Masih Banyak Anak Indonesia Belum Dilindungi dan Sejahtera

Seorang anak jalanan terjaring razia petugas di Blok M, Jakarta, beberapa waktu silam. Masih banyak anak di Indonesia yang hidup di tengah kemiskinan dan belum dilindungi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Di negeri ini, setiap tanggal 23 Juli menjadi peringatan Hari Anak Nasional. Hal ini menyesuaikan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1984 tanggal 19 Juli 1984.

Gibran-Selvi Hingga Jan Ethes-La Lembah, Ikut Meriahkan Hari Anak Nasional

Maka, sudah 33 tahun Indonesia rutin merayakan Hari Anak Nasional. Namun, faktanya, masih banyak anak yang hidup di tengah kemiskinan dan rentan jadi korban kekerasan dan eksploitasi.

Masalah sosial, sulitnya dapat pendidikan yang layak, hingga masalah kekerasan pornografi atas anak pun menjadi masalah terus-menerus yang sulit sekali dientaskan. Pemerintah, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), belum maksimal memenuhi hak-hak dasar anak.

Talkshow Kesehatan Gigi dan Mulut Meriahkan Festival Hari Anak Nasional

Kendala itulah yang disorot oleh masyarakat, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat. "Hak dasar anak berkaitan dengan hak anak dalam mendapatkan pendidikan yang layak dan hak perlindungan yang maksimal," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Abdul Malik Harmain, kepada VIVA.co.id, Minggu, 23 Juli 2017.

Masalah dana lagi-lagi menjadi kendala klasik. Anggaran minim sebesar Rp700-an miliar yang dialokasikan pemerintah untuk KPPPA belum memadai untuk melindungi serta memenuhi hak dasar anak.

Bisa Asah Kreativitas dan Skill, Cara Ini Dipilih untuk Rayakan Hari Anak Nasional

Persoalan terkait anak yang banyak namun tak disertai alokasi anggaran pendukung menambah masalah klasik. Sorotan lain masih rendahnya keseriusan pemerintah daerah yang punya Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Anak.

"Begitu juga APBD yang disediakan pemda untuk memenuhi hak anak terutama hak perlindungan dari kekerasan dan kejahatanb seksual masih sangat terbatas," tutur Malik, yang merupakan politikus Partai Kebangkitan Bangsa.

Di satu sisi, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan perlindungan anak sudah mengalami peningkatan. Namun, kasus pelanggaran atas anak saat ini masih tetap kompleks. Kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi catatan serius dengan angka yang mengalami fluktuasi.

"Tren kasus pelanggaran anak mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, pada 2014 mencapai 5.066 kasus, 2015 sebanyak 4.309 kasus dan 2016 menjadi 4.620 kasus," kata Ketua KPAI, Asrorun Ni'am Soleh, Minggu 23 Juli 2017.

Selanjutnya...Perppu Belum Mempan

Perppu Belum Mempan

Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 yang sudah menjadi undang-undang dinilai belum berhasil dalam masalah perlindungan anak. Salah satu kelemahan dalam UU ini belum disertai tindaklanjut yang nyata.

Momentum Hari Anak Nasional tahun ini harus menjadi cacatan positif pasca UU Perlindungan Anak disahkan. Sosialisasi dalam isi UU harus lebih digalakkan. Artinya, penegakan hukum yang diatur dalam UU ini masih tanda tanya karena dinilai belum terlihat.

"Upaya ini harusnya perlu sebagai aksi nyata menjaga dan melindungi masa depan anak Indonesia. UU yang ada belum ditindaklanjuti dengan keberpihakan yang nyata," kata Abdul Malik Harmain.

Keseriusan masalah anak memang harus menjadi perhatian khusus. Dari monitoring KPAI, ada beberapa masalah seperti kasus bullying, anak menjadi korban terorisme, dan anak korban cyber serta pornografi jadi poin persoalan penting.

Dari beberapa kasus tersebut, pornografi jadi perhatian khusus. Hal ini mengacu data 2016, bahwa anak korban pornografi mencapai 587 anak. Angka ini menempati peringkat tiga dalam masalah anak.

"Menduduki peringkat ke-3 setelah kasus anak berhadapan dengan hukum mencapai 1.314 kasus dan kasus anak dalam bidang keluarga 857 kasus," kata Ketua KPAI, Asrorun Ni'am Soleh, Minggu 23 Juli 2017.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana Yembise, dalam pagelaran Three Ends di Anjungan Pantai Losari, Makassar, Minggu, 23 April 2017.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise

Melihat kompleksitas masalah, pemerintah jelas punya pekerjaan rumah agar bisa memastikan proteksi agar anak tidak terpapar pornografi, radikalisme, serta tidak terkena kejahatan berbasis cyber. Intervensi pencegahan dan penanganan terhadap masalah anak masih menjadi pekerjaan rumah.

Baca Juga: Bullying dan Kejahatan Cyber Anak Masalah Paling Serius     

"Banyak lembaga layanan berbasis masyarakat, namun mengalami kendala SDM, pembiayaan, bahkan sarana dan prasarana layanan. Dampaknya, maraknya korban pelanggaran anak di berbagai titik daerah kurang mendapatkan layanan penyelesaian secara komprehensif," tutur Asrorun.

Sementara, bagi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise menekankan perlunya kesadaran dari lingkungan keluarga. Maksudnya, dimulai dari keluarga terutama orangtua dalam memberikan perilaku positif kepada anak-anak.

"Keluarga merupakan awal mula pembentukan kematangan individu dan struktur kepribadian anak," tutur Yohana.

Selanjutnya...Perkawinan Anak

Perkawinan Anak

Pemerintah memiliiki banyak pekerjaan rumah dalam masalah perlindungan anak. Salah satu yang menjadi sorotan dan diakui pemerintah adalah perkawinan anak. Mengacu data UNICEF, pada 2016 terdapat 700 juta perempuan menikah ketika masih anak-anak.

Perhatian ini karena masih ada pernikahan dini yang tak seharusnya dialami anak dalam 20 tahun terakhir.

"Menurut data Departemen Kesehatan tahun 2016, ada peningkatan pemula usia 10-14 tahun sebesar 100 persen dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise di Gedung KPPPA, Jakarta, Senin 17 Juli 2017.

Catatan lain yang menjadi perhatian adalah meningkatnya kasus bullying  pada anak-anak. Masalah bullying menjadi perhatian Kementerian Sosial. Dari data survei, sebanyak 84 persen anak usia 12 tahun hingga 17 tahun pernah menjadi korban bullying.

Dari layanan yang dibuka Kemsos melalui telepon sahabat anak atau (Tespa), sejak Januari hingga 15 Juli, tercatat ada 976 pengaduaan dan 17 adalah kasus bullying.

"Bullying memiliki banyak dampak pada korban. Mulai dari depresi sampai menutup diri. Paling fatal, korban bisa bunuh diri," kata Mensos Khofifah Indar Parawansa di Semarang, Jawa Tengah.

Baca: Hari Anak Nasional, Jokowi Terima Keluhan Peredaran Narkoba

Dalam kasus ini terdapat melalui berbagai cara. Baik secara kontak fisik maupun melalui media sosial. Karena itu, diperlukan perhatian masyarakat akan bahaya bullying.

Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Reza Indragiri Amriel mencatat pemenuhan hak-hak anak lain seperti waktu belajar. Ia menyoroti saat ini diperlukan anak mesti bermain lebih kreatif secara positif.

Bagi Reza, masyarakat saat ini risau terkait tingginya beban belajar dan panjangnya jam belajar di sekolah.  Hal ini yang menyebabkan potensi anak letih serta jenuh. Faktor ini yang mempengaruhi kesiapan belajar dan kesehatan anak.

"Sebagai imbas kegiatan belajar yang berat itu, anak mengatasi kebosanan serta keletihan mereka lewat perilaku impulsif dan agresif termasuk merundung, bullying dan serba kenakalan lain," jelas Reza. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya