Clark Whitney

Tiga Indikator Krisis Sepakbola Eropa

VIVAnews - Krisis ekonomi dunia ikut mempengaruhi sepakbola Eropa. Terdapat tiga indikator krisis di pentas sepakbola benua biru itu.

Krisis ekonomi dunia bukan hanya melanda industri. Itu termasuk sepakbola yang belakangan pesat membangun industrinya.

Sayangnya, pembangunan industri itu jadi terhambat akibat krisis ekonomi. Itu terlihat dari lesunya pergerakan klub-klub di bursa transfer jilid 2 musim dingin, Januari 2009.

Beberapa klub mengklaim tak terimbas krisis ekonomi ini. Tapi, terdapat tiga faktor yang disebut-sebut sebagai indikator untuk mengungkap kasus ini.

1. Penurunan Harga Minyak
Setelah mengawali musim 2008-09 dengan rekor 6-0-2 di Liga Inggris (Premier League), penampilan Chelsea lantas menurun. Pada 26 Oktober 2008, The Blues mengalami kekalahan perdana di Stamford Bridge.

Skuad Luiz Felipe Scolari gagal mempertahankan rekor manis lebih dari empat tahun. The Blues ditaklukkan rivalnya, Liverpool 1-0. 

Lima pekan kemudian, Chelsea juga mengalami kekalahan berikut di kandang dari Arsenal. Kondisi ini makin diperburuk dengan kemampuan Chelsea yang hanya mampu berada di posisi runner up penyisihan Liga Champions Grup A.

Chelsea tertinggal satu poin di bawah AS Roma. Padahal, AS Roma masih terpuruk dan bergulat di Serie A.

Dan tak seperti biasanya, Chelsea terlihat kalem selama transfer window. Mengapa miliuner dan raja minyak Roman Abramovich menutup rapat-rapat buku ceknya? 

Turunnya harga minyak dunia bisa menjadi jawabannya.

Perkembangan pesat industri di Rusia, Brasil, India dan Cina, sempat menaikkan harga minyak, musim panas atau pertengahan tahun lalu. Tapi, krisis ekonomi melambatkan kinerja industri, sehingga harga minyak pun turun.

Harga per barrel minyak mentah turun hampir 75 persen dari rekor tertinggi Juli 2008: 147,27 dolar AS. Akibatnya,
Abramovich banyak menderita kerugian sampai 88 persen dari total kekayaannya.

Chelsea yang selama ini hampir tak tersentuh ikut terkena imbasnya. Hanya gaji John Terry cs yang diperkirakan tetap aman.

2. Kredit
Bagi klub menengah ke bawah, krisis mengakibatkan mereka kehilangan penghasilan dari penjualan tiket dan merchandise. Buat klub menengah ke atas, mungkin ini tak terlalu berpengaruh.

Tapi, justru mereka dikejar-kejar oleh deadline kredit alias pinjaman yang harus segera dibayar. Manajer klub-klub sekelas Valencia, Liverpool dan Manchester United dilanda kepanikan tingkat tinggi.

Pasalnya, mereka harus segera membayar utang, padahal pemasukan tak kunjung datang. Akhirnya, solusi instan adalah menjual para pemain bintang.

3. Inflasi
Di Inggris, poundsterling mengalami depresiasi terhadap euro. Bahkan, nilai kedua mata uang kini hampir setara.

Ini menguntungkan klub-klub di luar Inggris untuk merekrut pemain dari Premier League. Pasalnya, mereka seperti mendapatkan potongan harga 40-50 persen.

Sesuai hasil riset Forbes tahun lalu, klub Big Four Liga Inggris: Manchester United, Chelsea, Arsenal dan Liverpool menempati posisi 1, 3, 4 dan 8 klub terkaya Eropa.

Tapi, Forbes April 2008 merilis selisih kekayaan antara United dan peringkat 2, Real Madrid turun dari 329,6 juta euro ke 270,3 juta euro. Meski Arsenal dan Chelsea bertahan di posisi 3 dan 8, Liverpool turun ke posisi 5.

Dari tiga hal ini, bisa disimpulkan menjadi dua hal. Sesuai pertandingan di lapangan hijau, yakni terdapat pihak yang kalah dan menang alias pecundang (losers) dan jawara (winners). 

The Losers: 
-Inggris: melemahnya nilai tukar pounds mungkin tak terlalu berefek pada klub-klub kaya Premiership. Tapi, pengeluaran Tottenham Hotspur selama off season menjadi 55 juta euro.

-Valencia: “Los Che” masih punya utang. Tapi, mereka masih punya aset berharga: David Silva dan David Villa yang bernilai 50 juta euro atau lebih. Sejak musim panas lalu, Villa dihubungkan dengan beberapa klub top Eropa. Villa bisa menjadi solusi instan untuk menutupi utang Valencia.

The Winners:
-Benua Eropa: klub-klub La Liga, Serie A dan Bundesliga secara tidak langsung mendapatkan potongan harga akibat depresiasi pounds. Mereka bisa mempertahankan bintang-bintangnya dengan harga lebih murah.

-Jerman dan Prancis: Klub-klub Bundesliga dan Ligue1 akan bisa menjual bintang-bintangnya dengan harga lebih mahal kepada klub-klub besar Eropa. Apalagi, klub-klub mapan macam Barcelona, AC Milan, Juventus dan Inter Milan diprediksi takkan mendapatkan saingan berarti di bursa transfer. Terutama dari klub-klub yang terjerat utang.

-Semangat kompetisi: Persaingan ketat di Bundesliga menjanjikan hak menarik. Selain Bayern Munich, tak ada klub yang benar-benar mendominasi.

Dominasi klub-klub Inggris di Liga Champions malah bisa disebut memprihatinkan. Menarik untuk ditunggu apakah krisis ekonomi juga akan mengganggu dominasi ini, sekaligus sebagai jalan pembuka klub-klub Eropa lainnya memathakan dominasi Inggris.

Clark Whitney, koresponden Goal.com. Copyright ada di Goal.com

Pernah Anulir Vonis Mati Sambo, Kabar Majunya Suharto jadi Wakil Ketua MA Dikritisi
Ilustrasi mata uang Jepang

Yen Amblas ke Level Terendah dalam 34 Tahun, Menkeu Jepang Bakal Ambil Tindakan

Menteri Keuangan Jepang, Shunichi Suzuki menyatakan, akan mengambil tindakan yang tepat terhadap pergerakan pasar mata uang yang berlebihan.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024