Indonesia Masuki Era Kendaraan Listrik

Ilustrasi Mobil listrik
Sumber :
  • http://4muda.com

VIVA.co.id – Bahana kendaraan listrik mulai bergaung di Indonesia. Meski masih jauh dari popularitas, namun keberadaannya mulai dilirik masyarakat, setelah beberapa jenama merilis produk kendaraan yang santun terhadap lingkungan, baik itu roda empat-hibrida- maupun roda dua.

Mudik Pakai Mobil Listrik, Perhatikan Suhu Cuaca dan Ban

Di roda empat, baru-baru ini muncul Tesla Model X, mobil listrik murni buatan Amerika Serikat. Mobil ini dibawa oleh Prestige Image Motorcars --importir umum mobil mewah di Indonesia. Di roda dua, muncul beberapa motor listrik seperti Zero Motorcycle, serta Gesits dari Garansindo dan Q1 dari Viar Indonesia.

Jauh sebelum itu, beberapa pabrikan juga sudah merilis kendaraan ramah lingkungan. Di roda empat banyak mobil yang sudah mengusung teknologi hibrida, yakni penggabungan motor listrik dan mesin konvensional.

Kemenperin Dorong IKM Berperan dalam Ekosistem Kendaraan Listrik

Mobil ini juga masuk dalam kendaraan ramah lingkungan. Beberapa di antaranya adalah Prius, Camry, X Trail, Alphard, CR-Z, serta i3. Namun, popularitasnya memang masih jauh dari kendaraan-kendaraan bermesin konvensional (mesin murni).

Terkait mulai maraknya kendaraan ramah lingkungan di Indonesia, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, Indonesia memang sudah seharusnya mulai mengikuti tren dunia soal program mobil rendah karbon.

Ragam Kendaraan Listrik Canggih Siap Meriahkan Pameran PEVS 2024

Apalagi, ini berkaitan dengan isu penyelamatan lingkungan dan rencana melepaskan diri dari ketergantungan bahan bakar fosil. Sebenarnya, secara teknologi para perusahaan otomotif dikatakan sudah memiliki teknologi yang bisa menjawab isu soal lingkungan. Tetapi, semua tentu masih harus dikembalikan ke penerapan dan aturan di Indonesia.

"Pada prinsipnya teknologi itu ada. Tinggal kapan teknologi itu diterapkan di Indonesia, tergantung pada regulasi dan infrastruktur. Pasarnya sebenarnya masih terbuka dan menjadi potensi yang bisa digarap para pabrikan dengan menyediakan mobil ramah lingkungan. Bahan bakar minyak kita menurun dan harus cari alternatif, ini sejalan dengan pemerintah yang tengah menyiapkan gas," kata Kukuh.

Berikutnya, harga mahal>>>

Harga mahal

Meski didengung-dengungkan menjadi kendaraan yang bersahabat dengan alam, namun ada satu kasus mendasar yang membuat masyarakat nampak enggan melirik kendaraan ramah lingkungan, seperti hibrida, atau listrik. Yakni, soal harga yang tinggi.

Beberapa contoh, Nissan membanderol X-Trail hibrida dengan harga Rp625 juta, lalu Toyota membanderol Alphard hibrida dengan Rp1,4 miliar, serta Camry Rp700 jutaan. Untuk Tesla model X --mobil listrik murni-- dijual di Indonesia dengan harga Rp2,6 miliar.

Harga-harga mobil listrik, atau hibrida tentu berbeda dengan mobil bermesin konvensional yang bisa ditebus dengan harga Rp100 jutaan. Di roda dua saja, ada produk motor listrik yang dijual dengan harga mulai Rp179 jutaan. Ini yang kemudian dianggap menjadi salah satu momok masyarakat mengapa kendaraan listrik, atau hibrida belum populer di Indonesia.

Menurut Ketua Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo, mahalnya mobil listrik, atau hibrida di Indonesia, karena pemerintah belum memberi insentif khusus. Hal ini membuat harga mobil listrik, atau hibrida di dalam negeri melambung tinggi. Seperti Tesla model X, jika di Indonesia dijual dengan harga Rp2,6 miliar, di negara asalnya Amerika Serikat, mobil itu dijual dengan harga US$80 ribu, atau Rp1 miliaran.

"Karena beban bea masuk dan pajak barang mewah sangat tinggi. Harus ada insentif dari pemerintah agar harganya lebih murah, pasti nanti lebih terjangkau. Tapi memang, akan memukul industri mobil Jepang," kata pria yang karib disapa Bamsoet ini.

Sebenarnya, kendaraan non bahan bakar dianggap penting dan mendesak untuk disosialisaikan, karena sangat ekonomis. “Nilai ekonomisnya, enggak perlu perawatan busi dan lain sebagainya. Artinya, tak perlu lagi memikirkan servis segala macam. Jadi, contoh penghematan ekonomi. Harusnya pemerintah memberikan insentif inovasi pada kendaraan yang memiliki teknologi canggih,” ujarnya.

Masih rendahnya minat masyarakat akan kendaraan hibrida, atau listrik tidak semata-mata, karena harga yang mahal. Tetapi, dari kebiasaan masyarakat yang masih tergantung dengan kendaraan bermesin konvensional.

Salah satunya, karena kendaraan listrik masih dinilai masyarakat belum efisien, mengingat infrastruktur yang belum memadai. Lalu, karena jarak tempuh yang masih terbatas dibanding dengan mobil bermesin konvensional.

Karena hitung-hitungan antara penggunaan dan pengisian listriknya, masyarakat lalu takut kehabisan baterai di jalan raya. Apalagi, belum adanya infrastruktur yang memadai seperti pengisian baterai seperti laiknya pengisian bahan bakar umum.

Selanjutnya --->>> Harus ada 2.200 mobil listrik di RI pada 2025

Pemerintah serius

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, saat ini, pemerintah tengah serius mengembangkan kendaraan hibrida dan listrik di Tanah Air.

Regulasi sendiri sudah diterbitkan, yakni Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Beleid ini ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2017.

Kendati demikian, diakui pemerintah masih menyusun insentif kebijakan insentif fiskal untuk produksi mobil dan motor listrik. 

Dalam amanat Perpres disebut, setidaknya harus ada 2.200 mobil listrik, atau hibrida dan 2,1 juta sepeda motor listrik yang beredar di jalan-jalan Indonesia pada 2025 mendatang. Terlebih, Indonesia memang mulai gencar menggalakkan pengembangan kendaraan listrik, karena menyepakati komitmen Conference of Parties (COP) ke-21 di Paris, soal penurunan emisi karbon sebesar 29 persen pada 2030 mendatang.

Untuk memuluskan rencana, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian kemudian meminta ke para produsen otomotif untuk terus melakukan riset dan pengembangan untuk menghadirkan kendaraan ramah lingkungan. Sementara itu, pemerintah serta pihak terkait lainnya, menyiapkan perangkat pendukungnya termasuk insentif. Produsen otomotif pun dikatakan sudah menyanggupinya.

“Kita memberikan peluang bagi pelaku industri otomotif untuk mengembangkan mobil listrik, atau mobil ramah lingkungan lainnya. Ini juga merupakan salah satu komitmen Pemerintah Indonesia, dalam upaya menurunkan emisi sebesar 29 persen pada 2030,” ujar Putu.

Untuk kendaraan listrik, pemerintah juga disebut terus mendorong pengembangan teknologi baterai pada motor dan mobil listrik. Jika tidak didorong, dikhawatirkan Indonesia hanya menjadi pasar kendaraan listrik.

Populasi mobil listrik di dunia saat ini sekira empat juta unit dan diperkirakan pada 2020, jumlahnya akan meningkat menjadi 10 juta unit. "Kalau tidak diantisipasi ke depan, perkembangan teknologi hanya menyisakan Indonesia sebagai pengguna. Kita jadi tertinggal," kata dia.

Dari sisi infrastruktur, sejumlah pengisian baterai kendaraan listrik hingga kini terus didirikan. Ini melibatkan Perusahaan Listrik Negara. Dalam hal ini, PLN mengaku sudah mulai memenuhi kebutuhan akan kendaraan listrik melalui Stasiun Penyedia Listrik Umum (SPLU).

Menurut Leo Basuki, commerce and customer service manager PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya, saat ini sudah ada  369 titik SPLU yang bisa dimanfaatkan para pemilik kendaraan listrik dan hibrida untuk mengisi ulang baterai kendaraannya.

"Awalnya, SPLU memang merupakan cara kami untuk menunjang aktivitas masyarakat yang membutuhkan listrik di luar ruangan. Salah satu sasarannya adalah pedagang kaki lima. Tetapi, kini SPLU juga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan luar ruangan lainnya, seperti fasilitas umum, hingga mengecas kendaraan listrik," kata Leo Basuki.

Sistem pengisian listrik melalui SPLU sebenarnya cukup mudah. Mirip seperti pengisian token PLN di rumah. Anda tinggal mencatat nomor yang tertera di terminalnya dan itu akan dipakai untuk membeli voucher.

"Habis itu kan, dapat nomor 20 digit, lalu kita masukkan ke tombol yang ada di situ, lalu akan muncul beberapa energi yang kita beli. Untuk pembelian voucher bisa di bank, minimarket, dan lain-lain. Sebenarnya itu teknologi prabayar," kata Leo.

Leo percaya, ke depan kendaraan listrik, atau hibrida akan terus berkembang dan PLN akan terus menambah infrastrukturnya. Apalagi, kendaraan listrik menjawab kebutuhan zaman yang kini terus bermasalah dengan polusi udara.

"Ini cuma masalah kebiasaan. Nantinya, semua akan terbiasa. Kalau kendaraan listrik kan bisa ditinggal saat mengecas, sedangkan kendaraan bermesin bensin ditunggu saat mengisi. Nantinya, akan banyak yang nongkrong di SPLU, kami akan bentuk tempat-tempat parkir memadai di sana. Yang pasti kalau dari kami, agar bisa jual listrik sebanyak-banyaknya," kata dia.

Untuk di luar Jakarta, sudah ada beberapa SPLU yang tersebar di beberapa wilayah. Namun, dirinya tidak hapal betul di mana saja berada, dan berapa jumlahnya. "Tetapi, sebarannya di Jakarta, Jawa Barat (Karawang), di Sumatera itu ada Riau, lalu di wilayah timur itu Manado dan Makassar," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya