Kepala BP Migas R Priyono

"Kami Produk Reformasi"

Kepala BP Migas Kunjungi VIVAnews
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews – Persoalan minyak kerap membelenggu negara kita, Indonesia. Saat harga tinggi, semua berteriak karena beban pemerintah terhadap subsidi sangat tinggi. Itu semua lantaran Indonesia tak lagi menjadi produsen minyak dunia. Indonesia sudah jadi  nett importir dan keluar dari organisasi negara-negara penghasil minyak dunia, OPEC.

Eksplorasi yang jor-joran pada masa lalu juga turut andil dalam kecilnya produksi minyak saat ini. Yang menyedihkan, minyak-minyak yang diproduksi ini habis dibakar, tidak untuk mengembangkan energi terbarukan. Akankah minyak di Indonesia hanya tinggal riwayat yang hanya bisa dilihat di ensiklopedi dan musium?

Kegalauan inilah yang disampaikan Kepala Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) R Priyono kepada sejumlah awak redaksi VIVAnews saat . Berikut petikannya:

Bagaimana sejarah BP Migas di Indonesia?
BP Migas ini sebenarnya produk reformasi. Dulu, zaman Pak Soeharto sebagai presiden itu banyak orang yang sudah tidak puas dengan peran Pertamina. Negara waktu itu hampir kolaps gara-gara Pertamina utangnya tiga setengah kali utang negara, pada 1970an. Kolaps itu berat. Bangkrut kalau kita tidak punya minyak. Karena punya minyak saja, jadi bisa teratasi.  Produksi waktu itu 1,6 juta barel per hari dan sekarang produksi kita hanya 900 ribu barel. Pada waktu itu kebutuhan domestik hanya 300 ribu barel, sekarang 1,3 juta barel per hari. Artinya sudah tidak sangat sebanding.

Pada waktu itu, karena minyak sangat diandalkan sampai muncul istilah Pertamina itu negara dalam negara. Pertamina tidak boleh diaudit. Tidak ada satu pun instansi yang boleh mengaudit. Semua langsung Presiden, kontrak pun langsung dengan Presiden. Jadi hebat banget. Saking hebatnya check and balance menjadi tidak ada. Sudah bisa diduga, tidak ada good corporate governance.

Ini reformasi membuat orang ingin semua hal berubah dengan cepat. Dalam bidang migas lahir UU Migas yang esensinya semua harus duduk di tempatnya masing-masing. Kalau misalnya permainan bola, yang menjadi FIFA yang membuat aturan semua secara umum yang digunakan wasit  dan pemain siapa sih? Kemudian, wasitnya siapa? Pemainnya siapa? Pertamina waktu itu menjadi FIFA. Wasit dan pemain menjadi satu. Jadi mana yang benar dan salah sudah tidak tahu lagi.  Dan kita tahu, DPR dulu kan koornya rapi, satu bilang A semua A. Namun, setelah reformasi sudah tidak begitu lagi. UU Migas esensinya memisahkan, peran pemerintah di Pertamina dikembalikan ke pemerintah, peran wasit ya harus ada wasitnya, pemain ya pemain.  Sebagai wasit, maka dibentuklah BP Migas. Ini semua agar Pertamina  sebagai BUMN hanya mencari profit saja.

Banyak yang tanya mengapa di tangan BP Migas kini produksi minyak justru banyak berkurang, sebenarnya bagaimana?
Ya tentu saja sudah turun karena hampir 30 tahun dikuras habis. Tadi saya sudah sebutkan produksi minyak Indonesia pernah mencapai 1,6 juta barel, berapa tahun itu dikuras? Tempat yang dikuras itu-itu juga, tidak ada tempat baru lagi. Jadi sekarang istilahnya, dalam bahasa Jawa-nya, itu kita hanya mendapat koretan. Jadi generasi sekarang ini generasi koretan. Susah setengah mati kami menaikkan produksi, kecuali jika ada suatu revolusi kebijakan pemerintah yang lebih keras lagi, jadi bukan pengelolaan sumber daya alam tetapi pengurasan sumber daya alam.

Yang menjadi concern kami, apa pengurasan minyak akan terulang pada sumber energi lain. Saya selalu menyuarakan migas ini menjadi jembatan saja, tidak menjadi sumber tumpuan. Migas ini sumber daya alam yang tidak terbarukan, bahkan habis. Minyak sekarang sudah ketahuan bakal habis. Apakah gas mau seperti minyak? Apakah nanti kemudian cucu kita mengenal minyak bumi hanya di ensiklopedia? Minyak bumi adalah bla bla bla, barangnya di Indonesia sudah tidak ada, tinggal di museum.  Atau kita awet-awet, supaya nanti digunakan anak cucu kita. Atau minyak bumi ini digunakan untuk mengembangkan sumber energi baru, seperti tenaga surya? Saya tidak melihat pemerintah giat mengembangkan risetnya di tenaga surya. Semua sumber minyak bumi saat ini hanya untuk dibakar, saya sedih sebagai orang yang sangat mengerti di bidang energi kok hanya habis dibakar saja, semua buat BBM. Dulu malah minyak tanah yang disubsidi digunakan untuk cuci tangan bila terkena cat, karena saking murahnya.

Mumpung sekarang masih ada, apakah tidak segera dikreasikan sumber daya lain yang terbarukan, yang berkesinambungan. Matahari kan tidak pernah absen setiap pagi terbit, apa tidak ke situ? Kalau terus-terusan tergantung kepada migas nanti kejadian minyak bumi terulang lagi.

Apakah betul Indonesia sudah nett importir minyak bumi?
Dari jumlah total kita sudah nett importir. Kebutuhan 1,3 juta barel per hari hanya produksi 900 ribu barel. BBM tetap impor karena kilang dalam negeri cuma bisa memproduksi 800 ribu barel per hari.

Era gas sudah diprediksi 20 tahun yang lalu. Indonesia akan memasuki era gas karena 20 tahun yang lalu, setiap mencari minyak yang ditemukan gas. Tapi gas waktu itu tidak laku, karena subsidi solar dan minyak tanah besar sekali.

BP Migas sebagai wasit, seberapa jauh perlindungan kepentingan nasional, karena kami lihat Pertamina sampai mencari minyak hingga ke Irak dan Venezuela, sedangkan Pertamina banyak tidak jadi operator?
Sebenarnya begini, dulu itu punya Pertamina semua. Tetapi pertanyaannya, mengapa dikuasai asing? Yang ngundang mereka siapa? Pertamina juga. Di Blok Mahakam Total masuk. Lalu BP masuk, Exxon masuk. Seperti Cepu, itu lahan Pertamina juga. Tetapi kenapa sewaktu dipegang Pertamina minyaknya gak pernah ketemu? Sampai suatu saat orang Pertamina membocorkan ke Humpuss (perusahaan milik Tommy Soeharto-Red), "di situ kebun binatang loh, kamu berburu di situ saja." Begitu Humpus masuk, senjatanya bagus binatangnya banyak, tapi gak ketembak juga. Dan setelah itu Exxon masuk, mereka ngebor di sumur yang sama dengan sumurnya Tommy, cuma lebih dalam 100 meter. Sejarah mengatakan begitu Exxon masuk minyaknya ketemu. Sejak itu terbukti bahwa Cepu itu kebun binatang, sebelumnya "di situ katanya kebun binatang".

Di mata BP Migas, Pertamina dengan perusahaan migas asing sama?
Sama semua. Hanya saja privilege-nya ada di Pertamina. Bagi hasilnya 60:40 di semua blok migas Pertamina, belum cost recovery-nya. Negara rata-rata hanya dapat 35 persen.

Secara umum kontrak bagi hasil itu berapa?
Ada yang 90:10 bagi lapangan tua seperti Caltex. Ada yang 80:20, ada juga 70:30. Makin ke timur makin susah, negara makin kecil.

Itu berlaku di dunia migas internasional?
Iya, kalau lebih mudah biasanya lebih tinggi bagian pemerintah, tetapi kalau lebih susah, seperti di Malaysia, semakin susah maka bagian pemerintah semakin kecil. Nah, ini yang menghambat investasi migas di Indonesia. Karena kita takut mendapat porsi kecil, padahal sudah susah cari minyak.

Mengenai bagi hasil, mengapa Indonesia mengadopsi sistem ini?
Sebenarnya ada dua rezim kontrak, satu royalti and tax, biasanya negara kapitalis di mana pengusaha menguasai lahan. Satu lagi kontrak bagi hasil di mana lahan itu milik negara, cadangan punya negara. Kontraktor hanya tukang pacul saja. Nanti kalau dapat dikasih persenan minyak.

Sebenarnya sejak Pak Ibnu (Ibnu Sutowo, mantan Dirut Pertamina), kontrak bagi hasil itu menyatakan kedaulatan milik negara karena sumber daya alam milik negara, dan kemudian dibayar kembali. Atas prinsip ini, negara dapat mengatur apa saja.

Karena negara bisa mengatur apa saja, dan di Peraturan Pemerintah No.42/2002 tentang BP Migas menyatakan BP Migas boleh mengatur dan membuat aturan sendiri untuk kelancaran operasi dan manfaat bagi negara, akhirnya kami menerapkan local content.  BP Migas adalah instansi pertama yang mencanangkan local content.  Kemarin kami dapat penghargaan yang terbaik, namun karena antarmenteri, menterinya yang dapat.

Investasi asing langsung dari sektor migas ini sangat besar. Hampir Rp150 triliun.  Kalau itu semua bisa dibelanjakan dalam negeri, itu stimulus dan juga pendamping APBN. Kalau dibelanjakan di luar negeri, tak ada gunanya.

Kenapa BP Migas bisa mengatur local content sebegitu besar? Karena cost recovery. Kami bisa katakan, saya tidak akan bayar  kalau kamu tidak nurut aturan yang kami bikin.

Cost recovery itu kan tergantung auditor, karena BP Migas tidak mempunyai orang di setiap perusahaan?
Tidak juga, karena proses manajemen itu mulai dari perencanaan hingga pembayaran. Ada empat tahap, BP Migas masuk semua. Waktu perencanaan sudah mulai diskusi, sumurnya berapa, orangnya berapa, nanti kalau ada deviasi berapa. Nanti kalau mau membangun platform, kami benchmark dulu di Malaysia berapa, alokasi anggaran. Dalam pelaksanaan ada lagi, operasi dan pelaksanaan diawasi kembali, deviasi bolehnya berapa. Saat dibayar, dicek lagi, sudah diawasi gak, sudah diaudit belum, baik BP Migas, BPKP, dan BPK. Nanti baru dibayar.

Bagaimana bila biaya cost recovery sangat tinggi?
Kami tidak bodoh. BP Migas kan pengawasan dan pengendalian. Kami tidak hanya mengawasi, tapi juga mengendalikan. Kontraktor boleh nagih sejuta, tapi boleh dong kita bayar 15 perak dulu. Saya akui pengeluaran besar, tapi kita bayarnya tak mau segitu. Jadi kami dikendalikan. Setiap tahun cost recovery tak seperti yang diminta kontraktor, tapi 22-29 persen.

Ini legal?
Kami tak ngemplang kok, tetapi kami atur dulu supaya rasio penerimaan negara sekitar 25 persen. Cost of money mereka jadi panjang, supaya bagian negaranya diamankan, rata-rata negara dapat 50an persen.

Saya khawatir kalau dilepas semua bayar penuh, belum habis kontraknya minyaknya sudah habis.

Bagaimana dengan kewajiban menggunakan bank dalam negeri sebagai bagian dari devisa ekspor?
Kami sudah melakukan sebelum ada peraturan dari Bank Indonesia. Awalnya perusahaan minyak tak mau. Mereka tidak suka, tapi karena tidak dilarang di kontrak dan demi kepentingan nasional, BP Migas harus stand up, mereka harus mau.

Bagaimana ceritanya bisa memaksa?
Kejadiannya begini, pada 2009 perusahaan migas tidak diwajibkan menggunakan perbankan nasional. Terjadi krisis ekonomi di Amerika Serikat, Lehman Brothers tumbang, waktu itu sebenarnya kita sudah kena. Saya bicara dengan Pak Agus Martowardojo (saat masih menjadi dirut Bank Mandiri) dan Pak Gatot (Dirut BNI Gatot Suwondo) mereka katakan secara psikologis orang-orang sudah menarik uangnya dari Indonesia. Saya tanya ke perusahaan migas, apakah terimbas dengan krisis ekonomi Amerika Serikat? Mereka jawab tidak, karena duitnya kuat.

Saya tanya ke Pak Agus, ada tidak perusahaan minyak yang menaruh uangnya di bank nasional? Dijawab tidak ada, karena takut dengan sektor perminyakan, risikonya tinggi. Saya lihat memang tidak ada perbankan nasional yang masuk dalam sektor migas. Ini ada gap, di satu sisi ini industri hebat, kok perbankan kita tidak nempel? Saya tanya ke Mas Agus, karena kakak kelas saya, apakah perbankan nasional siap tidak masuk ke sektor migas karena ada satu hal yang tidak beresiko, yaitu transaksinya. Mas Agus tanya, apa bisa memaksa perusahaan migas? Saya bilang tunggu saja tanggal mainnya.

Saya tanya ke perusahaan migas kenapa tidak menggunakan bank nasional? Dijawab karena layanannya rendah. Kami cek, dibanding Citibank memang rendah, di IT dan orang. Saya katakan ke Mas Agus masalahnya, dan dia bilang IT bisa beli, tapi orangnya dari mana? Saya jawab bajak saja orang Citibank dan HSBC, asal saat dibajak gajinya dinaikkan sedikit. Mas Agus tanya, kalau semua sudah ok, bisa tidak saya tarik transaksi ke bank lokal? Saya jawab oke.

Saya datangi seluruh perusahaan migas dan bilang negara saya lagi kacau, ternyata perusahaan migas tidak satu link dengan perbankan nasional. Dijawab karena level of services-nya rendah, saya tanya balik kalau tinggi bagaimana? Mereka langsung mengelak saja dan tidak mau.

Lalu saya kumpulkan undang makan, luncheon talk, di hotel Dharmawangsa, beserta dirut-dirut bank seperti pak Sofyan Basyir (Dirut BRI). Saya omong, ekonomi negara kita sedang sulit, ujungnya saya bilang mulai besok perusahaan migas harus lewat perbankan nasional, kalau tidak saya tidak akan bayar cost recovery. Mereka protes, tidak bisa begitu, mantan dirjen saya, mantan bos saya bilang, tidak bisa begitu pak Pri, dikontrak tidak ada. Saya lama-lama gemes juga, saya bilang, saya di sini tidak minta izin, tapi saya hanya ingin memberitahu dalam waktu dekat saya akan keluarkan aturan harus lewat perbankan nasional. Sanksinya saya tidak bayar cost recovery.

Berapa nilai transaksi industri migas?
Mencapai US$6 miliar.  Akibat dari aturan itu apa? Pak Agus langsung menjadi The Best Bankers. Hahaha.. (eh)

Ternyata Ada 3 Tentara Wanita Malaysia yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter
Prabowo-Gibran di Penetapan Presiden-Wapres Terpilih di KPU

Mulai Hari Ini, Prabowo Subianto Bakal Dikawal Paspampres

Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024