Mengincar Dahlan Iskan

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan ditahan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Umarul Faruq

VIVA.co.id – Kamis malam, 27 Oktober 2016, bisa jadi menjadi hari yang tak bisa dilupakan Dahlan Iskan. Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di era Presiden SBY itu tersandung kasus korupsi, sehingga membuatnya harus meringkuk di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.

Survei LSI: Kepercayaan Publik terhadap Kejaksaan Naik Jadi 74 Persen

Dahlan ditahan usai menjalani pemeriksaan kelima kalinya oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur. Dahlan yang awalnya diperiksa sebagai saksi, ditahan setelah ditetapkan  sebagai tersangka pada hari yang sama.

Dahlan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi penjualan aset PT Panca Wira Usaha (PWU), dimana Ia pernah menjadi sebagai Direktur Utama di perusahaan milik Pemerintah Daerah (BUMD) Provinsi Jatim tahun 2000-2010.

MK Tak Pertimbangkan Amicus Curiae yang Masuk Lewat dari Tanggal 16 April 2024

Sebelum Dahlan, pihak Kejaksaan sudah lebih dulu menetapkan mantan Kepala Biro Aset PT PWU, Wishnu Wardhana,  sebagai tersangka. Sama dengan Dahlan, Wishnu juga ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya di Medaeng, Sidoarjo.

Kejaksaan mensinyalir ada dua aset PT PWU yang diduga bermasalah pelepasannya. Yakni aset di Kediri dan Tulungagung. Transaksi penjualan terjadi pada tahun 2003 silam. Penyidik menduga penjualan aset itu cacat hukum, dan uang hasil penjualan aset ditengarai tak seluruhnya masuk ke kas PT PWU.

Jokowi Ungkap Skandal Pencucian Uang Lewat Kripto hingga Rp 139T

Seperti biasanya, Dahlan menghadapi keputusan penahanannya itu dengan senyuman. Ia bahkan mengaku tidak kaget ketika Kejaksaan menetapkan dia sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi BUMD Jatim, dan pada akhirnya memasangkan rompi tahanan kepadanya.

"Saya tidak kaget dengan penetapan tersangka ini, biar juga ditahan, sebagaimana anda juga tahu, saya sedang diincar terus oleh yang lagi berkuasa," kata Dahlan sebelum masuk ke dalam mobil tahanan di depan lobi kantor Kejati Jatim, Surabaya, pada Kamis malam, 27 Oktober 2016.

Dahlan mengaku selama menjabat sebagai Direktur Utama PT Panca Panca Wira Usaha, BUMD Pemprov Jatim, telah melaksanakan tugas sebagaimana mestinya secara tulus. Dia bahkan mengaku tidak menerima gaji selama menjadi Dirut PWU dua periode, dari tahun 2000 sampai 2010.

"Biarlah sekali-kali terjadi seorang yang mengabdi setulus hati menjadi Dirut BUMD yang dulu begitu jeleknya tanpa digaji dan tanpa fasilitas apapun, kemudian harus menjadi tersangka, yang bukan karena makan uang, bukan karena menerima sogokan, bukan karena menerima aliran dana, tapi karena harus tandatangan dokumen yang disiapkan anak buah," ujar Dahlan.

Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Edy Birton, menjelaskan tiga alasan penyidik kenapa langsung menahan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan, setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pelepasan aset PT PWU, Badan Usaha Milik Daerah Pemprov Jatim, pada Kamis, 27 Oktober 2016.

"Alasannya (menahan Dahlan Iskan), khawatir (tersangka) menghilangkan barang bukti, untuk mempermudah proses penyidikan, dan memengaruhi saksi-saksi," kata Edy kepada wartawan.

Sedangkan terkait alat bukti, Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Jatim, Dandeni Herdiana memastikan ada tiga alat bukti yang sudah dikantongi penyidik untuk menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka.

"Alat bukti keterangan saksi, alat bukti keterangan ahli, dan alat bukti petunjuk (dokumen). Tiga alat bukti itu berkesesuaian satu sama lain," ujarnya.

Dandeni mengatakan bahwa Dahlan Iskan dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Soal rincian alat bukti itu nanti akan dibeberkan di persidangan," kata mantan Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Purwakarta, Jawa Barat, itu.

Kasus Dahlan
 
Tudingan Dahlan soal 'sedang diincar oleh yang lagi berkuasa' bisa jadi sangat beralasan. Pasalnya, bukan gara-gara kasus ini saja Dahlan terancam dipidanakan. Tapi, setidaknya ada empat kasus yang kini 'gencar' menyeret mantan Dirut PLN itu. Dua kasus ditangani pihak Kejaksaan, dan dua kasus lainnya ditangani Bareskrim Polri.

Sebelum menjadi tersangka di kasus aset PT PWU, Dahlan pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, atas Kasus Pembangunan Gardu Induk Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Dahlan diperkarakan saat masih menjabat Dirut PLN dengan membangun 21 gardu listrik. Kejati DKI saat itu menduga Dahlan melakukan rekayasa pembebasan lahan. Akibatnya, negara dirugikan sekitar Rp33,2 miliar.

Namun, sangkaan itu mental di praperadilan. Dahlan yang didampingi kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra menggugat keputusan Kajati DKI, dan akhirnya majelis praperadilan membatalkan penetapan status tersangka Dahlan Iskan.

Berbarengan dengan kasus gardu listrik, Kejaksaan Agung juga memeriksa Dahlan sebagai saksi untuk kasus Proyek Mobil Listrik. Dahlan yang saat kasus itu terjadi masih menjabat Menteri BUMN, diduga meminta sejumlah BUMN mensponsori pembuatan 16 mobil listrik. Kerugian negara dari proyek tersebut ditaksir mencapai Rp32 miliar.

Sedangkan di Bareskrim Polri, Dahlan sempat diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi tender proyek BBM high speed diesel (HSD). Kasus yang menyeret Dahlan itu terjadi saat dia masih menjabat Dirut PLN.

Dahlan diketahui membuka tender pengadaan 1,2 kiloliter per tahun BBM jenis High Speed Diesel. Namun, setelah diselidiki, polisi menduga, telah terjadi kesalahan prosedur tender. Sehingga kerugian dari tender proyek tersebut ditaksir Rp69 miliar.

Di kasus lainnya, Dahlan masih berstatus sebagai saksi di kasus dugaan korupsi proyek Cetak Sawah. Dahlan ditengarai menjadi inisiator proyek tersebut, saat dia masih menjabat Menteri BUMN. Bareskrim menaksir kerugian negara akibat proyek mencapai Rp317 miliar.

Untuk pemeriksaan Dahlan Iskan di kasus korupsi aset BUMD Jatim, sebelumnya memang mendapat perhatian khusus Jaksa Agung, M Prasetyo. Politikus Nasdem itu sempat kepergok menghubungi Kajati Jawa Timur Maruli Hutagalung, pada 18 Oktober 2016, untuk menanyakan update pemeriksaan Dahlan Iskan.

Kala itu, Maruli tengah diwawancarai wartawan terkait pemeriksaan Dahlan Iskan. Tiba-tiba telepon selulernya berdering, sebuah nomor menghubunginya, yang belakangan dia akui dari Jaksa Agung HM Prasetyo.
 
Bukan kali ini saja, Kejaksaan Agung 'merecoki' penyidikan kasus yang menyeret Dahlan Iskan di Kejati Jatim. Pada 25 Oktober 2016 lalu, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kejagung, Fadil Zumhana, mendatangi Kejati Jatim untuk menanyakan bukti-bukti kasus Dahlan Iskan.

Selain itu, sumber di lingkungan penyidikan mengatakan, kedatangan Dirdik Jampidsus juga untuk mengingatkan penyidik agar tidak blunder menangani kasus Dahlan.

Bantah Intervensi

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur, Maruli Hutagalung, bereaksi keras ketika ditanya wartawan soal tuduhan Dahlan Iskan yang mengaku diincar penguasa menjadi tersangka melalui Kejaksaan. Maruli menegaskan, bahwa penetapan dan penahanan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara itu bersih dari intervensi kekuasaan.

"Enggak ada (intervensi kekuasaan). Ini profesional. Sekarang saya tanya balik, yang dimaksud penguasa itu siapa, ya? Sekarang saya tanya," kata Maruli di kantor Kejati Jatim di Surabaya, Jumat, 28 Oktober 2016.

Mantan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung itu menuturkan, sama dengan kasus La Nyalla, dia mengaku kasus aset PWU sudah ditangani Kejati Jatim sebelum dia menjabat sebagai kepala.

"Perkara PWU sudah lama. Saya di sini sudah penyelidikan, bukti permulaan ditemukan, saya naikkan ke penyidikan. Sama seperti kasus La Nyalla. Jadi tidak ada itu intervensi dari Jaksa Agung, tidak ada intervensi penguasa," ujar Maruli.

Sementara itu, Asisten Intelijen Kejati Jatim, Edy Birton, mengatakan bahwa penetapan Dahlan sebagai tersangka berdasarkan alat bukti yang ada, bukan karena faktor nonteknis apapun, termasuk intervensi kekuasaan.

"Tersangka tidak hanya tahu (ada pelanggaran penjualan aset), tapi menyetujui dan menandatangani," ujarnya.

Tudingan Dahlan Iskan soal jadi 'incaran penguasa' rupanya terdengar sampai ke Istana Negara.  Juru Bicara Presiden, Johan Budi Sapto Pribowo, merasa yakin tudingan Dahlan itu tidak dialamatkan kepada Presiden Joko Widodo.

"Karena Presiden dalam penegakan hukum tidak pernah mengincar siapa pun," jelas Johan Budi, saat dihubungi, Jumat 28 Oktober 2016.

Johan menegaskan, selama ini Presiden Jokowi tidak pernah melakukan intervensi terhadap aparat penegak hukum dalam menjalankan proses hukum. "Penegakan hukum sepenuhnya diserahkan kepada institusi penegak hukum baik itu Kejaksaan, Kepolisian maupun KPK," lanjutnya.

Melawan

Atas keputusan Kejati Jatim yang telah menetapkan Dahlan Iskan dan menahannya, tim penasihat hukum Dahlan, Pieter Talaway, berencana mempraperadilankan Kejati Jatim. Dia menilai ada pelanggaran prosedur pada penetapan Dahlan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset PT BWU.

Selain mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka tersebut, Pieter Talaway, mengakui tim penasihat hukum akan menempuh upaya hukum lainnya, yakni mengajukan penangguhan penahanan Dahlan Iskan.

"Kami masih akan berdiskusi dulu dengan keluarga klien kami dan tim kuasa hukum. Kami juga akan melihat kondisi kesehatan Pak Dahlan, nanti akan diputuskan apakah mengajukan penangguhan penahanan atau praperadilan dulu," kata Pieter kepada VIVA.co.id pada Jumat, 28 Oktober 2016.

Sementara ini, lanjut Pieter, tim kuasa hukum masih mengkaji pokok perkara yang yang dijeratkan kepada Dahlan. Apalagi, lanjut dia, tim kuasa hukum masih belum dipastikan siapa saja dan dari kantor advokat mana. "Karena kemungkinan akan ada penambahan kuasa hukum," terang dia.

Yang jelas, kata Pieter, ada pelanggaran dilakukan Kejaksaan dalam proses hukum yang dilakukan kepada Dahlan Iskan. Secara materiil dia melihat juga tidak ada pelanggaran pada penjualan aset PWU, seperti disangkakan penyidik Kejaksaan. "Kejaksaan tidak ada bukti," katanya.

Lemahnya bukti itu, kata Ketua Dewan Kehormatan Peradi Surabaya tersebut, terletak pada belum ditemukannya kerugian negara pada proses penjualan aset PWU di Kediri dan Tulungagung tahun 2003 silam. Padahal, papar Pieter, Pasal 2 dan 3 UU Antikorupsi yang dijeratkan kepada Dahlan mengharuskan adanya unsur kerugian negara.

"BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan) belum selesai menghitung kerugian negaranya, tapi klien kami sudah ditetapkan sebagai tersangka. Bagaimana nanti kalau ternyata tidak ada kerugian negara," kata Pieter.

Sebelumnya, Asisten Intelijen Kejati Jatim, Edy Birton, mengatakan bahwa penyidik sudah memiliki bukti cukup sehingga bulat menetapkan Dahlan sebagai tersangka. Dia juga mengklaim bahwa penyidik menemukan kerugian negara dalam kasus ini. "Kepastian berapa kerugiannya masih dihitung BPKP," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya