Ahok Belum Tumbang

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id – Senyum semringah mengembang di wajah Ahok dan Djarot ketika Sumarsono, pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta menyambut keduanya di Balai Kota.

Tok! Panji Gumilang Divonis Satu Tahun Penjara

Sore itu, Sabtu, 11 Februari, genap sudah tiga bulan, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat merampungkan cuti.

Ya, keduanya kembali resmi menjadi Gubernur dan Wakil, serah terima jabatan pun sudah dilakukan dari Sumarsono yang sebelumnya ditunjuk Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sejak 28 Oktober 2016.

Gus Samsudin Terancam Dijerat Pasal Berlapis gegara Video Aliran Sesat Tukar Pasangan

Meski begitu, Ahok sepertinya tidak menganggap hal itu sebagai sesuatu yang istimewa. Ia hanya menjawab datar ketika ditanyai apa aktivitas yang akan dilakukannya usai menjabat lagi sebagai gubernur. "Rutin saja," kata Ahok singkat di Balai Kota DKI Jakarta.

Ahok saat kampanye di Cililitan

Pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang Dituntut 1,5 Tahun Penjara

FOTO: Basuki TJahaja Purnama atau Ahok saat menemui warga di Jakarta beberapa waktu lalu

Sengkarut Ahok
Ahok, lelaki kelahiran Manggar Belitung Timur pada 1966 ini sejak lama dikenal kontroversial. Perjalanannya meraih dan menempati kursi DKI 1 sejak ditinggal Joko Widodo yang didaulat menjadi Presiden RI sejak 19 November 2014, memang penuh dengan serba serbi.

Sebab itu, mahfum kemudian ada beberapa yang beranggapan, bukan Ahok namanya kalau tidak kontroversial.

Namun demikian belakangan ini, nama Ahok makin panas. Ulah kontroversialnya menyulut api di mana-mana. Dari warung kopi pinggir jalan sampai tongkrongan mahal membicarakan lelaki berdarah Tionghoa ini.

Ini ditengarai oleh sebuah potongan video ketika Ahok bertatap muka dengan warga di Kepulauan Seribu. Dalam tatap muka yang dihadiri warga dan petinggi setempat itu, Ahok rupanya menyitir ayat suci Alquran.

Tak ayal, ucapan itu akhirnya bak api disiram minyak. Meluas dengan cepat dan membakar hati umat Muslim. Ahok pun dilaporkan ke polisi.

Ucapan maaf yang sempat dilontarkannya tak mempan. Gelombang massa pun menggoyang Jakarta. Dipelopori oleh Front Pembela Islam (FPI), Ahok pun dicap sebagai orang yang melecehkan umat Islam.

Dan tepat pada 16 November 2016, calon gubernur yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Golkar, Nasional Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Hanura itu ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri dengan total laporan berjumlah 14 aduan.

"Kalau ada yang ngomongin papamu tersangka, kamu harus bilang, kami bangga papa tersangka, bukan karena (menjadi) koruptor," kata Ahok di hadapan pendukungnya sehari usai jadi tersangka penodaan agama.

Ya, dengan tenang pria yang kini didampingi Djarot Saiful Hidayat untuk Pilkada DKI 2017 itu, mencoba meredam gejolak para pendukungnya.

Apa pun itu, kasus Ahok sejatinya memang bukan itu saja. Lelaki ini bak banyak musuh dan menuai laporan cukup banyak yang berkaitan dengan hukum. Lalu apa saja kasus itu?

VIVA.co.id mencatat setidaknya ada tujuh polemik besar yang membeit calon gubernur nomor urut dua tersebut. Berikut sejumlah polemik yang membelit Ahok:

1. Reklamasi Teluk Jakarta
Proyek reklamasi Teluk Jakarta yang disebut  sudah ditelurkan sejak era Presiden Soeharto ini, ikut menjadi sandungan Ahok. Ia diduga menyalahi aturan soal pemberian izin. Sebab kebijakan yang dinilai akan merusak ekosistem itu terkesan dipaksakan Ahok di periode kepemimpinanya.

2. Tanah Sumber Waras
Badan Pemeriksa Keuangan pernah mengungkap ada kerugian negara senilai Rp191 miliar dari proyek pembangunan RS Sumber Waras. Kasus itu pun dilaporkan ke KPK dan lagi-lagi Ahok tersangkut.

Ahok menuding bahwa BPK telah salah menghitung kerugian negara. Sebab itu di lahan yang berbeda. Ahok dan BPK pun berseteru ditambah lagi dengan penyelidikan KPK justru menyebut tidak ada kerugian negara.

3. Sengketa Luar Batang
Di periode Ahok, ia mencanangkan pendirian kawasan wisata bahari Selat Sunda Kelapa. Atas itu, kemudian warga yang bermukim di tanah ilegal seperti di Kampung Luar Batang dan Pasar Ikan Jakarta Utara akhirnya digusur oleh Ahok.

Meski Ahok mengganti rugi dengan rumah susun. Namun masalah ini tak semudah itu.

MUI dengan curhatan warga Luang Batang yang menjadi korban penggusuran

FOTO: Majelis Ulama Indonesia menyambangi warga Kampung Luar Batang usai penggusuran

4. Ribut hewan kurban
Ahok juga tersandung soal hewan kurban. Ia pernah menerbitkan aturan bahwa tidak boleh ada aktivitas menjual dan menyembelih hewan kurban di jalur hijau Pemda DKI Jakarta. Aturan itu pun langsung menuai reaksi.

Ahok pun dicap sebagai orang yang mengekang kebebasan beragama dan beribadah. Hingga kini, polemik ini menjadi muatan kebencian-kebencian terhadap Ahok.

5. Robohnya Kalijodo
Setelah puluhan tahun, di zaman Ahok kawasan yang sudah menjadi rahasia umum sebagai tempat prostitusi terbesar di Jakarta dirobohkan.

Penggusuran kawasan ini jelas bukan perkara mudah. Mereka yang bertahun-tahun hidup di kawasan hitam ini pun melawan. Sejalan itu, muncul isu-isu soal penghilangan hak, kekerasan, penganiayaan yang dilakukan anak buah Ahok terhadap warga kalijodo.

Wajah Baru Kalijodo

FOTO: Wajah baru Kalijodo, kawasan prostitusi terbesar di Jakarta yang telah digusur dan dibersihkan

6. Perang Bantar Gebang
Ahok pernah menyulut perang dengan pemerintah Kota Bekasi soal sampah di Bantar Gebang. Truk-truk sampah milik DKI Jakarta pun diadang tak boleh masuk kawasan ini. Saat itu, Ahok menuding bahwa pihak ketiga yang sedianya mengelola TPS Bantar Gebang bermasalah.

Namun demikian, polemik ini mereda usai Presiden Joko Widodo turun tangan menengahi.

7. Mafia Anggaran
Ahok dan DPRD tak pernah akur. Ia pernah murka soal adanya dugaan dana siluman senilai Rp8,8 triliun yang sengaja dilakukan oleh DPRD DKI.

DPRD yang kebakaran jenggot pun menantang ribut dengan Ahok. Saling tahan menahan pengesahan APBD pun terjadi. Dan sekali lagi, Ahok menambah musuh di lembaga legislatif yang sedianya menjadi partnernya dalam memerintah itu.

Belum Tumbang

Dan kini, di rumitnya sengkarut poemik yang membelit Ahok dan desakan agar ia turun takhta yang menggema. Ahok kini tetap menjadi gubernur DKI Jakarta.

Ahok belum tumbang. Secara sah, Mendagri Tjahjo Kumolo bahkan menyebut siap bertanggung jawab atas putusannya mengangkat Ahok kembali menjadi gubernur usai masa cutinya.

Status terdakwa yang kini tersemat kepada Ahok, tak menjadi halangan. "Saya sebagai Mendagri akan mempertanggungjawabkan kepada Presiden keputusan terkait Gubernur Ahok," kata Tjahjo, Jumat, 10 Februari 2017.

Dasar pengangkatan itu, berdasarkan penjelasan dari Kepala Biro Hukum Kemendagri, Widodo Sigit Pudjianto, adalah perkara penodaan agama yang membelit Ahok, pasal yang dikenakan kepadanya belum jelas.

Sementara, jika merujuk ke Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah Pasal 83, maka yang bisa membuat seorang kepala daerah itu diberhentikan sementara adalah karena didakwa melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara paling singkat lima tahun.

Itu pun dengan perkara yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah negara.

Aksi 4 November yang digelar di sekitar Bundaran Bank Indonesia, Jakarta

FOTO: Umat muslim dari berbagai daerah yang memprotes ulah Ahok menyitir ayat suci Alquran

Dan kini, meski telah beberapa kali sidang, Ahok sejatinya didakwa dalam dua pasal, yakni Pasal 156 dan 156a. Di mana dalam ketentuan ini, hanya Pasal 156a yang memberikan hukuman penjara maksimal lima tahun. Sedangkan Pasal 156 hanya pidana penjara paling lama empat tahun.

Atas dasar itu, kata Sigit, Kemendagri mengambil sikap. Jika memang hingga tanggal 11 Februari 2017, yang merupakan masa akhir cuti kampanye Ahok belum juga ada kepastian tuntutan, maka Ahok layak diangkat kembali jadi Gubernur DKI Jakarta.

"Kami tidak mau gegabah mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara Pak Ahok, karena bisa saja ada tuntutan balik," ujar Sigit.

Sikap Kemendagri ini kemudian kembali menuai polemik. Apalagi, sehari sebelumnya mantan ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, sudah melontarkan bahwa pengangkatan kembali Ahok sebagai gubernur ada masalah.

"Tidak bisa menyatakan menunggu tuntutan lho, ini kan dakwaan kok. Dakwaannya sudah jelas," kata Mahfud di gedung KPK, Kamis, 9 Februari 2017.

Menurut Mahfud, secara ketentuan tidak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok jadi Gubernur lagi. Jika pun ada, itu menjadi ranah presiden dalam Peraturan Pengganti Undang-undang atau dengan kata lain mencabut dahulu Pasal Nomor 83 dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

"Presiden boleh mencabut pasal itu, misalnya dengan hak subjektifnya, asalkan mau menanggung seluruh akibat politik dari pencabutan pasal itu," kata Mahfud.

Umar Hasibuan, pengamat politik yang juga mantan staf khusus Mendagri Bidang Otonomi Daerah, juga menyerukan agar Ahok dicabut jabatannya dari gubernur.

Sebabnya seragam dengan Mahfud, yakni status Ahok telah menjadi terdakwa. "Mendagri mestinya tunduk dan patuh terhadap UU Pemerintahan Daerah," katanya.

Anggota Komisi II DPR, Bambang Riyanto, menilai pengangkatan itu kental dengan aroma politis. Meski enggan tegas menyebut siapa di balik keputusan Mendagri tersebut, Bambang cuma mengisyaratkan bahwa Ahok bukan orang sembarangan di era pemerintah saat ini.

"Bicara soal hati enggak bisa dibohogi. Faktor politis kan bisa dibaca itu dia berasal dari mana," kata Bambang.

Lalu bagaimana respons dari mereka yang di belakang Ahok? Ace Hasan Syadzily, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, menyambut baik apa yang diputuskan pemerintah.

Ia meyakini bahwa keputusan itu bukan sekadar keputusan biasa. "Mendagri pasti punya argumentasi hukum yang jelas," katanya.

Lalu, apa pun itu, masa pencoblosan Pilkada DKI 2017  yang juga diikuti oleh 100 daerah lainnya akan berlangsung dua hari lagi.

Jakarta pasti punya gubernur nanti. Soal pilihan itu adalah hak masing-masing orang menentukan. Mungkin saja Ahok cuma tiga hari ini lagi menjabat gubernur.

Atau mungkin juga menjabat lagi tiga hari ini ditambah lagi lima tahun ke depan lantaran terpilih lagi di bilik suara. Yang jelas, polemik ini telah cukup melelahkan. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya