Presiden PKS Sohibul Iman

Umat Islam Itu Tidak Neko-neko

Presiden PKS Sohibul Iman.
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai masih belum bisa merangkul umat Islam. Beberapa aksi bela Islam yang digelar bertahap mulai akhir 2016 menjadi alasannya.

Habib Rizieq Sempat Khawatir Hadir ke Reuni 212: Takut Ditangkap Lagi

Salah satu aksi yang mungkin masih diingat publik adalah aksi 2 Desember 2016 atau dikenal 212. Rangkaian aksi bela Islam jilid III di Jakarta ini pernah diklaim dihadiri lebih dari 6 juta peserta.

Sebagai kepala negara, Jokowi diharapkan bisa lebih baik dalam mengatur persoalan umat. Hal ini menjadi catatan Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera Sohibul Iman.

Panitia Klaim Tak Ada Orasi Politik di Reuni 212: Fokus Munajat dan Salawat

Bagi mantan Rektor Universitas Paramadina tersebut, mengelola umat harus dengan smart. Agar tak gaduh diperlukan cara pendekatan komunikasi yang tepat.

Era Orde Baru di bawah Presiden Soeharto menjadi contoh yang disodorkan Sohibul. Jokowi dianggap bisa meniru Soeharto. 'Kekeliruan' Soeharto dalam menata umat Islam saat itu mampu diperbaiki dengan memunculkan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Panitia Reuni 212 Tak Undang Anies Baswedan, Habib Rizieq Masih Pikir-pikir

"Kemudian ketika Pak Harto membuat kesadaran baru, membuat ICMI, ternyata umat Islam jadi salah satu agen pembangunan produktif," kata Sohibul saat menerima VIVA, di ruang kerjanya, lantai dua, Jalan Tahi Bonar Simatupang, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Selain catatan Jokowi, Sohibul juga bicara jelang tahun politik terkait persiapan PKS menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 dan Pemilu 2019. Target dan peta arah koalisi partai dakwah dijelaskan. Salah satunya kesiapan PKS selaku parpol incumbent bisa mempertahankan kursi Jawa Barat 1. Kemudian, dibahas pula 'keserasian' antara PKS dengan Gerindra dan Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto.

Polemik internal PKS soal status Fahri Hamzah juga disinggung pria kelahiran Tasikmalaya, 5 Oktober 1965 tersebut. Ia menyebut Fahri bisa kembali menjadi anggota PKS dengan syarat tertentu.

Berikut petikan wawancara Sohibul dengan Hardani Triyoga, Reza Fajri, dan fotografer M. Solihin dari VIVA.
    
Persiapan PKS untuk Pilkada serentak 2018?

Ya tahun 2018 ini kan Pilkada gelombang ketiga ya. Sebelumnya tahun 2015, 2017 dan 2018. Saya kira karena ini gelombang tiga berarti kita sudah punya pengalaman di gelombang pertama tahun 2015, gelombang kedua 2017. Tentu seperti biasa persiapannya diawali dengan konsolidasi sih di internal partai. Tentu yang kedua selain konsolidasi ya yang terpenting, karena pada umumnya PKS ini tidak bisa mencalonkan sendiri, maka kita harus membangun koalisi dengan partai-partai lain. Nah di PKS ini dalam konteks penentuan siapa yang koalisi siapa yang diusung, itu kita serahkan ke level terkait. Jadi, kalau level gubernur ya ke DPW. Nanti mereka yang mengusulkan pada kita dengan syarat minimal 2 pasang calon. Kira-kira seperti itu, sekarang masih terus kita melakukan konsolidasi.

Target PKS?

Sebetulnya kalau dari jumlah ini bukan yang terbanyak. Yang terbanyak adalah yang gelombang pertama tahun 2015, diikuti oleh 269 daerah. Yang kedua memang 101, ini 171, Cuma memang walau jumlahnya sedikit tapi melibatkan provinsi-provinsi besar. Contoh di Pulau Jawa itu ada Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, itu kalau dijumlah pemilihnya lebih dari 50 persen dari total keseluruhan. Dilihat bobotnya besar. Yang kedua juga, karena sangat dekat Pemilu 2019, itulah semua partai melihat 2018 ini sangat penting, dianggap sebagai batu loncatan. Kalau di 2018 bagus bisa diprediksi kinerja pileg, pilpresnya bagus, saya kira seperti itu. Tentu PKS juga tidak berbeda dengan partai lain dalam memandang 2018. Tentu kami punya target daerah-daerah mana yang kami harus benar-benar kerja dengan keras. Contoh misalnya, kalau Jawa Barat tentu kami punya tanggung jawab berat, karena kami di sini incumbent. Kemudian Jabar pemilihnya terbesar. Jabar itu penduduknya hampir 20 persen, tentu pemilihnya juga segitu.

Juga secara target kemenangan, 2015 dalam hitungan PKS, dari yang kami usung dan kami dukung kami menang di 52 persen, kemudian di 2017 dari yang kami usung dan dukung 56 persen. Karena itu di 2018 kami targetkan dari yang kami dukung dan usung itu bisa 60 persen kita menang. Di sini mungkin kenapa kami tidak membedakan yang kami usung dan dukung. Hakikatnya beda, tapi kami hitungannya tidak beda. Kalau mengusung berarti PKS tercatat di KPUD, kalau mendukung kan tidak. Kenapa kami satukan, karena kami usung atau dukung ya kerja PKS total football, tidak ada bedanya. Target yang kedua, jumlah kader yang kita usung di 2015 kita mengusung 42 kader, 2017 itu ada 17, sehingga rata-rata ya 20 persen lah. Nah, 2018 ini kalau melihat pola mungkin PKS tidak ikut seluruhnya ya. Dari situ kami 35-an lah yang kader yang ikut di dalamnya.

Selain Jabar, Sumatera Utara?

Ya jelas kalau tingkat provinsi Jawa Barat dan Maluku Utara, karena posisinya kami incumbent. Kalau Sumatera Utara kami bukan incumbent sekarang, tapi tentu potensi kami di Sumatera Utara ya pasti kita ada pernah jadi gubernur di sana. Tapi walau demikian secara konstelasi  kita menjalani kayanya kita berat kalau mencalonkan nomor satu. Mungkin kita akan nomor dua di Sumut.

Bagaimana dengan Tifatul Sembiring?

Kemarin Pak Tifatul juga berusaha mencoba, tapi melihat konstelasi yang ada kayanya bisa nomor dua. Tapi, bukan berarti Pak Tifatul ya, kader yang lain.

Restu Gerindra di Jabar

PKS di Jabar adem ayem, masih Deddy Mizwar-Syaikhu?

Ya kalau sekarang PKS tidak bergeser, kita tetap Deddy Mizwar sama Syaikhu. Dan mereka berdua sekarang bekerja, melakukan konsolidasi. Kemarin mereka sudah melaporkan ke saya, Pak Syaikhu dia udah mengunjungi semua DPD di Jawa Barat, artinya konsolidasi struktur PKS dengan DPD, plus sama masyarakat. Memang sejak Ketua DPD Gerindra Jawa Barat mengeluarkan statement itu, sebenarnya di pusat tidak ada masalah. Pak Prabowo juga tidak masalah Deddy Mizwar dan Syaikhu, termasuk Sekjen Ahmad Muzani. Cuma memang keinginan di DPD ada seperti itu. Menurut saya ini internal Gerindra, tidak ada hubungan dengan kami. Tentu kalau ingin terus, permasalahan di internal harus selesai. Kalau PKS tetap terus.

Komunikasi dengan Gerindra bagaimana, ada yang bicara Deddy-Syaikhu belum final?

Anda tahu kan 16 Agustus kemaren kan shakehand Prabowo, Deddy Mizwar, ya tidak ada lagi di atas itu. Ya sampai sekarang Pak Prabowo tidak menyatakan apa-apa. Anda lihat di DPD itu cuma satu orang yang suaranya sama dengan Mulyadi, yaitu Sodik Mujahid. Tanya Fadli Zon, tanya Riza Patria, Muzani, semua masih ke Deddy Mizwar. Sodik saja yang sama suaranya dengan Mulyadi, karena Sodik juga sama dapilnya dari Jawa Barat.

Ada kabar PKS tidak solid, karena akar rumput ingin majukan istri Ahmad Heryawan?

Nggak ada, PKS itu sebelum ada keputusan silahkan. Karena itu tercermin juga dari hasil pemira (pemilihan raya) di kita, ya ada awalnya 10 orang. Jelas ya itu mencerminkan aspirasi kader, itu dikerucutkan menjadi 5, dikerucutkan menjadi 3. Ya itu adalah aspirasi. Tapi, ketika ada keputusan di DPP, ya aspirasi itu kemudian harus mengikuti keputusan. Pemira itu adalah untuk mengukur siapa yang paling diminati akar rumput. Tapi, ketika kita proses dari kesiapan yang bersangkutan dan sebagainya, tentu Pak Syaikhu. Dan Pak Syaikhu siap maju. Ya udah Pak Syaikhu.

Deddy Mizwar head to head dengan Ridwan Kamil, Anda yakin?

Kalau dilihat dari hasil survei kan yang kuat dua itu, Emil dan Deddy Mizwar. Kami sih Insya Allah mempunyai keyakinan. Deddy Mizwar ini kan secara formal deklarasi kan belum, sementara Ridwan Kamil yang jelas tidak mau menjadi wali kota lagi. Kami yakin setelah deklarasi resmi, Demiz akan mencuat lagi. Ya tentu mesin partai kami akan bekerja. Tentu dalam setiap pertarungan harus ada keyakinan menang.

Presiden PKS  Sohibul Iman Bicara Pemilu Serentak 2019Foto: Presiden PKS Sohibul Iman. VIVA/M. Solihin

PKS kok adem ayem aja di Jabar, tidak seperti di Pilgub DKI?

Ya kan waktunya masih panjang. DKI itu mepet betul. DKI itu kita mempunyai keputusan siapa orangnya di hari H, itu pun berapa jam lagi. Justru sekarang ini kenapa PKS lebih dulu awal karena kami? mempunyai beban sebagai incumbent. Konstelasi politik di Jawa Barat itu kemarin tuh stuck karena semua menunggu sikap PKS. Hal yang sama dengan Jawa Tengah, karena PDIP belum jelas, kan Ganjar belum terlalu jelas juga, akhirnya stuck kemunculan tokoh-tokoh belum ramai. Nah di Jawa Barat ini PKS supaya nggak stuck 16 Agustus dengan Gerindra itu langsung bicara. Alhamdulillah kan bergerak. Bahwa kemudian Deddy Mizwar di internal Gerindra ada dinamika, ya itu saya kira biasa lah.

Di Pilgub Jatim, sikap PKS bagaimana?

Di Jawa Timur ini kami bertiga ini belum mempunyai keputusan apa-apa. Memang PKS sudah berapa lama ini kita dekat lah dengan Gus Ipul. Tapi, sampai hari ini kita belum ketemu formula. Karena Gus ipul ini kan PDIP, PKB udah cukup. Kami tentu mau bersama Gus Ipul, tapi kami juga maunya juga sebagai pengusung. Apakah PDIP sama PKB siap melihat PKS menjadi pengusung? Gus Ipul siap. Tapi, tentu itu harus dikomunikasikan. PKB sendirian aja udah bisa Jawa Timur.

Kabarnya Gus Ipul diarahkan untuk memenangkan Jokowi?

Saya kira kalau sejauh ini kalau dari laporan sejauh ini tidak ada pembicaraan Gus Ipul sudah harus diarahkan untuk memenangkan Jokowi. Sebenarnya kalau dihitung-hitung calon yang sangat Istana kan justru Khofifah. Tentu saja saya juga yakin Gus Ipul tidak harus mendukung Jokowi.

Anies Proyeksi 2019?

Presiden PKS  Sohibul Iman.

Foto: Presiden PKS Sohibul Iman. VIVA/M. Solihin

Persiapan Pilpres bagaimana?

Terus terang saja kita masih fokus ke 2018. Jadi kalau pilpres belum terlalu. Memang ada satu yang semua partai menunggu, yaitu adalah putusan MK. Sekarang posisi semua partai kan tidak ada satupun yang bisa mencalonkan sendiri dengan undang-undang yang ada, harus koalisi. Kalau koalisi derajat kebebasannya kurang, karena harus ada pasangan. Sebab kalau MK mengabulkan jadi nol persen, semua partai akan mengubah persiapannya, karena semua bisa mencalonkan sendiri. Kita sih berharap MK bisa segera mengambil keputusan. Kalau emang putusannya tetap 20 persen, berarti harus segera mencari formula koalisi.

Kata Hidayat Nur Wahid, PKS siap usung Anda jadi capres?

Ah itu sih, doorstop mungkin seinget-ingetnya siapa ya. Jangan dianggap serius. Nanti lah, nggak usah diseriusin, karena kita belum ada persiapan. Di PKS nanti semua keputusan itu ada di Majelis Syuro. Mudah-mudahan di akhir Desember atau awal Januari itu ada rapat Majelis Syuro, nanti di situ mudah-mudahan sudah ada usulan.

Arah koalisi bagaimana?

Ya saya kira kan begini, kalau 20 persen PKS berpeluang berkoalisi sama partai manapun. Karena pileg dan pilpres disatukan, maka paling optimal adalah koalisi dengan 2 partai, yang satu capres dan satu lagi cawapres. Kalau tiga, yang ketiga ini jadi apa? Kalau koalisi yang optimal dua partai, maka PKS berpeluang berkoalisi dengan 3 partai, apakah itu PKS dengan PDIP, dengan Golkar atau Gerindra. Tapi kalau PKS misalnya koalisi selain dengan yang 3 ini, PKS itu harus koalisi dengan 3 partai. Nah saya kira PKS akan ikhtiar koalisi dengan dua partai saja. Walaupun ada peluang koalisi dengan 3 partai ini, tapi politik ada rasionalitasnya juga. PKS memang jauh lebih intens koalisi dengan Gerindra, jadi menjalin koalisi jauh lebih memudahkan. Ketika sudah sering komunikasi. Tentu dengan Gerindra, di antara 3 itu mungkin yang paling memungkinkan. Karena komunikasinya jauh lebih intensif. Tapi kan kita belum tahu bagaimana keputusan majelis syuro dan konstelasi politik nanti.

Target di Pileg 2019?

Itu sudah kita sampaikan setelah Munas ya. PKS itu pada dasarnya ingin naik kelas, dari partai politik papan tengah menuju ke papan atas. Tengah itu 3-10 persen, papan atas itu dua digit ke atas. Selama ini kan kita 7-8 persen, kita ingin naik dua digit. Dua digit ini kan panjang ya. Kita sudah putuskan 12 persen. Kita tidak tahu apakah dengan 12 itu masuk berapa besar, tapi kami ingin 12 persen.

PKS dengan Gerindra hampir selalu sejalan, apa karena kemenangan di Pilgub DKI?

Ya sebetulnya faktornya bukan karena kemenangan ya, karena sebetulnya kami di Pilpres 2014 kalah. Ini lebih kecocokan, saling menghargai, dalam politik kan ketika kita saling nyaman. Ya Gerindra kan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pecahan Golkar lain, artinya nasionalis kan. Saya kira Gerindra di bawah Pak Prabowo mempunyai sikap yang sangat friendly dengan partai Islam seperti PKS ini. Saya kira ini sangat menentukan, kemudahan komunikasi. Karena itu akibat saling bertemu ya semakin cocok.

Anies diproyeksikan buat Pilpres 2019?

Kalau kami kan waktu mencalonkan Anies justru komitmen pertama yang kita minta dia akan menuntaskan, 5 tahun dan itu sudah disanggupi dan ditandatangani sama beliau. Walaupun komitmen itu tidak mempunyai implikasi hukum, tapi mempunyai implikasi etika. Karena itu, Insya Allah kita ingin agar Anies bekerja optimal di DKI dan juga membahagiakan warga.

Kalau kinerjanya bagus?

Bagus kan baru berapa lama. Kan kita harus sudah mencalonkan Presiden dari 2018, artinya dia baru bekerja setahun. Apa yang bisa dinilai dalam setahun? susah.

Jokowi kan sudah pernah dari DKI ke Pilpres.

Itu dia, saya kira bagi pendukungnya mungkin luar biasa. Bagi saya dalam jangka waktu segitu susah untuk menilai.

Catatan untuk Jokowi

Tiga tahun pemerintahan Jokowi sudah berjalan, bagaimana Anda lihat?

Mungkin pembangunan infrastruktur saya kira di sini bisa diacungi jempol lah, keseriusannya sangat serius. Tapi, mungkin juga ada aspek lain seperti memaksa diri, ini yang kemudian mengganggu juga kesehatan fiskal kita. Juga mempengaruhi perekonomian secara umum. Saya kira sekarang ini menurut pandangan saya ini terjadi kuat-kuatan, apakah rakyat ini kuat dengan melihat pembangunan infrastruktur, atau dia tidak kuat dengan lapar. Ketika infrastruktur dibangun demikian jor-joranan dan bahkan terkesan memaksakan diri, dan kemudian ekonomi terganggu, dan daya beli masyarakat rendah, mana yang akan direm? Apakah rasa lapar yang direm, apakah pembangunan infrastruktur yang direm?

Yang kedua saya kira satu hal, bahkan ini kata-kata seorang diplomat negara sahabat yang bertemu dengan saya, bahwa Pak Jokowi ini kurang smart di dalam mengelola umat Islam. Saya kira ini sudah menjadi catatan buat kami, jadi gaduh terus. Padahal umat Islam itu sebenarnya tidak neko-neko. Mudah-mudahan ke depan Pak Jokowi bisa lebih baik lagi mentreat, memperlakukan umat Islam.

Terus ketiga ya masalah penegakan hukum. Sekarang ini penegakan hukum terutama yang terkait dengan politik, ini sepertinya ada diskriminasi gitu ya. Terhadap pihak-pihak yang dianggap tidak sejalan dengan pemerintah begitu cepat, sedangkan untuk yang sejalan walaupun melakukan pelanggaran tapi tidak sgera, pilih kasih, dan ini kan tidak sehat juga. Kemudian posisi KPK ya. Saya kira di masa Jokowi, KPK berulang kali dalam posisi terserang, tanpa kita melihat ada sebuah pembelaan dari Pak Jokowi yang nyata. Contoh dibentuknya Pansus hak angket KPK.

Saya kira padahal Pak Jokowi bisa dengan sangat mudah bisa mengarahkan partai-partai pemerintah untuk tidak membuat pansus itu. Justru itu kan yang berusaha menggagalkan pansus kami yang di luar pemerintah, PKS, Gerindra kemudian PAN. Saya kira ini satu hal yang ambigu. Saat KPK sedang digerogoti dengan Pansus Angket KPK ini, Pak Jokowi selalu mengatakan saya tidak ingin mengintervensi. Kalau intervensi secara vulgar ya tidak bisa, tapi kan bisa mengarahkan partai-partai pendukungnya kan bisa, dan itu tidak melanggar hukum. Sebagaimana Pak Jokowi bisa mengarahkan partai-partai pendukungnya untuk mendukung Ahok. Untuk arahkan Ahok saja bisa. Saya kira masih big question lah, masih tanda tanya besar. Jadi jangan kemudian berlindung bahwa eksekutif tidak ingin mencampuri sisi hukumnya, partai pendukungnya kan bisa diarahkan. Wilayah politik yang diintervensi.

Bagaimana supaya aksi 411, 212 tidak terulang kembali?

Ya tadi, bisa mengelola umat Islam bisa lebih smart. Dalam sejarahnya umat Islam tidak neko-neko. Gampang sekali umat Islam itu dipuaskan oleh pemerintah. Dulu Pak Harto juga sama ketika Pak Harto tidak pandai mentreat umat Islam, terjadi sesuatu yang kita tidak inginkan, Tanjung Priok mungkin yang paling dahsyat, berapa ratus yang meninggal. Tapi, kemudian ketika Pak Harto membuat kesadaran baru, membuat ICMI, ternyata umat Islam jadi salah satu agen pembangunan yang produktif.

Ini seperti ada suasana awal fase Orde Baru. Kita rugi secara bangsa. Mudah-mudahan Pak Jokowi bisa. Kami juga berkomunikasi dengan Pak Jokowi. Kami juga menyampaikan. Beliau juga menginginkan ada seseorang yang bisa memberikan advice. Karena bagaimanapun Presiden ditentukan oleh para adviser juga.

Soal Perppu Ormas bagaimana?

Sikap dasar PKS kita meyakini dari awal bahwa Perppu itu bermasalah. Pertama bermasalah dari syarat terbitnya Perppu, kegentingan memaksa tidak ada, kekosongan hukum tidak ada. Kita sudah mempunyai Undang-Undang Ormas. Yang kedua substansi yaitu menghilangkan proses hukum. Ini saya kira itu paling fatal dalam konteks negara demokrasi. Sekarang tiba-tiba ada Perppu yang menghilangkan proses hukum. Seperti Pak SBY saja, dari awal ini inkonstitusional, tidak adil. Ini juga proses politik yang menurut saya sangat ganjil, karena Perppu itu disikapi DPR dengan tegas, menerima seluruhnya atau tolak seluruhnya, tidak ada menerima dengan syarat. Karena itu PKS tidak mempunyai persiapan untuk apa yang akan direvisi. Apakah nanti betul ada revisi dan selanjutnya, silahkan saja teman-teman yang dari awal itu ingin merevisi. Kami tidak mau dicatat dalam sejarah menyetujui perppu yang bermasalah.

Ini masuk dalam catatan 3 tahun pemerintahan Jokowi?

Dalam beberapa kali perdebatan publik, kan salah satu arsitek Perppu ini Pak Romli, Pak Romli selalu yakin ada proses hukum, ternyata Pak Romli tidak tahu secara utuh. Pak Romli mungkin yang menyusun, kemudian ada free rider di lingkungan Istana sendiri yang menghapus itu. Ini yang menurut saya berat sekali Perppu ini. Sebenarnya gampang. Kalau UU Ormas itu direvisi, proses hukumnya diperpendek, bisa itu. Misalnya kalau pemerintah ngebet membubarkan segera Ormas A, saya kira direvisi saja UU-nya, proses hukumnya ada, tapi diperpendek prosesnya.

Status Fahri Hamzah

Perkembangan gugatan Fahri Hamzah bagaimana?

Jadi kalau proses di pengadilan kita banding, dan sampai sekarang pengadilan belum memanggil kita. Ya kami mengikuti proses hukum. Ya memang yang kami ikhtiarkan sebenarnya proses politiknya. Proses politik ini kan masalah kemauan pimpinan DPR, kalau pimpinan DPR bisa memproses ya bisa selesai ini. Proses hukum ini nanti yang menentukan apakah Fahri ini tetap menjadi anggota DPR atau tidak. Apakah tepat menjadi anggota DPR atau tidak, tapi kalau pimpinan itu hak fraksi. Kalau selama Novanto sulit lah, karena kawan.

Masih Ledia Hanifah yang dicalonkan ganti Fahri?

Mudah-mudahan Bu Ledia ini jangan lupa juga dicalonkan.

Apa nggak tunggu 2 tahun lagi, karena Fahri kan nggak punya partai?

Jangan-jangan sih mungkin Novanto begitu kali. Tapi buat kita karena ini hak kami, ya kami menuntut ya. Hak kami ya harus diperjuangkan, secara politik.

Presiden PKS  Sohibul Iman.

Foto: Presiden PKS Sohibul Iman. VIVA/M. Solihin

Komunikasi dengan Fahri bagaimana?

Ya buat kami sudah nggak kami hitung ya. Ya sebagai manusia ya kita biasa-biasa saja, ketemu ya cipika-cipiki lah, ngobrol ya ngobrol,

Masih suka diundang ke rapat?

Kalau di bukber saya biasa ketemu dia. Karena itu berarti Fahri berhadapan dengan institusi PKS, bukan berhadapan dengan pimpinan PKS.

Kalau dia ke partai lain, PDIP misalnya?

Ya itu pilihan dia, hak politiknya ya. Dia balik ke PKS juga bisa. Kita cari orang baru saja bisa. Kalau kembali ke PKS ya mengakui kesalahan, cabut gugatan-gugatan hukum itu. Ke PKS kan gampang. Orang lain saja kita ajak, masak yang sudah pernah nggak boleh. Cuma jangan masih merasa benar sendiri, kemudian gugat-gugat dan sebagainya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya