Menteri Perdagangan Gita Wirjawan

"Kemarin Saya Disikat WTO"

Kunjungan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Rabu siang, pukul 11.00, 4 Januari 2012, kantor VIVAnews.com kembali kedatangan tamu. Tamu itu adalah Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan wakilnya, Bayu Krisnamurthi.

Meski hanya menyempatkan waktu sekitar satu jam, mereka menceritakan berbagai hal. Mulai dari kebijakan terbaru, menerapkan skor TOEFL 600 bagi pegawainya, hingga kasus BlackBerry yang sudah meredup.  Berikut kutipan wawancara dengan Gita dan Bayu:

Apa latar belakang Kementerian Perdagangan Anda menetapkan skor kecakapan berbahasa Inggris (TOEFL) 600 pada pegawainya?
Pegawai protokol di Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) yang mengangkat koper saya itu memiliki TOEFL 600, dan sekarang sudah di atas 650. Mulanya 300. Kami latih, kami didik, dan dites dua sampai tiga kali, akhirnya naik ke 600. Sekarang 258 dari 580 pegawai BKPM dalam 12 bulan telah meraih TOEFL di atas 600.

Memang, secara empiris korelasi kecakapan berbahasa dengan kinerja itu sulit dibuktikan. Tapi, kalau memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik, pasti dapat berkarya lebih baik. Paling tidak bisa merealisasikan prestasinya.

TOEFL 600 yang dimiliki karyawan BKPM ini lebih dari 40 persen, sedangkan di Kementerian Perdagangan kami mentargetkan 1.000 dari 3.000 karyawan. Cuma 33 persen.

Pelek Baru untuk Mobil Kecil Ini Hadir dengan Beragam Warna

Saya agak tersinggung dengan Pak Chaniago (pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago) yang mengasumsikan SDM atau bibit-bibit di Kementerian Perdagangan mungkin tidak akan mampu memenuhinya.

Saya tidak pernah berasumsi SDM di Kemendag lebih parah dengan BKPM. Ini asumsi yang harus dikoreksi. Saya sangat bisa mematahkan argumentasi dia karena memang sudah terbukti sembilan orang protokol BKPM itu masing-masing skornya di atas 600, karena memang kita latih. Insya Allah pada tahun ini akan membuahkan 200 karyawan lagi (yang memiliki TOEFL 600). Jadi pada akhir 2012 itu 458 dari 580 karyawan sudah memiliki TOEFL 600.

Percaya atau tidak, ini sangat berkorelasi. Lihat saja, kenaikan investasi pada 2010 di atas 54 persen. Penyerapan dan distribusi penanaman modal di luar Pulau Jawa meningkat 18 persen. Masa sih gak ada korelasi?

Bisa Anda jabarkan korelasinya seperti apa?
Seorang protokol yang mengangkat koper saya, menyediakan boarding pass, mengambil kunci hotel saya, yang tadinya hanya memiliki TOEFL 300 sekarang menjadi 650. Dia telah melakukan lebih baik dari seorang protokoler.

Siapa tahu bisa menjadi menteri perdagangan, dan itu menjadi sumber daya yang luar biasa. Siapa tahu menjadi Chief Editor-nya VIVAnews, siapa tahu bisa jadi siapa pun. Ini menjadi sumber daya yang luar biasa. Dia mampu melakukan negosiasi, melakukan komunikasi dan interaksi dengan komunitas global.

Kemampuan berbahasa Inggris di BPKM penting, misalnya ketika berkaitan dengan luar negeri. Di Kementerian Perdagangan itu lebih relevan lagi. Kami harus bisa bernegosiasi dan berunding.

Polisi Bagi Takjil Gratis Tapi Tak Ada Pengendara Melintas, Netizen: Anda Berkumpul, Kami Putar Arah

Saya bangga sekali dengan kawan-kawan dari Tiongkok waktu di APEC dan WTO. Negara-negara berkembang, seperti India, Brazil, dan Tiongkok ini timnya solid, semuanya jago berbahasa. Mau ngomong apa?  Hukum, perdagangan internasional, ini dan itu, mereka sangat berkapasitas. Kalau kita? Ya mohon maaf, berlindung di mana kita tidak tahu. Ya mbok berani lah. Kami mengedepankan semangat untuk kita semua. Itu saja.

Bayu menambahkan:
Kalau standar TOEFL untuk keperluan sekolah di luar negeri hanya 550, oke lah. Tapi, untuk negosisasi kan memperjuangkan kepentingan perdagangan  1 juta ton CPO (minyak sawit mentah) yang nilainya US$1 miliar, masa harus sama. Makanya saya mendukung betul skor 600.

Mungkin karyawan merespons kalau tidak mencapai 600 itu akan di-PHK. Sama sekali tidak. Minggu depan kami tes 1.200 orang. Dari situ kita tahu penempatan kela, dan training berjalan.

Gita:

Ini ada kesalahan, orang berpikir kami hanya mengamanahkan saja, tapi tidak memfasilitasi. Kami fasilitasi kok. Yang kadang-kadang saya kurang mengerti, kawan-kawan di media kalau mau tahu, ayo deh kita ke BKPM. Akan saya kenalkan pada 250 pegawai yang memiliki TOEFL 600. Eh, media gak mau. Katanya nanti dulu.

Sekarang siapa orang Indonesia yang berani duduk berhadapan dengan kawan-kawan dari Singapura untuk negosisasi. Mereka lulusan Oxford, Cambridge, Harvard yang bahasanya jago, menguasai subtansi, sehingga mereka bisa bicara apa saja.

Jadi, ini bagian dari program secara keseluruhan. Kami akan kirim 1.500 karyawan untuk ambil S2 dan S3. Kami mau konkretkan bidang studi, agar sesuai rencana aksi kami.

Jujur ya waktu kami canangkan target di BKPM, semua menyepelekan. Tapi ketika dilihat, eh ternyata bisa 258 orang, dan akhir tahun Insya Allah bertambah 200 jadi 458 orang. Saya yakin PNS kita bisa. Dan kalau yang ada orang yang meragukan kemampuan PNS, itu salahnya sendiri.

Akhir tahun Anda mencanangkan strategi 2012 mengenai pengurangan konsumsi beras, bisa Anda jelaskan detailnya?
Kalau berbicara pangan selalu berkaitan dengan pasokan dan permintaan. Kita duduk di sisi pasokan saja. Bagaimana memompa produksi? Bagaimana meningkatkan produksi? Ya kalau mau meningkatkan produksi itu dengan meningkatkan produktivitas dan meningkatkan lahan.

Tapi kalau mau ngomongin lahan, sudah berapa tahun pelebaran lahan sulit. Kendalanya banyak sekali. Tapi ya mbok introspeksi bahwa data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, kasus diabetes di Indonesia itu nomor empat di dunia.  Karena apa? Konsumsi gulanya luar biasa. Konsumsi karbohidratnya luar biasa.

Faktanya, konsumsi beras Indonesia 140 Kg per orang per tahun. Okelah itu data dari pertanian. Perdebatannya ada yang bilang 113 Kg, 120 Kg. Apa pun itu, mau 110 atau 140, itu jauh di atas angka-angka di Vietnam, Thailand, dan Malaysia yang hanya berkisar 65-70 Kg.

Masa sih tidak ada keinginan mengambil sikap untuk berubah. Sekarang persoalannya sangat mudah, kalau kita bisa menurunkan konsumsi beras dari 140 Kg ke 100 Kg, maka kita bisa menghemat 40 Kg per tahun. Jika angka itu dikalikan 250 juta penduduk, maka penghematannya mencapai 10 juta ton.

Saat ini untuk menambal kekurangan beras di dalam negeri kita impor 3 juta ton per tahun. Jika kita bisa menghemat 10 juta ton,  maka kita tidak usah impor 3 juta ton, dan malah bisa ekspor 7 juta ton.

Nah ini tinggal bagaimana kita melakukan substitusi pangan untuk mengisi porsi 40 Kg yang kadang-kadang sampai membuat perut kita gendut. Dan kita mau sehat atau tidak? Kalau kebanyakan makan, sampai  140 Kg beras per orang per tahun, ini akan menyebabkan penyakit, diabetes.

Testimonial dari kawan-kawan Cirendeu (Tangerang Selatan) jelas sekali, sejak 1918 sampai hari ini mereka makan singkong dan menjadi sehat dan makmur. Singkong itu mudah tumbuh. Pakar agrikultur bisa memberikan testimoni, di pinggir Jalan Jenderal Sudirman juga bisa tumbuh. Tak usah mencari ketinggian tertentu. Ini tinggal persoalan mau atau tidak

Di Brazil, menyikapi pentingnya protein, mereka tidak mulai dari sisi pasokan, tapi sisi permintaan. Sekitar 10-15 tahun lalu, mereka pasang iklan dengan foto model Gisele Bundchen dengan bibir yang penuh bekas susu.  Cantik sekali. Lalu konsumen berpikir, betapa enaknya susu. Mereka lalu tertarik cari susu, kemudian cari daging. Demand pushed economy, bukan supply pushed economy.

Sekarang Brazil sudah menjadi produsen sapi terbesar. Mereka tidak berpikir untuk Brazil saja, tapi untuk ekspor ke China, Asia, dan Indonesia. Jadi kita berpikir bagaimana menurunkan pola konsumsi yang kurang sehat dan menaikkan pola yang menyehatkan.

Sandra Dewi Ogah Bahas Kekayaan Suami, Tahu Harvey Moeis Korupsi?

Sekarang soal protein, tingkat asupan protein kita kecil, 2,1 Kg per orang per tahun. Saya rasa harus di tingkatkan. Jerman 50 Kg per orang per tahun. Karena itu, orang Jerman bisa buat Mercy, bikin BMW, Volkswagen, dan Porsch. Bagaimana nggak pintar, orang di sana makan daging 50 Kg per tahun.

Nah, ini sekarang bicara bisnis, kalau kita bisa meningkatkan konsumsi protein atau sapi 20 Kg, dikalikan 250 juta orang dikalikan US$7 per kg, maka bisa menghasilkan pasar US$35 miliar. Ini hanya dagingnya saja. Belum dari susunya, tulang, kulit.

Anda mengimbau masyarakat makan singkong. Anda sendiri makan singkong?
Saya tiap pagi saya makan singkong. Siang makan nasi merah. Malam sudah tidak makan nasi lagi.

Bayu:
Kalau soal Pak Gita, lihatlah penampilan tubuhnya, itu saja. Hehe

Gita:
Saya sudah turun 8 Kg sejak saya belajar mengenai fakta-fakta yang agak mengkhawatirkan.

Kenapa impor gula terus dibuka?

Kepentingannya kan banyak, jadi kita akan mencoba sosialisasi. Tapi saya yakin bila masyarakat sadar kalau gaya hidup, dengan banyak mengkonsumsi karbohidrat, glukosa, dan gula, tidak sehat, maka isu-isu sensitif soal importasi gula, beras, secara nggak langsung akan mereda sendiri.

Di Amerika Serikat, harga telur, daging, ayam, itu sangat murah, jauh berbeda dengan Indonesia. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Amerika Serikat itu satu-satunya negara yang memberikan subsidi pertanian yang paling besar di dunia. Minimal US$100 miliar per tahun. Eropa US$75 miliar. Sangat tinggi.

Kenapa kita tidak melakukan seperti itu?
Kita sudah melakukan subsidi ke pertanian Rp45-48 triliun (US$4-5 miliar).

Tapi kan tidak berimbas ke harga?
Bayu:
Ya karena memang sudah terlalu lama. Misal, untuk beras miskin. Subsidinya Rp17 triliun. Jangan lupa, ada kira-kira ada 17 juta rumah tangga yang dapat kemudahan beli beras dengan harga Rp1.600 per kg. Itu kan jumlah yang banyak.

Kemudian subsidi pupuk, itu kira-kira Rp17 triliun, belum lagi subisidi bibit dan yang lain. Itu sudah berjalan cukup lama, dan itu sudah mendekati Rp50 triliun. Tidak kecil. Tapi yang dikatakan Pak Gita, produksi pangan kita sudah didukung dengan segala cara, tapi permintaannya masih kecil.

Bicara soal kesehatan, kalau Anda lihat belanja kesehatan di negara-negara Asia, maka lebih dari 50 persen itu sebenarnya anggaran menghadapi penyakit akibat gaya hidup, bukan kecelakaan dan infeksi. Nah, gaya hidup itu ya pola makan yang tidak sehat.

Khusus mengenai harga ayam di Amerika ada masalah selera. Di sana sayap gak laku, murah sekali,  karena seluruh harga ayam sudah dibayar oleh dadanya. Jadi sayap dan kaki di sana praktis gratis. Ini karena masalah selera dari konsumen saja.

Menurut Anda, bagaimana dampak krisis Eropa?
Berat lho. Kalau kita lihat revisi forecast pertumbuhan ekonomi dunia turun dari 4,7 persen ke 4,2 persen. Penurunan sebesar 0,7 persen dari US$70 triliun itu kan kurang lebih US$495 miliar. Jadi aktivitas ekonomi dunia akan turun segitu. Artinya, walaupun tumbuh, penurunan dari pertumbuhan itu akan mencapai triliunan dolar. Tentunya bobotnya di Eropa Barat dan Amerika Serikat akan lebih banyak.

Sekarang kan banyak produsen-produsen Brazil, China yang ingin mengirimkan barang-barangnya ke Eropa Barat dan Amerika Serikat. China ekonominya US$6,5 triliun. Konten ekspor mereka sekitar 55-60 persen. Nah, 60 persen dari US$6 triliun itu sekitar US$3,6 triliun.

Bayangkan kalau mereka itu nggak kirim barang dan jasa ke Eropa Barat dan Amerika, mereka akan cari alternatif baru, yaitu ke selatan, Indonesia. Ini kawasan seksi banget, 250 juta manusia. Purchasing power-nya meningkat, GDPnya sudah hampir US$1 triliun. Tahun lalu US$820 miliar, tahun ini US$930 miliar.

Mau gak mau, secara kuantitas mereka akan mengalihkan pengiriman barang ke pasar-pasar baru, seperti Indonesia. Tapi pendekatannya bukan membentengi diri, justru meningkatkan perlindungan terhadap konsumen yang ada. Jangan sampai konsumen kita memakai helm yang tidak sesuai dengan standar.

Beberapa minggu lalu kami melakukan pengawasan di lapangan dan menemukan ratusan produk non pangan dan produk pangan olahan yang tidak sesuai dengan peraturan. Tentunya barang yang ditemukan itu 99 persen barang impor dan ini tidak benar.

Ini akan kita sikapi, tapi kita juga harus hati-hati jangan sampai pergerakan pendulumnya terlalu banyak dan kita bablas, sehingga tidak dapat mempertanggungjawabkan kepada internasional. Karena aksi apapun yang kita lakukan harus bisa dikomunikasikan dan kita pertanggungjawabkan.

Kemarin saya disikat di WTO karena kita super protektif, dengan aksi-aksi dan statement kita mengenai rotan, statement kita mengenai hortikultura, statement kita mengenai penemuan barang-barang. 

Ini gawangnya sudah ada, ini gawangnya mengacu ke Keselamatan, Keamanan, Kesehatan, dan Lingkungan (K3L). Kita hanya mau memastikan saja. Saya yakin mengimplementasikan sesuai gawangnya. Dengan begitu, ini akan membatasi importasi apa pun.

Di pasar ada puluhan produk, sementara SNI Wajib hanya 23. Masuk akal tidak? Sedangkan di negara-negara lain, SNI Wajib itu ada ribuan yang dikenakan untuk ribuan produk. Nah ini yang harus disikapi, dan saya bukan mau mengubah apa pun yang dilakukan sebelum saya. Kami melihat ke depan saja. Pertanggungjawaban kita kan kepada masyarakat luas.

Selain itu, kelembagaannya bukan Kementerian Perdagangan saja, banyak departemen yang terkait, salah satunya Bea Cukai. Kita bisa larang, tapi apakah di lapangan barangnya akan tetap tidak masuk?

Bagaimana dengan kasus BlackBerry? Indonesia merupakan konsumen besar, tapi mereka bikin pabrik di Malaysia. Dan ternyata penyelesaiannya tidak ada?
Belum. Belum selesai. Lihat saja nanti. Kami sedang tiarap. Kami seperti VIVAnews yang tiarap. Hajar... waktu dia gak siap. Hahaha... becanda.

Begini, BB itu simpel. Saya sudah bertemu dengan mereka beberapa kali. Mereka (RIM dan Kementerian Komunikasi) perlu jembatan komunikasi. Saya bisa sedikit berbahasa Inggris, ya saya bantu. Beres.

Komunikasi mereka dengan Kemenkominfo untuk menjelaskan posisi mereka. Mereka sempat mengkomunikasikan beberapa kali untuk bangun pabrik di Indonesia secara lisan, bukan secara tertulis.

Pembicaraannya berbasis keyakinan. Indonesia merupakan satu-satunya harapan mereka. Karena di China dan India mereka  nabrak tembok.  Pangsa pasar mereka turun, sahamnya turun, dan nilai kapitalisasinya juga turun.

Di Indonesia mereka jualan 4-5 juta BB dan ke depan akan lebih banyak lagi dan terus meningkat. Eh nggak tahu bagaimana, mereka melakukan pembicaraan dengan sebuah perusahaan di Singapura bahwa mereka membuka fasilitas produksi di Malaysia dan dengan skema outsourcing. Ini cerdik, tapi kan enggak benar.

Akhirnya, ketika bertemu dengan Menteri Perdagangan Kanada, saya bilang, ini bukan masalah government to government, ini masalah manajemen perusahaan.  Nah, kita tunggu saja aksi korporasi mereka.

Saya sih percaya azas insentif dan disinsentif. Kalau mereka mau bekerjasama dengan kita, kita berikan intensif. Saya kasih tax holiday. Saya berbicara sebagai Kepala BKPM. Investasinya di atas Rp1 triliun, sangat memungkinkan diberi tax holiday. Itu ada Peraturan Menteri Keuangannya. Peraturan Pemerintahnya juga ada. Karena ini semangat padat karya, hilirisasi industri.

Kalau mereka tidak mau, kita perlu mengambil sikap-sikap yang bisa dikategorikan sebagai disinsentif. Supaya barang-barang mereka yang diproduksi di luar negeri tidak gampang masuk, seperti saat ini.

Bagaimana soal larangan ekspor rotan?
Saya bukan anti ekspor. Tapi kalau saya ekspor bahan baku hanya dapat 10 perak, sedangkan kalau mebelnya 100 perak, saya mendingan pilih ekspor barang jadinya. Itu pro ekspor dan pro nilai tambah.

Kenyataan saat kami berkunjung ke Sulawesi dan Kalimantan, ada bahan baku rotan yang diambil dengan tidak memegang semangat kelestarian. Jadi tidak ramah lingkungan. Itu satu.

Saat ke Cirebon, kami menyaksikan betapa terjadi penurunan aktivitas.  Kami berkunjung ke salah satu pabrik yang dulunya 2.000 pengrajin, sekarang cuma 50. Saya pikir cuma satu-satunya, ternyata tidak. Di jalan sepanjang 5 sampai 7 Km, pabrik-pabrik sudah bangkrut semua. Jadi begitu dihitung berarti ada puluhan ribu orang yang di-PHK. Alasannya, bahan bakunya lebih gampang dieskpor dari Sulawesi dan Kalimantan daripada dikirim ke Cirebon.

Argumentasi masing-masing pihak (pro dan anti ekspor rotan) juga lucu. Yang pedagang bilang, kita kalau jual di dalam negeri cuma US$6, kalau ke luar kita dapat US$12. Tapi begitu kita berbicara sama kawan-kawan pengrajin di Cirebon, mereka bayarnya US$12-14. Ini kan informasi asimetri.

Akhirnya saya duduk dengan Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian. Oke, saya berani melarang ekspor bahan baku selama masih ada tiga semangat yang terkandung. Pertama, harus ada penyerapan dalam negeri. Jangan sampai kawan-kawan di Sulawesi dan Kalimantan tidak bisa menjual barang. Kedua, pembangunan sentra produksi di tempat asal rotan, jadi tidak cuma di Cirebon saja, agar terhindar dari kesan Jawa sentris. Ketiga, harus ada semangat mentransfer teknologi darimana pun, baik dari dalam maupun luar negeri untuk mempercantik desain-desainn produk-produk rotan.

Bagaimana regulasi e-commerce, bisakah di Indonesia berkembang mengingat infrastruktur yang kurang memadai?
Saya optimistis, dan tidak sepesimistis Anda. Dalam arti mobile telephony ini sudah tergabung. Penetrasi mobile telephony kan hampir 60 persen, broadband 4 persen, internet 16 - 18 persen.

Kita sudah nomor dua di Facebook, nomor tiga di Twitter. Nah itu menunjukkan bahwa mobile telephony sudah bisa men-subcombine, tinggal nanti aplikasinya saja di mobile telephony agar bisa e-commerce.

Coba bayangkan, ekonomi kita sudah US$1 triliun, jadi US$2-3 triliun dalam 9 tahun. Jadi US$7-9 triliun dalam 19 tahun. Prediksi Standard Chartered Bank ekonomi Indonesia pada 2030 akan mencapai US$7-9 triliun, bahkan US$9,3 triliun. Nah ini e-commerce luar biasa prospeknya. Jujur saja kerangka regulasinya masih agak ngambang. Ini kita masih pelajari. Saya masih masih di titik awal pembelajaran soal ini.

Ada langkah-langkah kongkret untuk mempercepat?
Ada. Kita perlu katalis. Katalisnya di mana. Saya sih berpikir Yahoo sudah masuk. Kalau pemain lokal tentunya inovasi content belum setinggi dan sebesar seperti mereka. Karena itu, kita perlu merangkul.

Google sudah mengambil sikap tidak investasi di sini. Kenapa? Masalah utamanya adalah kekhawatiran apakah pemerintah bisa memberi garansi terhadap properti intelektual? Bagaimana agar office boy yang kerja malam tidak mengambil intelektual properti kami, dan besoknya menjual di seberang jalan. Mereka takut bakal terjadi sepert di China.

Secara kolektif, kita harus bisa memberikan keyakinan ke siapa pun. Kalau kita bisa menarik Google ke sini, ini akan sangat membantu. Bola saljunya akan menggelinding.

Kalau kita bisa membuka Apple Store di Jalan Sudirman atau Thamrin, itu akan mengubah paradigma. Karena kenyataannya banyak orang Amerika berpikir bahwa Indonesia korup, banyak bencana alam dan tidak berpendidikan. Pikiran ini pada mereka masih kental.

Anda tampaknya sangat disayang oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bagaimana Anda bisa dipilih menjadi Menteri Perdagangan?
Kenapa gak jadi Menteri Agama? Hahaha...
Saya sudah lama di private sector untuk membantu negara kita. Saya diamanahkan membantu negara, saya sudah siap. Saya ditempatkan di BKPM ya saya lakukan yang terbaik lah. Ketika dipindahkan di Kementerian Perdagangan, Alhamdulilah ini amanah. Saya siap ditempatkan di mana saja selama saya mampu.

Waktu itu yang telepon Anda siapa? 

Pak Sudi Silalahi.

Anda langsung diberitahu menjadi Menteri Perdagangan?  Atau Menteri Keuangan?
Langsung. Gak ada wacana apa-apa. Kenapa? Anda tahu sesuatu yang saya tidak tahu? Hahaha.

Benarkah Anda yang membiayai pendidikan putra presiden, Agus Harimurti Yudhoyono, di Harvard?
Saya yang membiayai. Ini fakta, melalui program bea siswa Ancora Foundation. Tapi saya mengambil keputusan membiayai setelah dia diterima di Harvard. Kalau anak Anda diterima di Harvard, saya biayain. Atau Anda yang diterima di Harvard, saya biayain. Pada 2008, Agus itu satu-satunya yang diterima di Harvard.

Anda kabarnya pernah hampir menjadi pemusik, benarkah?
Waktu S1 saya dapat beasiswa musik. Tapi tahun keempat saya ga boleh [orang tua]. Jadi saya belajar akuntansi dapet CPA, MBA, itu karena program satu tahun. Bisnis dua tahun. Ketika saya kembali, saya di swasta. Saya kerja di Temasek, lalu di JP Morgan, dan pada 2008 bosan lalu  mendirikan bisnis sendiri, Ancora Capital. Alhamdulilah diberkati.

Masih suka main musik?

Masih. Kemarin di tvOne.

Sebagai pejabat negara,  bersediakah Anda menggunakan mobil Kiat Esemka sebagai mobil dinas, seperti Walikota Solo, Joko Widodo?
Saya mau. Asal bisa dapat satu. Saya mau. Tapi ditanyain dulu ke Jokowi, mau enggak dia makan singkong? Jangan makan nasi 140 Kg. Hahaha.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya