SOROT 57

Menanti Keputusan Istana

VIVAnews – TEGANG raut muka Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Hendarman Supanji saat keluar dari Kantor Presiden, Senin 9 November 2009. Mereka baru saja menghadap Presiden untuk membahas perkembangan kasus KPK.

Kapolri yang malam itu menggunakan jaket warna hitam berjalan cepat untuk menghindari wartawan. Rekannya, Jaksa Agung, idem dito. Saat ditanya apakah apakah kabarnya baik-baik saja usai bertemu Presiden, Hendarman dengan ketus balik bertanya, "Kenapa Anda tanya seperti itu?"

Pertemuan yang baru dihadiri kedua pemimpin lembaga penegak hukum itu—yang citranya kini sedang compang-camping—memang cukup krusial. Presiden baru mendapat laporan dari Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto tentang rekomendasi sementara dari Tim Delapan. Laporan disampaikan Djoko sekitar pukul 21.00 WIB. Sekitar satu jam Djoko melapor, Kapolri dan Jaksa Agung ikut bergabung. Rapat berlangsung tertutup, hanya diikuti keempat pejabat Republik itu.  

Usai pertemuan, hanya Djoko yang memberi penjelasan pers. Menurutnya, Presiden SBY berharap agar Kapolri dan Jaksa Agung mempertimbangkan rekomendasi Tim Delapan.
 


Laporan penting itu baru diterima Djoko di sore hari. Tim Delapan menitipkan kesimpulan sementara mereka atas kasus yang menimpa dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah. Soal kenapa laporan itu tidak disampaikan langsung kepada Presiden, Juru Bicara Tim Delapan Anies Baswedan menjelaskan mereka belum bisa bertemu langsung dengan Presiden. Surat dititipkan karena malam itu Djoko telah dijadwalkan bertemu RI-1. "Surat itu disegel. Hanya presiden yang bisa membacanya," kata Anies.

Penelusuran Tim Delapan menghasilkan tiga kesimpulan. Ketuanya, Adnan Buyung Nasution, menjelaskan mereka pada intinya menilai kasus Bibit-Chandra tidak memiliki cukup bukti untuk diteruskan.

Kesimpulan pertama, Tim melihat fakta hukum yang dimiliki kepolisian tidaklah cukup untuk dijadikan sebagai bukti untuk meneruskan proses hukum terhadap Bibit dan Chandra. Yang kedua, jika katakanlah penyuapan yang dituduhkan memang pernah terjadi, “bukti” yang dimiliki kepolisian terputus hanya sebatas Anggodo Widjojo dan Ary Muladi. Mata rantai berikutnya bahwa uang diserahkan Ary Muladi ke seseorang bernama Yulianto dan lalu ke pimpinan KPK, tak ditopang bukti apapun. "Jadi ada missing link," kata Buyung.

Yang ketiga, jika yang dijadikan dasar sangkaan adalah penyalahgunaan wewenang, Tim Delapan menilai kasus ini punya dasar yang lemah dan terlalu dipaksakan untuk diajukan ke pengadilan. Sangkaan semacam ini, kata Buyung lagi, merupakan “pasal karet.”

Tiga kesimpulan ini—yang begitu menohok kredibilitas Korps Trunojoyo dan Adhyaksa--diambil setelah Tim Delapan bekerja selama sepekan dengan meminta keterangan dari berbagai pihak yang terlibat dalam kasus yang menyita perhatian publik ini. Buyung cs. sudah meminta keterangan mulai dari Anggodo Widjojo, Komisaris Jenderal Susno Duadji, Bibit Samad Riyanto, Chandra M. Hamzah, Ary Muladi, hingga Antasari Azhar.

Buyung berharap kesimpulan timnya bisa serius dipertimbangkan Presiden. "Tim tidak bermaksud mendikte atau mencampuri proses yang dilakukan penyidik, namun kami harap ini dapat menjadi masukan," kata si Abang.



Rekomendasi Tim Delapan sejatinya tak hanya mengarah pada kejaksaan dan kepolisian. Mereka pun menyoroti kinerja KPK. Dalam hal ini, salah satu yang didengar keterangannya adalah Deputi Penindakan KPK Irjen Pol. Ade Rahardja. Selain memverifikasi tuduhan yang dialamatkan kepadanya—telah menerima suap dari Ary Muladi—Tim Delapan menggali berbagai prosedur internal di KPK, khususnya menyangkut penyadapan dan penerbitan surat cegah ke luar negeri.

Dari saksi yang lain, mantan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Bambang Widaryatmo, Tim Delapan menelusuri proses penyidikan dan berbagai persoalan di tubuh KPK. "Banyak yang menunjukkan, proses internal KPK sendiri perlu perbaikan," kata Anies.  

Karena mendapati adanya berbagai ketidakberesan itu, Buyung menjelaskan, dalam laporan akhir Tim Delapan juga akan merekomendasikan berbagai langkah perbaikan di tubuh KPK sendiri.  “Terkesan masyarakat melihat KPK seperti malaikat. Tidak. Bisa jadi di dalamnya terjadi kesalahan-kesalahan juga," ujarnya.



Di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, masih di hari Senin, 9 November 2009, tim Jaksa Penuntut Umum kasus Chandra sedang terus menggelar rapat. Mereka sedang menentukan apakah berkas penyidikan sudah bisa dilimpahkan ke pengadilan atau tidak.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk mengembalikan berkas itu. Kejaksaan menilai penyidik masih harus melengkapi berbagai hal. Kejaksaan menilai berkas penyidikan masih harus dilengkapi izin penyitaan dari pengadilan. Polisi juga masih harus menambah saksi dan alat bukti. Kepada penyidik, kejaksaan memberi tenggang waktu 14 hari.

Ini ada hubungannya dengan rekomendasi Tim Delapan? "Kami tidak punya kewenangan untuk menjelaskannya," ujar Juru Bicara Kejaksaan Agung Didiek Darmanto, "Yang jelas, berkas perkara atas nama Chandra M. Hamzah dikembalikan."



Wajah tegang Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri rupanya belum juga pupus di Hari Pahlawan. Saat kembali ditanya wartawan tentang rekomendasi Tim Delapan usai mengikuti upacara di Taman Makam Pahlawan Kalibata, matanya hanya menatap lurus ke depan. Bibirnya terkunci rapat. Parasnya bergeming.

Langkah Prabowo Larang Pendukung Demo di MK Dinilai Bisa Jaga Kesejukan Demokrasi
Ketua DPRD Provinsi Jambi, Edi Purwanto Hadiri Akad Nikah Putri Gubernur Jambi

Ketua DPRD Jambi Hadiri Akad Nikah Pernikahan Putri Sulung Gubernur Al Haris

Ketua DPRD Jambi, Edi Purwanto bersama istri menghadiri akad nikah Esy Risdianti, putri sulung Gubernur Jambi Al Haris.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024