Sholeh Siapkan Rp 2,5 M untuk ”Beli” Dukunga

SURABAYA POST – Di dunia ini tak ada yang gratis. ”Kalau saya diminta tanda tangan dukungan calon walikota independen, ya berapa dulu,” kata Joko Santosa (28), warga Kertajaya, seraya menggesek-gesekan jari jempolnya dengan jari telunjuk menyimbolkan perminta uang, Senin (18/1) pagi tadi.

Lalu, Joko pun berdalih sederhana. Secara pribadi, dia merasa tak pernah berhubungan dengan cawali yang selama ini sudah semarak bersosialisasi,--lewat kunjungan, dialog maupun dengan  pemasangan baliho maupun banner. Termasuk dengan M. Sholeh maupun  Edy Gunawan Santosa, yang disebut-sebut sebagai cawali yang berangkat dari jalur independen. 

”Mungkin, saya hanya tahu namanya saja. Jadi wajar dong, kalau saya mengukur dengan uang untuk sebuah dukungan. Kalau pun jadi walikota, juga pasti lupa dengan kita-kita ini,” ujar pekerja di perusahaan swasta di Surabaya ini. ”Itu pun hanya sebatas dukungan pencalonan independen. Soal nyoblos, itu lain lagi,” tambahnya.

Bisa jadi ini sebagai representasi pola pandang sebagian besar masyarakat kita yang memang cenderung menganggap persoalan pemilu berkaitan dengan dana besar. Termasuk dalam ajang Pilwali Surabaya 2010, yang diwarnai banyak calon dari jalur partai maupun independen.

Namun konsekuensi yang harus ditanggung memang besar. Apalagi bagi calon independen. Mengingat untuk mengumpulkan KTP, sudah bukan rahasia publik kalau setiap orang meminta konsekuensi, terutama persoalan dana.

Andaikan per orang saja ”dijatah” Rp 10 ribu, maka untuk bisa memenuhi persyaratan cawali,--mengantongi 90 ribu dukungan (3 % dari jumlah penduduk Surabaya 2,9 juta), berarti  cawali independen harus menyiapkan dana Rp 900 juta.

Hal ini tak disangkal M. Sholeh. Dikatakan, anggaran sebanyak itu dirasa cukup berat dan sulit di dapat. ”Kalau hitung-hitungan, seorang cawali independen itu harus menyiapkan Rp 2,5 miliar. Rinciannya, per KTP Rp 20 ribu x Rp 90 ribu hasilnya Rp 1,8 miliar. Sisanya untuk operasional tim dan kelengkapan adminitrasi lainnya,” ucapnya. ”Jujur bagi saya ini sangat berat,” tambahnya.

Namun ia mengaku anggaran sebesar itu masih dibilang kecil jika dibandingkan dengan anggaran cawali yang maju melalui jalur partai politik. Apalagi, ada fenomena bahwa pilwali menjadi kesempatan  partai politik menggalang dana. ”Jalur independen itu pilihan alternatif. Jika rakyat sudah tidak percaya partai, maka jalur inilah yang akan dipilih. Apalagi tidak ada ikatan-ikatan atau konsekuensi apapun ke partai,” paparnya.

Sholeh juga tetap tidak mau menyerah dan memilih menunggu putusan MK untuk mengabulkan agar bacawali jalur independen berhak ikut dengan mengumpulkan dukungan 5 ribu orang saja. ”Rencananya 9 Februari putusan itu diputuskan. Saya optimis MK akan mengabulkannya,” papar pria yang juga pengurus DPC PDIP Surabaya itu. 

Kisah Heroik Anggota TNI Keturunan Tionghoa Tak Bocorkan Rahasia Negara Meski Disiksa Musuh


Laporan:Fiqih Arfani | Surabaya Post

Pemudik keletigan pilih bermalam di Pelabuhan Bakeuheni.

Puncak Arus Balik, Banyak Pemudik Keletihan Pilih Tidur di Pelabuhan Bakauheni

Puncak arus balik mudik diprediksi terjadi Minggu, 14 April 2024.

img_title
VIVA.co.id
14 April 2024