati dan Kivlan Zein, baru-baru ini memang terlibat perdebatan serius perihal penobatan Presiden yang diusulkan untuk menjadi pahlawan nasional. Sukmawati menolak keras usualn itu lantaran dinilainya bergelimang dosa, sementara Kivlan bersikukuh  banyak jasanya untuk Indonesia.

Fadli Zon Beberkan Kesalahan Sukmawati Sebut PKI Ideologi Pancasila

Usulan tertunda

November akhir tahun 2015, Tim Peneliti Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP), memang telah menerima dua nama mantan presiden yang akan dikukuhkan menjadi pahlawan nasional. Pertama dan kedua KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Sukmawati Sebut PKI Dulu Berideologi Pancasila

Kedua nama itu mencuat bertepatan dengan peringatan hari pahlawan setiap 10 November. Namun memang, kedua nama itu belum final, lantaran masih mendulang perdebatan.

"Proses gelar pahlawan nasional masih diendapkan menunggu saat yang tepat," kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat itu.

Kala itu juga, diketahui usulan nama dan Gus Dur juga berbarengan dengan penganugerahan gelar pahlawan nasional untuk mantan Komandan Jenderal Kopassus Letjend Sarwo Edhie Wibowo.

Namun, nama Sarwo Edhie sudah mendapatkan rekomendasi dari Dewan Gelar Pahlawan Nasional. Sehingga tinggal penganugerahan saja. "Sudah memiliki Keppres, hanya tinggal proses penganugerahan saja," ujar Khofifah.

Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, yang juga Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu, pun membenarkan penundaan anugerah pahlawan nasional untuk dan Gus Dur.

Ia menyebut penundaan itu semata untuk memberi kesempatan proses verifikasi lebih dalam. Sehingga tidak ada lagi perdebatan di kemudian hari, jika memang kedua figur itu dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh negara.

"Bukannya dilambat-lambatkan (penganugerahan gelar pahlawan nasional). Sebenarnya kita menginginkan semua yang sudah diajukan menyandang gelar pahlawan nasional itu lolos. Tetapi kan ada yang tidak suka. Ya, kita hindarilah," ujar Ryamizard kala itu.

Jalan darah

Alur sejarah Indonesia memang berkelok-kelok. Kekuatan orde baru selama 32 tahun telah menimbun dalam beragam fakta di balik kisah masa lalu pemerintahan di Indonesia.

Nama dan , menjadi figur paling disorot oleh publik. Soekarno dengan kisah kelengserannya dan Soeharto dengan kabar pemberontakan dan lamanya berkuasa di Indonesia.

Tahun 1966, tepatnya pada perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Dalam sebuah dokumentasi video, Presiden pernah mengeluarkan pernyataan kontroversial.

Tak dirinci jelas siapa yang dimaksud . Namun pidato itu menjelaskan posisi yang seolah-olah memang ada pengkhianatan di pemerintahan. "Jangan jegal perintah saya. Jangan saya dikentuti," kata Soekarno kala itu.

Pidato saat itu, bertepatan dengan usainya sejumlah pemberontakan seperti pembunuhan para petinggi TNI dan disebut-sebut dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia. Di mana konon katanya, proklamator kemerdekaan RI itu telah menerbitkan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret).

Yang kabarnya, surat itulah yang kemudian menjadi alasan pembersihan PKI dan penyerahan kekuasaaan Soekarno ke . " sangat pandai bermain di belakang layar," kata Sukmawati, putri dari memberikan kesaksiannya.

Ya, apa pun itu. Konteks resmi sejarah Indonesia memang hingga kini masih abu-abu. Banyak pihak kini menyangsikan bagaimana sejarah yang sesungguhnya. Hanya saja memang faktanya, sejak menerima tampuk kekuasaan, ada jalan darah yang telah dilaluinya.

Entah itu, saat pembersihan PKI oleh militer atau pun pembungkaman berbagai suara berbeda yang menyuarakan soal sejarah atau yang memang tak pernah sejalan dengan pemerintahnya.

Perlukah gelar itu?

Baru-baru ini, dalam Musyawarah Nasional luar Biasa Partai Golkar pada pertengahan Mei 2016, ajuan untuk dijadikan pahlawan nasional kembali mencuat.

Sebabnya, ini menjadi keputusan bersama Munaslub Golkar, bahwa memang layak diusung menjadi pahlawan nasional. "Partai Golkar pernah mengusulkan jadi pahlawan nasional. Belum berhasil. Kali ini, Munas mengusulkan kembali ke DPP agar menjadi Pahlawan Nasional," kata Aburizal Bakrie, mantan ketua umum Partai Golkar.

Keinginan Golkar ini memang tak lebih sebagai bentuk apresiasi atas kepiawaian membangun Indonesia. Terlepas kontroversialnya sosok , namun ini telah menjadi salah satu misi Golkar untuk mewujudkannya.

Sejak itu, gelombang suara protes untuk pengajuan menjadi pahlawan nasional kembali mengalir deras. Dan salah satunya bahkan keras disuarakan oleh putri kandung dari Presiden , Sukmawati.

"Dia () adalah pelanggar HAM berat, dia adalah pengkhianat bangsa, pembunuh pahlawan, pembunuh pimpinan PNI dan massanya, pembunuh pimpinan PKI dan massanya, penganiaya menteri-menteri kabinet Dwikora, dan pada akhirnya pembunuh Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno," kata Sukmawati dengan nada keras.

Pendapat ini tentu tak sepenuhnya disetujui. tetap dianggap sebagai pahlawan. Ia telah memberikan jasa besar untuk Indonesia. “Kita jangan hanya melihat peran Pak Harto sebagai presiden selama 32 tahun memerintah. Lihat juga peran besar beliau dalam memerdekakan Indonesia," kata sesepuh TNI Kivlan Zein.

Lalu perlu kah tanda penghormatan ini? Sejauh ini, perdebatan terus mencuat. Sisi kelam Soeharto pada masa silam, menjadi ganjalan penting untuk menentukan apakah layak disebut pahlawan atau bukan.

Namun di sisi lain, pun tetap dianggap telah menorehkan keberhasilan besar dalam pembangunan Indonesia. Krisis ekonomi dan rendahnya mata dunia terhadap Indonesia telah dibuktikan oleh Soeharto saat ia menjabat.

Yang jelas, sejak lama keluarga memang tak berharap lebih untuk menjadikan pahlawan nasional. Sebabnya, dianggap telah menjadi pahlawan di mata keluarga dan bagi rakyat Indonesia.

"Beliau bagi keluarga besar sudah menjadi sosok pahlawan. Biar nanti masyarakat yang menilainya," kata Aryo Winoto, salah seorang keluarga dekat ketika di Yogyakarta, November silam. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya