Wawancara

Panji Gumilang: NII Sudah Selesai

Pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVAnews - Nama Panji Gumilang mencuat beberapa pekan ini bersamaan merebaknya laporan korban kasus "pencucian otak" di Yogyakarta, dan Jawa Timur. Dikatakan, aksi itu ada kaitannya dengan Negara Islam Indonesia Komendemen Wilayah 9 (NII KW9). Nama Pesantren Al Zaytun dikelola Panji Gumilang bahkan disebut-sebut bagian dari NII.

Adalah mantan "Menteri Peningkatan Produksi NII", Imam Supriyanto, yang memastikan Al Zaytun sebagai salah satu produk NII. Meski demikian,  dia menyatakan tak berarti para murid dan lulusan Al Zaytun menjadi anggota, dan memegang ideologi NII.

Pelbagai prasangka memang terlanjur disematkan ke Panji Gumilang alias Abu Maarik alias Abussalam. Sejumlah wakil rakyat dan tokoh politik pun meminta kepolisian menyelidiki kaitan NII dengan pondok pesantren itu. Para lulusan Al Zaytun juga ikut menjadi sorotan.

Benarkah Al Zaytun bentukan NII? Panji Gumilang yang ditemui VIVAnews di pesantren luas dan megah di Indramayu, Jawa Barat itu, mencoba meluruskannya. Ia bicara tentang para tokoh politik dan pejabat yang melawat ke Al Zaytun, hubungannya dengan pengusaha Robert Tantular, sampai kaitannya dengan NII.  Berikut petikan wawancara itu.

Apakah benar Ponpes Al Zaytun menjadi pusat Negara Islam Indonesia (NII) KW 9?
Al Zaytun ini dirintis sejak tahun 1994, dengan rintisan sebuah cita-cita dulu, setelah itu baru dibuat payung yang dinamakan Yayasan Pesantren Indonesia.

Kemudian setelah itu kita buatlah program. Yayasan Pesantren Indonesia memiliki dua program utama, yaitu pendidikan, ekonomi, atau dibalik ekonomi pendidikan. Setelah digariskan program itu, baru kita membuat satu usaha. Di mana harus didirikan sarana pendidikan yang mumpuni karena kita merespons keinginan masyarakat Indonesia untuk terwujudnya suatu lembaga  pendidikan yang mumpuni.

Dari situ, kita mencari lahan ke berbagai tempat, walhasil dengan tolong Allah, kita mendapat di sini. Dari proses 1994-1996, kita tetapkan tempat inilah untuk membangun pesantren. Seperti apa pesantren yang kita buat ini. Yang harus kita buat adalah pesantren atau tempat pendidikan yang punya sifat pesantren, punya spirit pesantren, namun punya sistem modern. Bagaimana sistem modern itu, adalah satu, perjalanan  memiliki program. Kedua, program itu mesti berdasarkan ilmu.  

Kondisi Terkini Chandrika Chika di Tahanan, Usai Jadi Tersangka Kasus Narkoba

Ketiga, dalam menjalankan semua itu harus prosedural. Keempat, pendukung daripada unsur-unsur individu yang ingin menggalang pendidikan ini harus punya etos kerja yang baik.

Mula-mula kita dapatkan 60 hektar. Harganya terjangkau. Kita buat basecamp di sini, bentuk saung, untuk menunggu siapa saja yang mau mengalihkan haknya. Akhirnya terkumpullah 60 hektar itu, kemudian kita mulai pembangunan di tahun 1996. Pemancangan tiang pertama, tahun 1996.  Pada 1998 hampir selesai. Satu gedung, yang kita namakan Gedung Pembelajaran Abu Bakar Ashiddiq. 

Berjalanlah waktu, hampir selesai kita buka pada 1999 di bulan Juli, tanggal 1. Dibukalah oleh Pak Soleh Solehudin, ketika itu Menteri Pertanian. Kemudian pada 27 Agustus tahun yang sama diresmikan pula oleh Pak Presiden BJ Habibie, didampingi oleh Menteri Pendidikan, Menteri Agama, Pak Malik Fadjar dan banyak rombongan ketika itu.

Jadi, sebelum semua itu, kita beri nama dulu, ketika mengurus izin di notaris, namanya pesantren apa, kita beri nama pesantren ini Al Zaytun. Maka kami masukkan ke dalam akte notaris bahwa Al Zaytun menjadi paten dari Yayasan Pesantren Indonesia ini.

Ada Kesan Anies Baswedan Mulai Ditinggalkan Partai Pendukungnya, Menurut Pengamat

Tatkala itu, kita canangkan satu motto, motto sejak belum berdiri lembaga pendidikan, kita pasang di depan sana "Al Zaytun, Pusat Pendidikan Pengembangan Budaya Toleransi dan Perdamaian". Cita-citanya, ketika itu, ingin membantu dan ingin bekerja sama dengan bangsa Indonesia, meng-Indonesiakan kader-kader Indonesia, agar memaknai filosofi yang dimiliki bangsa Indonesia. Baik nilai dasarnya, undang-undang dasarnya,  maupun sifat negaranya, maupun bentuk kenegaraannya. Itu kita canangkan di motto itu.

Maksud meng-Indonesiakan itu?
Banyak yang bertanya apa maksudnya meng-Indonesiakan itu: supaya kita semakin yakin bangsa Indonesia ini memiliki nilai-nilai dasar, baik itu dasar utamanya, yang pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dari situ menimbulkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang dari situ pula akan menimbulkan persatuan, yang dari situ pula akan menimbulkan permusyawaratan, yang dari situ pula akan menimbulkan usaha untuk mewujudkan suatu keadilan sosial. Inilah yang kami maksudkan meng-Indonesiakan tadi, yang kami sampaikan inilah ajaran Ilahi. Itu filosofi mengapa dipancangkan tema atau motto pusat pendidikan, pengembangan budaya toleransi dan perdamaian.

Kurikulumnya pun, sepenuhnya mengadopsi kurikulum yang telah ada baik kurikulum Departemen Agama maupun Departemen Pendidikan Nasional. Maka ijazah yang di sini keluar bukan ijazah Al Zaytun, melainkan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama hanya penandatangan Syaikh Al Zaytun, selaku pimpinan di sini karena pendidikannya diselenggarakan di sini. Akreditasinya pun dikeluarkan dari departemen terkait. Itu yang bisa saya jawab.

Alasan pakai nama Al Zaytun?

Enteng-enteng saja, Gusti Allah saja pilih wattini wazzaytun. Di Jakarta ada wattin, di sini ada wazzaitun, ya sudah.

Ada maksud menjadi kembaran dari Masjid At-Tin yang di TMII?
Jangan pakai ngembari, siapa yang ingin dikembari. Ya karena begitu saja. Menurut cerita sejarah, pohon zaitun itu pohon tertua dan yang paling awet hidupnya, gagah, seperti yang pernah saya tengok di Yerusalem. Hidupnya bisa ribuan tahun, konon cuma itu saja dan tosan Tuhan ketika mau menciptakan manusia itu kok menyebut tin dan zaytun, ya sudah. At-Tin kan nggak boleh, nyaplok namane wong. Makanya saya tanam di sini pohon tin dan zaitun.

Soal keterkaitan dengan NII?
Negara Islam Indonesia itu sudah selesai sejak Imam Sekarmaji Marijan Kartosoewiryo mengumandangkan proklamasinya, dengan tahun 1962 sudah selesai. Tidak ada. Selesai. Kemudian pembuktian, apa pendidikan masyarakat di sini, saya terangkan itu, baik murid, maupun guru maupun eksponen yayasan, maupun karyawan yang kerja di sini, seperti itu adanya. Kita terapkan toleransi, terapkan perdamaian, maka tidak terlalu sulit hidup di sini, mudah mengatasi entah itu keroyokan, entah itu pertikaian entah itu silang pendapat yang tidak bisa diselesaikan, damai-damai saja. Karena memang niatnya toleransi dan damai.

Apakah benar Panji Gumilang adalah Presiden NII KW9?
Ngawur saja sampeyan, nggak ah.

Banyak kalangan menyebutkan Anda pimpinan gerakan itu.

Ya iya, sudah, disimpulkan saja. Begini kok, sudah nggak ada Mas, selesai Mas. Sejarah Indonesia sudah menutup seperti itu. Jangan kita ditulis oleh sejarah. Lebih baik menulis sejarah. Nah saya sedang menulis sejarah ini. Artinya, nyumbang sekecil apapun kepada negara yang kita cintai berbentuk yang membina budi pekerti untuk memahami filosofi bangsa Indonesia yang berfilosofi Indonesia bakti. Tidak ingin meng-Indonesiakan Islam dan lain sebaliknya, tapi ingin meng-Indonesiakan orang Indonesia. Jadi anak Indonesia, di Indonesia-kan, ukurannya apa, ya ajaran Ilahi yang lima tadi. Itu filosofi negara. Saya istilahkan di sini nilai-nilai dasar negara. Dan itu adalah ajaran Ilahi.

Keterangan itu juga datang dari  mantan menteri NII bernama Imam Supriyanto.

Bukan dari Palestina, Merry Asisten Raffi Ahmad Ungkap Asal-usul Bayi Lily di Keluarga Andara

Ya, saya tahu. Saya terangkan disini ya, di sini itu banyak tugas karena di sini mengurus puluhan ribu, semua harus dikasih makan, semua harus difasilitasi  akomodasi. Semua harus difasilitasi supaya ada tempat belajar dan lain sebagainya, maka, eksponen yayasan ini dibagi-bagi, ada yang urusan pangan, ada yang urusan  produksi, ada yang urusan perdagangan, ada yang urusan hubungan luar negeri, begitu saja.


Imam Supriyanto pernah ditugasi untuk urusan pangan?

Kalau urusan pangan pernah waktu itu. Urusan pangan.

Jabatannya menteri?
Yang menyebutkan diri menteri barangkali. Ya umpamanya mengaku menteri kenapa wong menteri itu artinya wazir, wazir itu pembantu. Nah di sini ketua. Ketua itu biasanya kalau diterjemahkan itu rois kalau bahasa Indonesia, nggak tahu kalau bahasa Inggris. Saya ketuanya di sini, mengetuai seluruh  eksponen di sini. Contoh, bagian urusan intern ma'had, urusan luar ma'had, bagian urusan sekretariat. Semua begitu, ya kalau ada orang mengaku menteri tidak apa-apa.

Pengakuan itu disampaikan di hadapan wakil ketua DPR ...
Ya tidak apa-apa. Kan bebas tho, negara Indonesia ini bebas mengaku apa juga, bebas. Kecuali kalau saya tidak kenal, itu tidak boleh, karena dia pernah di sini. Kalau saya mengatakan tidak kenal itu tidak boleh, wong saya sering apa namanya, "Yanto coba saya pesen sepatu, tolong belikan sepatu ini nanti nomor sekian, tolong dibelikan". Kalau saya ngomong tidak kenal, sampeyan juga bisa ngomong, wah syeikh ini wong kenal kok bilang tidak. Tahu saya, akrab di sini. saya tidak pernah clash di sini. Saya baik pada dia, dia baik pada saya.

Apakah benar nama lain Panji Gumilang adalah Abu Maarik atau Abu Toto?
Kalau Abu Toto tidak. Kalau Abu Maarik saya punya. Karena begini, saya cerita ya. Orangtua saya itu waktu --saya kan asli Jawa Timur, lahirnya di Gresik-- pada masa perjuangan tahun 40-an itu orangtua saya aktif. Nah di dalam perjuangan itu orangtua saya mendapatkan tugas-tugas tertentu, walaupun tugas utamanya adalah kepala desa di zaman Belanda sampai di zaman Republik. Kepala desa, setiap ada serangan-serangan yang mengatur jalan tentara lewat mana, itu salah satunya orangtua saya, karena kepala desa itu dikenal oleh Belanda. Sayangnya, belanda itu cuma kenal nama. Nama yang dikenal Belanda, itu Muqorib, nama orangtua saya. Nah, setiap ketemu Belanda, ditanya "mana Muqorib? Dijawab, "saya tidak tahu Pak". Lha, kamu? Dijawab, "Saya Abu Maarik pak". Terus lari, tidak ditangkap.

Terus Panji Gumilang, juga begitu. Ayah saya sering ke Parakan, itu zaman dulu dibekali bambu runcing oleh Kyai Mustaghfiri, kalau nggak salah. Nah oleh Kyai Mustaghfiri itu memberi nama Panji. Kamu pakai nama Panji kalau ketemu Londo, nah ini bambu runcing untuk ngasih tanda lewatnya tentara Republik waktu itu. Pulangnya lewat darat, pesisir pantai Jawa Timur sana, dikasih nama Gumilang. Ya, saya ikut-ikut sajalah. Kalau nama saya itu Abdus Salam, kadang-kadang Panji Gumilang, Abu Maarik, kadang-kadang Rasyidi, saya gabungkan jadi satu. Itu nama orangtua dan kakek moyang, nanti kalau sudah Syamsul Alam, itu sudah kakek itu.

Keterangan Imam Supriyanto, Abu Maarik punya rekening di Bank Century, ketika buka masih bernama Bank CIC, senilai Rp250 miliar?
Umpamanya saya punya uang sebanyak itu opo yo kondo-kondo. Seumpama saya tidak punya uang sama sekali apa ya minta ke panjenengan. Lha wong  duit kok Mas, duit kuwi ora iso nyanyi, sing iso nyanyi iku lambe (Uang itu tidak bisa bernyanyi, yang bisa nyanyi itu bibir). Wong jumlah segitu di anu kok ditanya. Panjenengan tanya siapa juga jawabnya begini.

Anda juga disebut-sebut kenal Robert Tantular?
Ya, kenal. Tantular yang punya CIC kok, ya kenal. Sama saja sampeyan tanya apa syeikh kenal Imam Supriyanto. Robert Tantular, yo kenal. Mosok saya nggak kenal. Ya lucu, wong dia yang punya bank, waktu itu.

Apakah benar Al Zaytun punya hutang Rp50 miliar kepada Bank Century dengan cicilan Rp1,3 miliar per bulan?
Nduwe utang tanggungane Zaytun. Nduwe duit yo tanggunange Zaytun. Yok opo sampeyan iki, wong utang kok ditakoni. Gelem nyumbang opo sampeyan
iki.
(Punya utang itu tanggungan Zaytun, punya uang juga tanggungan Zaytun. Bagaimana Anda ini, utang kok ditanya, mau nyumbang apa Anda).

Bagaimana Anda menjawab  tudingan  NII KW9 yang dikaitkan dengan Pondok Pesantren Al Zaytun?
Al Zaytun seperti ini, dituding apa juga begini. Ngene Mas, kaca itu kaca kan, sampeyan teplok kotoran, ya tetep kaca lho Mas. Ya, Zaytun begini, pusat pendidikan, pengembangan budaya toleransi, perdamaian, dan untuk meng-Indonesiakan anak-anak Indonesia ini, landasannya filosofi negara, yakni nilai-nilai, dari yang lima itu.

NII Crisis Center (NCC), menyebutkan tiap 1 Muharam ada pertemuan besar, itu hajinya orang NII di sini. Apakah benar ada istilah naik haji di Al Zaytun setiap 1 Muharram?
Ngawur maneh iku Mas. Kok haji ke sini itu bagaimana ah. Haji itu ada istilah kalau bangsa Ibrani ke Yerusalem, kalau Muslim ke Baitul Haram. Masak 1 Muharam kok haji.

NCC merilis banyak korban NII. Lembaga itu digerakkan oleh bekas warga NII. Mereka menyebut NII dan Al Zaytun itu satu kesatuan. Komentar Anda?

Mas, Al Zaytun itu tidak pernah mengorbankan orang, tidak punya alumni yang seperti itu. Alumninya baru. Ini sekarang ini alumni Al Zaytun sedang main hockey, tahu-tahu 17 universitas itu, pemainnya setiap tim ada Al Zaytun. Kalau hockey ada Mas. Hockey itu sepak bola pakai gebug itu lho, tapi tidak digebugkan uwong, mosok sampeyan pantes tho, Al Zaytun seperti ini kok alumninya macem-macem. Ini modern Mas. Modern itu by sistem, by  pengetahuan,  etos kerja tinggi, prosedur, maka masuk sini pun ada prosedur, kirim surat. Nggak kirim surat ya nggak diterima, wong nggak kenal. Modernnya juga nggak  macem-macem.

(Panji diam sejenak, lalu mempersilakan VIVAnews minum. "Mas, sampeyan ki takon kok macem-macem, lebih baik minum dulu minum, biar adem.")

Bagaimana tanggapan Anda tentang NII KW9?

Saya akan menanggapi itu NII sudah berhenti 1962. Kalau tidak salah dalam sejarah, setelah turun itu, Pak Sekarmaji Marijan Kartosoewiryo itu menginstruksikan kembali ke pangkuan ibu pertiwi.

Kalau sudah berhenti 1962, lalu bagaimana dengan  pengakuan korban NII itu?

Kan mengaku-ngaku. Versi saya, itu sudah selesai.

Soal Al Zaytun kerap menjadi perhatian partai politik. Mengapa? 
Kata siapa jadi perhatian itu.

Misalnya pada  2004, santri Al Zaytun bulat mendukung Wiranto sebagai Presiden, sampai jadi sengketa di Mahkamah Konstitusi?

Nggak ada sengketa. Awalnya sudah selesai, kok dibuka tidak selesai. Buktinya tidak ada apa-apa, kok dibuka lagi. Itulah demokrasi itu, baru menghadapi yang begitu, kalau sudah kita anggap selesai, diulangi lagi ya tidak kita anggap. Demokrasi juga yang begitu.

Putra-putri Anda  bergabung ke partai politik?
Bukan masuk partai politik, ada yang menjadi anggota DPRD Indramayu dari Golkar. Itu saja. Dari dulu sini itu ramainya Golkar.

Putera Anda berapa?
Banyak, yang ada 6 orang. Ada yang sekolah. Yang lain di sini, yang dua di Mesir. Nomor dua dan nomor tiga.

Tokoh NII yang ikut bangun Al Zaytun, masih ada di sini?
Tidak ada unsur-unsur yang Anda sebut itu. Yang ada adalah Yayasan Pesantren Indonesia.

Kenal Adah Jaelani (tokoh Negara Islam Indonesia pasca SM Kartosoewiryo)?
Siapa yang tidak kenal. Dia sering dimasukkan di Tempo, di mana gitu kok. Setiap orang datang ke sini kok ditanyakan, tentara datang ke sini ditanyakan, Anas (Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum) datang ke sini ditanyakan, ada apa? Bahasa Gresik-nya, yok opo sih rek.

Anda merasa tersudut dengan berbagai tudingan ke Al Zaytun itu. Apakah akan menggugat balik?
Indonesia ini dasarnya Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Yang ketiga, Persatuan Indonesia. Kapan jadi persatuan kalau begitu saja digugat. Nggak usah gugat menggugat, ayo ciptakan persatuan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya