Kasus 'Lift Jatuh' Bikin Jakarta Terhenyak Lagi

Petugas evakuasi penumpang lift jatuh di Gedung BRI II.
Sumber :
  • Repro Twitter

VIVA.co.id – Pemerintah, pengelola gedung, dan juga masyarakat di Jakarta sepertinya masih belum juga belajar dari “kecelakaan-kecelakaan di masa lalu.” Padahal ini menyangkut keselamatan banyak orang. 

Sistem Keselamatan Lift Gedung-gedung Jakarta Akan Diaudit

Semua pihak baru terhenyak bila “kecelakaan” itu terulang lagi, apalagi sampai menimbulkan korban yang banyak. Kecelakaan lift merupakan salah satu contoh yang jelas. Terjadi lagi dalam rentang waktu sekian bulan, tanpa ada perbaikan maupun mekanisme pencegahan yang berarti, padahal sudah memakan korban jiwa.

Kasus terbaru terjadi di sebuah pusat perbelanjaan pada Jumat pekan lalu. Kali ini, korbannya lebih banyak, walaupun tidak sefatal kasus sebelumnya. Seperti yang lalu-lalu, aparat berwenang langsung menyelidiki, pemerintah setempat berkomentar sambil mengingatkan aturan-aturan yang sudah ada, dan publik kembali melontarkan komentar yang beragam – ada yang menganggapnya sebagai “suatu musibah” dan ada pula yang menyayangkannya sebagai “buah keteledoran” atau “sikap abai” banyak pihak.    

Olah TKP Lift Jatuh di Blok M Square Diulang

Yang jelas, gara-gara terulangnya lagi kasus serupa, sebanyak 25 orang dilarikan ke rumah sakit karena menderita luka-luka. Mereka merupakan penumpang lift di pusat perbelanjaan Blok M Square, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Mereka mendapat perawatan medis di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), setelah lift yang ditumpangi terjun bebas dari lantai tujuh ke lantai dasar gedung, Jumat, 19 Maret 2017.

Besok, Polisi Periksa 7 Saksi Lift Jatuh di Blok M Square

Sejumlah saksi mata, termasuk korban menceritakan, saat lift jatuh menghujam bumi. Ada lebih dari 30 penumpang di dalamnya. Padahal, lift hanya berkapasitas daya angkut maksimal 24 penumpang.

Keterangan para saksi dan korban, sama dengan dugaan sementara yang dikeluarkan pihak kepolisian, terkait penyebab jatuhnya lift. Dugaan juga diperkuat dengan alat bukti berupa rekaman kamera keamanan alias CCTV, yang diamankan polisi di lokasi.

"Ini berkembang kembali setelah kami menganalisa CCTV. Diduga ada sekitar 30-an yang keluar dari lift tersebut," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Polisi Budi Hermanto, Sabtu, 18 Maret 2017.

Peristiwa jatuhnya alat angkut vertikal itu, bukan kali ini saja terjadi di Jakarta. Sebelumnya, pada Jumat, 20 Januari 2017, dua penumpang mengalami luka berat. Akibat jatuhnya lift di Gedung BRI II, Jalan Sudirman, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Jauh hari sebelumnya, Minggu, 19 Juni 2016, peristiwa jatuhnya lift juga terjadi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati, Jakarta Selatan. 

Lift di gedung fasilitas umum ini, jatuh dari lantai empat ke lantai dasar, hingga menyebabkan delapan penumpang menderita luka dan patah tulang.

Tak jauh berbeda dengan tragedi jatuhnya lift di Blok M Square, lift RSUP Fatmawati, belakangan terungkap jatuh akibat kelebihan muatan atau over kapasitas. 

"Iya melebihi kapasitas, yang seharusnya 11 orang diisi 12 orang, sehingga jatuh. Jadi 12 orang itu tetangga semua yang mau jenguk," kata Komite Etik Hukum RSUP Fatmawati, Tamrin, di RSUP Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan, Senin, 20 Juni 2016.

Peristiwa jatuhnya lift yang lebih tragis terjadi di Gedung Nestle Tower B Kompleks Perkantoran Arcadia di Kantor PT. Nestle Indonesia, Jalan TB Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Kamis 10 Desember 2015.

Tiga orang itu dianggap lalai merawat lift di gedung tersebut, sehingga menyebabkan kecelakaan, yang menewaskan dua karyawan Nestle. 

Langgar Aturan

Langgar Aturan

FOTO: Polisi memasang garis kuning di lift yang jatuh di RS Fatmawati

Dari kejadian-kejadian itu, dapat diketahui, penyebab terbanyak jatuhnya lift di gedung-gedung Jakarta, selama beberapa tahun belakangan. Karena dipaksa beroperasi dengan melampaui batas maksimum daya angkut.

Terutama di jam-jam sibuk, seperti yang terjadi di kasus jatuhnya lift di Gedung BRI II, lift RSUP Fatmawati dan lift Blok M Square.

Padahal, seharusnya penyebab ini tak akan terjadi, jika sistem pengamanan dan peringatan pada lift tersebut, telah sesuai standar yang diterapkan pemerintah. 

Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI, nomor 32 tahun 2015. Tentang syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja lift untuk pengangkutan orang dan barang.

Untuk kasus jatuhnya lift di Blok M Square, ada saksi dan korban yang menceritakan, memang sensor peringatan tanda bahaya telah berbunyi, ketika pintu lift akan tertutup. 

Sebab, saat itu jumlah orang di dalam lift melebihi daya angkut. Tapi, dalam kondisi darurat itu, lift tetap beroperasi turun dari lantai tujuh menuju lantai bawah. 

Salah satu korban terluka bernama Widya Ningrum menceritakan, dia sempat masuk ke dalam lift dari lantai lima ke lantai tujuh. Tetapi, saat berada di lantai tujuh, tak ada penumpang yang mau keluar dari lift. Semuanya memilih ikut turun bersama lift.

"Kemudian pada saat turun, lift berasa berbeda di lantai lima, kemudian sempat berhenti di lantai satu dan kemudian lift jatuh ke ground (basement)," ujarnya setelah kejadian.

Dan, ternyata sejalan dengan dimulai penyelidikan atas kasus ini, tim dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri  juga menyoroti tentang sensor peringatan tanda bahaya itu.

"Memang dari hasil yang sementara ini didapat akan melihat, apakah sensor yang ada pada lift tersebut berfungsi kepada sistem pengamanan. Ini yang masih butuh waktu untuk dilakukan peninjauan kembali," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Polisi Budi Hermanto di Blok M Square, Sabtu, 18 Maret 2017.

Sadar dan peduli keselamatan

Sadar dan peduli keselamatan?

FOTO:Lift jatuh di Blok M Square, Jakarta  Selatan, Jumat, 17 Maret 2017.

Jadi, dari penyebab terbanyak itu, bisa disimpulkan, faktor manusia yang tak sadar dan tak peduli pada keselamatan diri, menjadi hal penting yang harus dibenahi pemerintah. 

Menyadarkan masyarakat agar patuh pada aturan keselamatan yang telah ditetapkan melalui Permen Ketenagakerjaan nomor 32 tahun 2015.

Dengan adanya serangkaian kasus ini, masyarakat diimbau untuk tidak memaksakan diri masuk ke dalam lift, yang sudah dalam kondisi kelebihan jumlah penumpang.

"Jadi lift itu dibuat ada beban tertentu. Jadi saya minta kepada masyarakat Jakarta, kalau liftnya sudah bunyi (tanda kelebihan beban), tolong jangan paksa lagi, karena melebihi kekuatan kabel," ujar Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Jakarta Pusat, Sabtu, 18 Maret 2017.

Selain itu, pemerintah daerah setempat memiliki tanggungjawab untuk melakukan audit standar keselamatan lift orang dan barang. Sebab, tidak menutup kemungkinan juga ada kelalaian pihak pemilik gedung dan operator lift dalam kecelakaan tersebut.

Seharusnya, audit terhadap kondisi lift di Blok M Square sudah dilakukan Pemprov DKI. Sebab, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, tahun lalu pernah memerintahkan Dinas Tata Kota DKI Jakarta untuk mengaudit sistem keselamatan gedung.

"Kalau di Blok M kan sebetulnya sudah harus diaudit, memang semua gedung itu harus ketat disertakan sertifikat layak fungsi. Jadi memang harus ketat pengawasannya," kata Djarot di Jakarta, Minggu, 19 Maret 2017.

Djarot mengatakan, jika terbukti ada kelalaian dari pihak pengelola gedung. Maka Pemprov DKI akan menjatuhkan sanksi.

"Ini Pemda bisa kasih sanksi kalau terbukti lalai. Tapi mesti dicek ini kesalahan siapa, atau bisa saja lift itu harusnya 10 orang tapi dinaikin 30 orang, ya ambruk. Makanya kita harus lihat dahulu kronologinya seperti apa," kata dia.

Sudah saatnya pemerintah benar-benar menerapkan peraturan yang telah dibuat, untuk melindungi masyarakat dari petaka-petaka yang menanti di lift gedung Jakarta. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya