Aliansi Besar-besaran Produsen Otomotif Jepang

Toyota kolaborasi dengan Suzuki.
Sumber :
  • Carmagazine

VIVA.co.id – Peta persaingan otomotif dunia kini tak lagi bisa ditebak. Sebab, sejumlah pabrikan otomotif kini ramai-ramai melakukan kolaborasi. Dahulu saling pukul, kini bisa saling rangkul. Setidaknya potret tersebut terlihat pada pabrikan roda empat merek Jepang.

Waspada, Ini Tanda-tanda Ban Mobil Mau Pecah!

Kabar terbaru datang dari Toyota. Raksasa otomotif asal Jepang itu memutuskan bekerja sama dengan Suzuki. Mereka sepakat guyub untuk melakukan pengembangan teknologi, baik lingkungan, keamanan dan informasi, serta saling memasok produk dan komponen, hingga pembiayaan. Putusan ini diketok melanjutkan rencana kerja sama yang sudah diembuskan pada Oktober 2016 lalu. Demikian dilansir Paultan.

Kabar ini tentu saja mengejutkan banyak pihak, bahkan sempat membingungkan para pengamat industri otomotif dunia. Bagaimana tidak, dengan begitu, makin banyak saja aliansi besar sesama produk Jepang saat ini. 

Vespa 140th of Piaggio: Edisi Terbatas Merayakan 140 Tahun

Dalam keterangan persnya, Presiden Toyota Akio Toyoda dan Chairman Suzuki Osamu Suzuki, seperti dilansir Asia Nikkei, menyatakan, kemitraan ini merupakan langkah strategis untuk menatap industri otomotif ke depan. "Kita sedang dalam keadaan perubahan yang sangat cepat dalam industri otomotif, perusahaan harus memiliki kemampuan untuk merespons perubahan untuk bertahan hidup," kata Toyoda.

Langkah Toyota memilih kerja sama dengan Suzuki tentu dipertanyakan banyak pihak. Apalagi Toyota kini tak lagi menjadi merek mobil terlaris di dunia setelah baru saja dilengserkan Volkswagen. Sebelumnya Toyota selama empat tahun berturut-turut mendapuk tahta tertinggi penjualan mobil di dunia. Tetapi pada 2016, Toyota ditambah dengan penjualan Hino Motors Ltd dan Daihatsu Motor Co, hanya berhasil mencatatkan angka 10,175 juta unit. Penjualan itu hanya meningkat 0,2 persen.

3 Kendaraan Hino Dapat Sertifikat TKDN

Sementara VW sepanjang 2016, mampu mencatatkan penjualan sebanyak 10,3 juta unit untuk mobil, truk dan bus, dengan peningkatan sebesar 3,8 persen. Demikian dilansir Automotivenews.

Meski demikian Toyota masih tak bisa dipandang sebelah mata, tercatat pabrikan raksasa itu sudah memiliki aliansi dengan beberapa perusahaan otomotif lainnya. Toyota saat ini memiliki saham 16,5 persen di Subaru, dan sempat pula menjalin kemitraan strategis dengan Mazda pada 2015 lalu. 

Selain itu, Toyota kini sudah mencaplok sepenuhnya saham Daihatsu dengan menaikkan kepemilikan saham dari 51 persen menjadi 100 persen di awal 2016. Toyota juga memiliki saham 5,9 persen di Isuzu, dan memiliki beberapa persen saham di Hino. Artinya dengan bertambahnya Suzuki masuk dalam lingkaran bisnis, Toyota bisa menjadi kekuatan besar ke depan. Demikian dilansir Japannese Car.

Sedangkan Suzuki, sebelumnya juga sempat menjalin kemitraan bisnis dengan Volkswagen selama dua tahun. Namun belakangan Volkswagen sempat terlibat skandal mesin diesel. Meski kemitraan masih dalam bentuk tahap eksplorasi dan tidak ada yang diatur dalam kerja sama tersebut, mungkin menjadi tepat bagi Suzuki untuk menggandeng Toyota untuk melangkah ke depan berharap terkatrol dalam banyak hal.

Selanjutnya>>> Dua aliansi besar lainnya...

Dua aliansi besar lain

Satu aliansi lainnya yang patut diperhitungkan adalah Renault-Nissan-Mitsubishi. Renault-Nissan tercatat baru saja mengakuisisi saham Mitsubishi sebanyak 34 persen dengan nilai US$2,2 miliar. Akuisisi dilakukan di saat Mitsubishi tengah terganjal skandal data konsumsi bahan bakar. 

Saat terpublikasi terus-menerus oleh media massa karena kecurangan Mitsubishi, banyak para pemegang saham memilih angkat kaki. Kepercayaan publik terhadap Mitsubishi juga sempat turun drastis, hingga memaksa Mitsubishi menerima tawaran "dicaplok" oleh Nissan. Demikian dilansir Greencarreports.

"Tidak mudah mengembalikan kepercayaan. Dengan Nissan kami akan bergerak ke arah tujuan itu. Melalui sejarah panjang kemitraan yang sukses, Nissan Motor telah mengembangkan pengetahuan yang mendalam tentang cara memaksimalkan manfaat dari kemitraan aliansi," kata Chief Executive Officer Mitsubishi Motors Osamu Masuko. "Perjanjian ini akan menciptakan nilai jangka panjang yang dibutuhkan kedua perusahaan kami untuk kemajuan di masa depan."

Sementara Chief Executive Officer Nissan Carlos Ghosn menyatakan, aliansi mereka adalah terobosan saling menguntungkan bagi Nissan dan Mitsubishi Motors. "Transaksi ini menciptakan sebuah kekuatan baru yang dinamis dalam industri otomotif yang akan bekerja sama secara intensif dan menghasilkan sinergi yang cukup besar. Kami menjadi pemegang saham terbesar dari Mitsubishi, namun kami akan menghormati merek mereka, sejarah mereka, dan meningkatkan prospek pertumbuhan mereka," kata dia.

Dengan adanya aliansi ini, Nissan tentu memiliki kekuatan besar untuk menjadikan mereka memimpin pasar otomotif ke depan. Sebelum Mitsubishi, Nissan juga belum lama ini mengakuisisi Renault dan baru saja membangkitkan brand legendarisnya, Datsun, pada 2014 lalu. Nissan juga kini berada "satu tenda" dengan Daimler dan Russia's AvtoVAZ.

Jika Toyota dan Nissan mengeluarkan jurus rangkul, berbeda dengan Honda. Saat ini Honda menjadi merek mobil yang terlihat kesepian, karena enggan beraliansi. Menurut Chief Executive Officer Honda Takahiro Hachigo seperti dilansir Automotivenews, meski sendiri namun mereka bisa menjual sekira 5 juta unit per tahunnya.

"Kami tidak memiliki aspirasi untuk membuat angka penjualan hingga 10 juta unit. Kami hanya ingin melakukan apa yang ingin kita lakukan sendiri tanpa kerja sama. Meski penjualan kami hanya mencapai 5 juta unit per tahun," kata Hachigo.

Hachigo menegaskan, tak berambisi seperti halnya merek lain untuk membentuk 'aliansi 10 juta unit' menyaingi Toyota, Nissan dan Volkswagen. Tetapi ucapan itu disampaikan akhir tahun lalu. Baru-baru ini, Honda memilih mengandalkan kerja sama dengan General Motors dan Hitachi Autos.

Dalam kerja sama itu Honda dan GM sepakat akan memproduksi sistem bahan bakar hidrogen canggih yang dapat digunakan di masa depan. Kerja sama ini ditempuh untuk memuluskan tren mobil hidrogen yang diprediksi akan populer. Produksi akan dimulai pada 2020 mendatang dan akan menciptakan hampir 100 pekerjaan baru. GM dan Honda akan menginvestasikan dana masing-masing US$85 juta untuk pengembangan teknologi ini.

Sedangkan dengan Hitachi, Honda sepakat membentuk usaha patungan untuk mengembangkan, memproduksi, dan menjual motor untuk mobil listrik. Kerja sama akan berkutat pada pasokan komponen untuk membangun mobil listrik, memperluas produk, dan menekan biaya pengembangan yang tinggi di segmen mobil ramah lingkungan.

"Memproduksi motor itu padat modal, sehingga bukan hanya manufaktur untuk tujuan sendiri, kami ingin memproduksi dalam volume besar dengan kemungkinan memasok berbagai pelanggan," kata Chief Executive Officer Honda Takahiro Hachigo seperti dilansir Reuters. "Dalam berpasangan dengan Hitachi, kami berharap untuk masuk pada keahlian dalam volume produksi."

Menurut Janet Lewis, direktur riset ekuitas Macquarie Capital Securities Jepang, penjajakan aliansi memang mulai dilakukan banyak produsen otomotif karena tantangan ke depan yang makin besar. Di tengah target penjualan yang mesti harus dikebut, namun ada ganjalan teknologi yang meminta mereka merilis kendaraan "hijau" ramah lingkungan.

"Ini adalah refleksi bahwa banyak teknologi baru yang dikembangkan untuk mobil tidak murah, sehingga perusahaan menemukan mitra yang mereka dapat berbagi beban dengan mengurangi risiko," kata Janet Lewis. "Tidak ada yang tahu persis di mana industri ini akan pergi, sehingga semua orang harus memiliki berbagai solusi. Ini adalah cara untuk mempersiapkan diri."

Sementara itu, jika digambarkan, ada tiga aliansi besar saat ini, yakni Toyota-Daihatsu-Hino-Subaru-Isuzu-Mazda-Suzuki; Nissan-Mitsubishi; dan Honda-GM-Hitachi.

Selanjutnya >>> Pengaruh ke Indonesia?

Pengaruh ke Indonesia?

PT Toyota Astra Motor selaku agen tunggal pemegang merek Toyota di Indonesia menyatakan kolaborasi yang diputuskan oleh principal mereka dengan principal Suzuki di Jepang tak akan berpengaruh ke Tanah Air. Hal itu disampaikan Executive General Manager PT TAM Fransiscus Soerjopranoto.

Kata dia, sangat jauh bila saat ini bicara kerja sama keduanya di Indonesia. Sehingga baik Toyota dan Suzuki di Indonesia belum akan mengambil langkah lanjutan. "Hal ini, tidak terjadi di negara Indonesia. Tidak ada dampak (di Indonesia)," ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu 8 Februari 2017.

Franciscus menjelaskan, kerja sama antara principal Toyota dan Suzuki lebih mengarah pada sistem operasional. "Sepengetahuan saya, Toyota dan Suzuki menjalankan kerja sama operasional. Misalnya, menjual Toyota dengan menggunakan jaringan Suzuki yang telah ada di suatu negara," kata dia.

Hal senada disampaikan Deputy Managing Director 4W PT Suzuki Indomobil Sales, Setiawan Surya, sampai saat ini pihaknya masih belum mendapatkan informasi perihal kerja sama yang dilakukan oleh Toyota dan Suzuki di Jepang. Kesepakatan kemungkinan akan banyak mengacu pada pengembangan antara kedua perusahaan. 

"Mungkin develop ya. Kalau saya baca, salah satunya karena cost development kan memang mahal, cuma tidak tahu seperti apa. Kalau bicara teknologi, tidak jauh seperti bicara handphone, kalau di mobil misalkan platformnya," kata dia.

Setiawan menganalogikan semakin banyak pelaku industri yang bergabung untuk kolaborasi, tentu akan semakin murah pula biaya yang dikeluarkan untuk melahirkan sebuah produk yang dihasilkan. "Ini kan istilahnya kerja sama antara ibu dan ibu, anak kan tidak tahu, kalau sudah fixed baru kita diajak."

Lain hal dengan Toyota-Suzuki, Mitsubishi dan Nissan di Indonesia sudah mengambil langkah lanjutan dengan menggelar pertemuan. Meski belum ada putusan apakah mereka akan membuat produk baru di Indonesia atau berbagi jaringan penjualan, namun pertemuan baru dilakukan pasca-tujuh bulan Nissan mengakuisisi Mitsubishi.

Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur PT Krama Tiga Berlian, Hisashi Ishimaki. "Soal kerja sama itu, kami telah bertemu dengan Nissan Indonesia. Pertemuan itu masih dalam proses diskusi saja antara kami dan Nissan," ujarnya di Bekasi, Jawa Barat, Senin 30 Januari 2017.

Ishimaki menuturkan, pertemuan tersebut merupakan hal yang wajar. Sebab di tingkat global Nissan dan Mitsubishi tengah dalam pembicaraan berbagai rencana ke depan. "Kerja sama Nissan-Mitsubishi di global sudah memasuki perencanaan ke depannya itu bagaimana. Sementara untuk melanjutkan program ke depan secara serius, Mitsubishi Indonesia masih belum ada pembicaraan lebih lanjut dengan Nissan Indonesia. Hanya sebatas diskusi saja."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya