'Mengejar' Wajib Pajak Kelas Kakap Ikut Tax Amnesty

Pengusaha nasional James Riady menerima bukti laporan dari Kanwil DJP Wajib Pajak Besar usai melaporkan tax amnesty di Kantor DJP Pajak, Jakarta, Jumat (2/9/2016).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Norman

VIVA.co.id – Jumat sore, 2 September 2016, ada pemandangan tak biasa di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Di mana seorang pengusaha nasional James Riady, pemilik group Lippo, menyatakan akan mengikuti program pengampunan pajak atau tax amnesty.  

Pertanyakan Program Tax Amnesty, Mahfud MD: Enggak Jelas Hasilnya!

Kehadiran James Riady sedikit memberikan gambaran positif bahwa Wajib Pajak (WB) besar seperti dirinya ternyata berminat dalam program pengampunan pajak tahap pertama yang berlangsung sejak 18 Juli 2016 hingga 30 September 2016 atau kurang dari tiga minggu lagi berakhir.

Selain James, Mantan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, juga turut melakukan pelaporan harta dan aset secara pribadi kepada negara dalam program tax amnesty tersebut. Kedua pengusaha itu mengakui langkah yang dilakukannya adalah wujud tanggung jawab sebagai warga negara.

Kemenkeu Tegaskan Tidak Akan Ada Program Pengampunan Pajak Lagi

Kedatangan dua pengusaha kakap itu, tentunya sangat disyukuri oleh otoritas pajak Indonesia. Sebab dua pengusaha tersebut memberikan angin segar dan contoh positif bagi para pengusaha atau WP besar lainnya untuk mau berpartisipasi dalam program istimewa ini.

Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, mengakui, dalam mengejar target tax amnesty tahun ini, dia terus merayu para WP besar untuk ikut serta. Bahkan, dia tak segan-segan untuk berkomunikasi langsung melalui telepon setiap hari untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi para WP besar agar mengikuti program itu.  

DJP Tegaskan Tax Amnesty Jilid II Ditegaskan Tak Langgar Aturan Pajak

Dia mengungkapkan, upaya melakukan komunikasi secara langsung kepada WP besar memang karena minat mengikuti tax amnesty sangat tinggi. Bahkan, Ken mengaku, para pengusaha saling berkomunikasi satu sama lain mengenai program tax amnesty ini. 

Payung Hukum

Hal itu pun juga tercermin dari permintaan para pengusaha untuk dibuatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bagi WP yang Memiliki Harta Tidak Langsung melalui Special Purpose Vehicle (SPV).

Realisasi amnesti pajak tak semulus asumsi dan kalkulasi.

Mantan Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi, mengungkapkan langkahnya ikut program tax amnesty sengaja dilakukan untuk menjadi contoh bagi para pengusaha lain di Indonesia. Terlebih dia tahu akan ada era keterbukaan informasi keuangan dunia pada 2018 nanti.

Menurut dia, program ini memberikan kesempatan bagi para pengusaha yang memang belum atau lupa untuk mencantumkan hartanya selama ini. Sebab, pengusaha besar di Indonesia memang banyak menjalankan bisnis tidak hanya di dalam negeri tapi juga di luar negeri, sehingga merasa sudah membayarkan pajaknya dengan benar.

“Banyak pengalaman pengusaha Indonesia, mereka tidak terpikirkan seperti saat ini. Mereka buat perusahaan di luar agar permudah mendapatkan pendanaan dan mencari pajak yang kecil, jadi dengan tax amnesty mereka akan clear kan dan mau buat ekonomi gerak lagi, bukan karena APBN,” jelas Sofjan kepada VIVA.co.id, Rabu 7 September 2016.

Dia mengungkapkan, masih rendahnya dana deklarasi harga di luar negeri maupun dana repatriasi saat ini bukan karena para pengusaha tersebut tidak berminat. Melainkan mereka masih mencarikan pendanaan untuk membayar tarif tebusan yang sesuai dengan aturan tax amnesty.

Selama ini, lanjut Sofjan, para pengusaha membutuhkan waktu lebih panjang untuk mencari pendanaan uang tebusan. Terlebih banyak dana yang di luar negeri juga terkait dengan pinjaman uang dari jaminan, sehingga mereka tidak siapkan cash flow dengan cepat. Untuk itu, butuh waktu lebih panjang terkait hal ini.

“Jadi bukan mereka tak berminat, tapi ini terkait dengan menyiapkan cash flow dan banyak dari mereka tidak siapkan cepat. Mereka juga mencari dana terhambat masalah legal di luar negeri, karena harus bayar utang dulu  baru uang bisa keluar,” tegasnya.

Baru 3,9 Persen

Dikutip VIVA.co.id dari data monitoring pengampunan pajak di situs resmi Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan (pajak.go.id), pada 7 September 2016 tercatat total tebusan baru sebesar Rp6,43 triliun atau 3,9 persen dari target tax amnesty tahun ini yang sebesar Rp165 triliun.

Mayoritas uang tebusan berasal dari wajib pajak (WP) Orang Pribadi (OP) Non Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang mencapai Rp5,45 triliun. Disusul dengan WP Badan non UMKM yang berkontribusi sebesar Rp625,6 miliar.

Kemudian, dari WP OP UMKM dan WP Badan UMKM yang masing-masing sebesar Rp336,3 miliar dan Rp12,6 miliar. Sementara dari komposisi harta, jumlah deklarasi dalam negeri sampai saat ini masih mendominasi komposisi harta.

Tercatat hingga kini, deklarasi yang berasal dari dalam negeri mencapai Rp212,2 triliun, jauh lebih tinggi dari kontribusi deklarasi yang berasal dari luar negeri yang hanya mencapai Rp59,4 triliun. Sedangkan repatriasi baru sebesar Rp14,7 triliun. Sehingga, totalnya menjadi Rp286,3 triliun.

Besarnya deklarasi harta luar negeri tersebut jika dibanding dengan peserta yang ikut repatriasi menunjukkan bahwa orang kaya Indonesia masih betah menaruh uangnya di luar negeri. 

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi.

Baca juga: 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mengatakan perlu upaya lebih keras lagi meyakinkan dan “mengejar” pengusaha Indonesia untuk ikut berpartisipasi dalam program pengampunan pajak.

Menurut dia, sejumlah pengusaha besar Indonesia dinilai masih ragu untuk memulangkan aset kekayaan mereka kembali ke Tanah Air meskipun pemerintah telah menyiapkan tampungan investasi. Dia juga berharap dilakukan pendekatan pada level lebih tinggi terkait kepastian hukum dan bisnis.

“Saya kira sudah harus pendekatan high level. Perlu kepastian hukum, kepastian bisnis. Presiden sudah bisa memanggil pengusaha ini yang ditawarkan hal yang konkret, dengan proyek di Indonesia. Jadi ini saatnya sudah harus memberikan prospektus bisnis yang konkret,” kata dia kepada VIVA.co.id.

Yustinus menjabarkan, kepastian hukum harus selaras untuk mendukung proyek-proyek bisnis investasi. Para penengak hukum harus benar-benar memahami tujuan dari program tax amnesty guna menghindari persoalan yang mungkin terjadi di kemudian hari.

“Mereka yang sudah ikut itu tidak akan diperiksa. Nah, seperti ini kan sudah harus diperjelas, supaya tidak menimbulkan simpang siur,” tuturnya.

Di samping itu, pemerintah daerah juga harus mendukung bisnis investasi dari segi kemudahan perizinan, logistik dan sebagainya. “Saya rasa sudah harus konkret semua sekarang,” ucapnya.

Sedangkan untuk target tax amnesty sendiri, Yustinus meramalkan, hingga Maret 2017 mendatang hanya sebesar Rp80 triliun. Menurut Yustinus, pemerintah seharusnya berpikir untuk memperluas basis pajak di mana hal itu yang menjadi tujuan tax amnesty.

“Tapi yang disasar itu menambah wajib pajak, menambah basis data, berarti data yang dilaporkan itu banyak. Ini kalau yang sudah benar kan penerimaan itu sebagai bonus, bukan sebagai target APBN. Itu untuk menjadikan tax amnesty tujuan semula, bukan menambal APBN,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya