Terperdaya Mobil (Tak) Murah

Toyota Calya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Purna Karyanto

VIVA.co.id – Demam mobil murah, tengah menjangkiti masyarakat Indonesia. Nyaris mobil itu sangat mudah ditemukan di tiap jalan raya, baik kota besar, hingga ke pelosok negeri. Publik seakan terperdaya dengan mobil murah, lantaran didukung beberapa faktor, yakni harga yang dianggap lebih masuk akal ketimbang mobil-mobil jenis lain dan dianggap paling mengerti kondisi kantong masyarakat Indonesia yang tengah bertumbuh. 

Suzuki Siapkan Mobil Baru Pengganti Karimun, Demi Saingi Brio?

Selain itu, mobil murah juga didukung konsumsi bahan bakar irit. Dengan jargon mobil Rp100 jutaan, mobil murah ramah lingkungan, atau karib disebut Low Cost and Green Car (LCGC) seakan sukses menghipnotis masyarakat. Tak butuh waktu lama, LCGC menjelma jadi sebuah mobil laris manis bak kacang goreng.

Sebagai fakta, tengok saja penjualan secara wholesales LCGC secara nasional di kuartal pertama 2017, berhasil tembus 120 ribuan unit. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, 89 ribuan unit. Penjualan mobil penumpang sepanjang 2016, juga ditopang oleh penjualan LCGC sebanyak 228.800 unit dengan pertumbuhan sebesar 38,3 persen. Moncer!

10 Mobil yang Berpotensi Jadi Mobil Rakyat Versi Kemenperin

Namun, fakta kini seakan jauh dari asa, harga LCGC yang ditawarkan para Agen Pemegang Merek (APM) terus merangsek naik. Jika di awal kemunculan ditawarkan kurang dari Rp100 juta, kini bahkan sudah menembus angka Rp150 juta dan dilakukan dalam kurun waktu yang singkat pula.

Padahal jika ditarik ke belakang, LCGC merupakan program mobil rakyat program yang diinisiasi pemerintah. Segmen mobil ini dibentuk, agar dapat dijangkau golongan masyarakat miskin dan menengah. Makanya disebut sebagai mobil murah, meski pemerintah harus menerima konsekuensi kehilangan potensi penerimaan perpajakan khususnya Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

PLN: Program LCGC Lebih Tepat untuk Mobil Listrik

Untuk mensiasatinya, pemerintah lalu melakukan pemberian insentif penghapusan PPnBM, agar diharapkan mampu diimbangi dengan penciptaan pasar suku cadang domestik, demi memenuhi kewajiban kandungan lokal yang pada akhirnya mampu mengompensasi kehilangan pendapatan dari sisi perpajakan.

"Sekarang sudah semakin terasa harga segitu Rp150 juta, mulai bikin sesak napas kalau masyarakat mau beli. Kalau dicermati kenyataannya, yang beli tunai mungkin enggak 20 persen, kebanyakan pakai pembiayaan (kredit)," kata Pengamat Otomotif Bebin Djuwana kepada VIVA.co.id, Selasa 25 Juli 2017.

Selanjutnya ===>>> Tak relevan

Tak relevan

Apa yang dikatakan Bebin, dianggap masuk akal. Karena, LCGC seakan kehilangan marwahnya lagi sebagai mobil murah. Kondisi tersebut, tentu mengingatkan pada 2004 silam, di mana Avanza dan Xenia muncul dengan konsep yang sama seperti Agya-Ayla, Calya-Sigra, dan lainnya. 

Saat itu, duet Avanza-Xenia dihadirkan sebagai MPV murah yang menyasar pada keluarga muda yang butuh kendaraan dengan daya tampung banyak, dan harga terjangkau. Avanza-Xenia dimaksudkan menggantikan posisi Kijang yang semakin kehilangan kesan MPV murah.

Demikian halnya dengan Agya-Ayla, serta Calya-Sigra. Mobil-mobil ini dihadirkan untuk mengisi ceruk Avanza-Xenia yang belakangan juga makin hilang kesan murahnya.

"Sekarang, enggak bisa disebut sebagai low cost (LCGC), karena kebanyakan yang beli bergantung sama leasing, kredit juga. Cuma, kalau ditanya masih relevan atau enggak, sebaiknya memang sudah enggak usah bicara low cost lagi dong, karena angkanya kan sudah mepet di angka Rp150 jutaan. Tidak banyak masyarakat yang menganggap Rp150 juta itu rendah, terjangkau lah," kata Bebin.

Posisi LCGC saat ini juga dianggap membingungkan. Karena, untuk ukuran mobil murah terdapat fitur-fitur yang biasanya dijejali pada mobil-mobil reguler di atasnya. Salah satunya adalah kantung udara, atau airbag di beberapa titik untuk beberapa varian. Sementara itu, harga airbag tak murah.

"Kalau bicara mobil basic apa iya fitur kayak power window itu kebutuhan, kemudian sensor mundur, saya geleng-geleng lihatnya, mobil mau murah, tetapi mintanya fitur macam-macam. Kalau ada kayak gini, kan kayak pesan makanan di warung, tambah macam-macam, ya pasti jadi mahal. Konsepnya menurut saya sudah lari."

"Tapi memang, ini susah disalahkan kepada produsen, karena itu memang tuntutan konsumen dan akhirnya konsumen menerima dengan harga lebih mahal karena banyak plus-plus itu. Produsen dan konsumen akhirnya bikin kompromi sendiri," kata Bebin lagi.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia juga mencermati makin mahalnya harga LCGC dewasa kini. Kesan murah pada LCGC dianggap telah membohongi konsumen. Apalagi mayoritas konsumen saat ini masih membeli mobil secara mengangsur. Akibatnya harga mobil melambung dan tak lagi murah.

"LCGC itu cuma strategi pemasaran untuk mendongkrak penjualan. Ujungnya sudah terlihat berhasil mendongkrak. Isu lingkungan yang digunakan selama ini juga cuma jargon, karena banyak pula masyarakat pengguna LCGC yang menggunakan BBM bersubsidi," kata Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo kepada VIVA.co.id.

Sejauh ini pemerintah juga dikatakan telah gagal memproteksi besaran harga meski dalam Permenperin No. 33/M-IND/PER/7/2013 tertulis bahwa produsen LCGC dibolehkan menaikkan harga jual setiap tahun. Ia berharap pemerintah dapat lebih konsisten bagaimana industri tetap tumbuh tanpa memanjakan produsen yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat.

"Pokoknya di mekanisme, saya tegaskan pemerintah juga tidak konsisten, termasuk dengan isu lingkungan," katanya.

Pengembangan LCGC juga dinilai kian menyurutkan langkah revitalisasi transportasi umum guna mengurangi kemacetan. Regulasi ini bisa diterima jika sistem transportasi di kota-kota besar sudah memadai dan terintegrasi.

Selanjutnya ===>>> pabrikan otomotif menanggapi

Pabrikan: Masih relatif

Apa yang dituding beberapa pihak, jika LCGC kini sudah jauh dari kata murah dianggap tak benar adanya. Sebab asosiasi Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) masih melihat relatif dan pabrikan tetap berpedoman pada aturan pemerintah.

Karena, produsen mobil tak bisa serta-merta menaikkan mobil begitu saja, lantaran tetap mendapatkan kontrol ketat dari pemerintah. Hal itu disampaikan Ketua III Gaikindo, Rizwan Alamsjah. “Jadi kenaikan itu hanya masalah inflasi saja, dan paling berat exchange range, line juga berubah, walau buatan lokal tapi ada (bahan baku) juga tetap diimpor,” kata Rizwan.

Namun begitu, Rizwan menyatakan, untuk menaikkan harga memang dilakukan oleh perusahaan otomotif yang bersangkutan, tetapi kenaikan tersebut tetap dikontrol oleh pemerintah Indonesia. Dia memprediksi, meski saat ini harga LCGC menembus Rp150 juta, namun mobil LCGC dianggap tetap akan menjadi pilihan dengan segala diferensiasinya. 

“Sekarang ada atau tidak mobil yang lebih murah dari itu (LCGC) di bawah Rp100 (juta)? Kan, tidak ada juga. Jadi, itu wajar, karena emang ada inflasi dan macam-macam,” katanya.

Senada dengan Rizwan, Marketing Director PT Astra Daihatsu Motor Amelia Tjandra memberi penjelasan, di mana mobil LCGC merupakan kendaraan yang masuk dalam program pemerintah, disebut sebagai Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2). Sehingga, penentuan batas harga dilakukan oleh pemerintah, bukan oleh produsen.

"Pemerintah membaginya menjadi tiga batas harga, yaitu batas harga KBH2 standar, penambahan safety dan teknologi. Dari tahun ke tahun, pemerintah juga melakukan evaluasi, kami sebagai produsen tentu harus mengikuti batas tersebut," kata Amel di Sunter, Jakarta Utara.

Ia juga menegaskan, tidak ada produsen yang tak patuh dengan batasan harga yang telah ditentukan pemerintah. "Kalau tidak mengikuti, maka kami harus keluar dari program KBH2," ujarnya.

Secara harga Daihatsu menjamin banderol mobil milik perusahaan Jepang ini masuk dalam batas harga yang ditentukan. "Kalau pun ada pengertian ada spesial 10 persen pembebasan, bukan dinikmati oleh kami atau produsen, tapi oleh konsumen," katanya.

Hendrayadi Lastiyoso, Marketing and CR Division Head PT Astra International Daihatsu Sales Operation (AI-DSO) menambahkan, untuk menaikkan harga jual LCGC produsen harus selalu menyesuaikan dengan aturan pemerintah, jadi dikawal tidak sembarangan. Kata dia, setiap tahun ada kenaikan harga dan itu sesuai waktu peluncuran mobil tersebut.

“Penyesuaian harga ini juga biasanya dikondisikan dengan inflasi dan biasanya terjadi satu tahun sekali, tepatnya pada hari ulang tahun mobilnya. Jadi, kenaikan harga LCGC masing-masing brand berbeda-beda tergantung dari waktu pertama launching-nya kapan,” ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya