Integritas yang Tinggi sebagai Harga Mati

Ilustrasi integritas
Sumber :
  • http://ftw1974.blogspot.com
VIVA.co.id
Edu House Rayakan Harlah ke-8
-
“Kejujuran itu mahal. Jangan harapkan kejujuran dari orang yang murahan”.
Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq
Petikan dari Mario Teguh mengingatkan kita bahwa sulitnya mencari seseorang, entah untuk hubungan percintaan, persahabatan, lingkup kerja, atau bisnis. Kemunafikan dan perilaku manipulatif lebih mendominasi dibandingkan mempertahankan hubungan itu sendiri.
Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong

Menurut Wiki How , perilaku manipulatif merujuk pada percobaan untuk mempengaruhi perilaku atau tindakan seseorang secara tidak langsung. Adanya maksud terselubung dalam perkataan atau perbuatannya untuk mendapatkan reaksi  yang diinginkan dari lawan bicaranya. Mendahulukan kepentingan sendiri namun dengan cara yang sangat halus.

Mari kita bicara hukum sebab akibat. Kejujuran dengan idealisme tinggi pada akhirnya akan berbuah manis. Mereka yang di bangku sekolah dan kuliah berpegang teguh pada pendiriannya, pada awalnya dicibir oleh orang-orang di lingkungannya. Hanya sebagian kecil yang masih tetap setia menerima dan menghargai dia meskipun berbeda prinsip.


Dan pada akhirnya si idealis ini akan dapat survive di kehidupan mendatang tanpa bergantung pada orang lain. Dia tidak akan melakukan tindakan plagiat pada skripsi atau tesisnya. Orang tersebut akan mencoba mencari jalan hidup dengan cara yang tidak instant.


Sebaliknya dengan perilaku manipulatif, dia akan terus mencoba mempengaruhi dan menggoyahkan prinsip orang lain dengan cara “kotor”. Seseorang ingin hidup atau menumpang dengan orang lain, namun seolah-olah orang tersebut yang membutuhkan dirinya. Ujung-ujungnya yang ditumpangi akan merasa bersalah dan menurutinya. Berhati-hatilah dengan orang yang seperti itu, orang manipulatif biasanya orang yang tidak mandiri dan penuntut.


Perilaku lain dari ketidakjujuran adalah lempar batu sembunyi tangan. Lepas tangan akan membuat orang lain merasa kesal. Belum lagi hal ini diperparah dengan tidak mau mengakui kesalahan bahkan melemparkan kesalahan kepada orang lain. Jika kita tidak memiliki hati yang berjiwa besar untuk mengakui kesalahan, yang umumnya terjadi adalah pengucilan.


Disini saya akan
sharing
pengalaman mencoba menanamkan idealisme saya terhadap seorang anak SMP. Ketika saya melakukan pengecekan jawaban atas pekerjaan rumahnya, saya terkejut ketika jawaban soal pilihan ganda tersebut benar namun tidak ada cara sama sekali. Atau ada pula yang ada caranya satu atau dua baris namun secara ajaib, entah dari mana sudah ada jawaban benar di baris terakhir.


Ketika saya menanyakan hal-tersebut, anak itu awalnya menjawab setiap pertanyaan saya dengan tenang. Pertanyaan ketiga dan keempat dia jawab dengan agak ketus. Dan pertanyaan selanjutnya dia jawab dengan merenggut karena sebenarnya setiap materi tidak ada yang bisa dia jawab secara benar. Bahkan dia cemberut dan uring-uringan karena saya seolah-olah merupakan hakim yang mencecarnya.


Ketika kita bertindak tidak jujur kita akan defensif dengan keadaan. Memukul sebelum dipukul atau memarahi sebelum dimarahi. Sifat reaktif tersebut hanya bersifat sementara karena sebenarnya hati yang terdalam tahu bahwa hal tersebut tidak benar. Ah, sesungguhnya yang terjadi hanyalah ketidakdamaian dalam diri.


Disitu saya tarik benang merahnya bahwa ketidakjujuran sangat sulit diungkapkan. Dia sama sekali tidak mengetahui rumus dari pekerjaan rumahnya tersebut. Saya hanya meminta dia jujur bahwa jawaban akhir tersebut adalah hasil hitungan temannya.


Saya tidak pernah memposisikan diri sebagai orang tua yang mengguruinya. Tetapi tetap saja sulit baginya memberitahu saya rahasia tersebut. Dan saya gagal memberikan nilai-nilai kejujuran padanya karena dia tidak mau menerima hal tersebut.


Ada yang bilang, terlalu idealis itu identik dengan banyak musuh. Satu contoh paling sederhana, urusan contek-mencontek seperti hal di atas. Bergeming dan tidak bisa diajak bekerjasama diartikan sebagai sikap kaku, pelit dan pribadi yang congkak. Faktanya, dia sebenarnya hanya mempertahankan idealismenya, hal-hal yang dipahaminya benar sesuai prinsipnya.


Hidup dengan kejujuran, atau keterbukaan akan mendatangkan kenyamanan meskipun banyak yang kontra dengan hal tersebut. Orang yang terlalu lurus akan terkesan tidak butuh orang lain atau keras kepala. Tetapi dibalik perilakunya yang seperti itu, tidak ada modus mempengaruhi.


Jika dia menginginkan sesuatu, dia akan berkata jujur meskipun sebenarnya itu merupakan hal yang sulit dikatakan. Dikatakan sulit karena hal-hal tersebut berhubungan dengan ego, gengsi atau kesalahan fatal yang pernah dibuat.


Ketidakjujuran pun perlahan akan membuat pergeseran makna hubungan yang sudah tercipta. Ada sebuah quote yang saya dapatkan dari sebuah share post dari seorang teman,
“Mereka yang sering membayar untuk orang lain, mungkin bukan berarti mereka kaya, tapi karena mereka menghargai hubungan lebih daripada uang”
Saya bukan sedang mendiskriminasi orang pelit, terlepas dari dia orang kaya atau miskin.


Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, hemat itu sangat disarankan untuk tabungan di masa depan. Namun terkadang sikap pelit yang sangat berlebihan dan merugikan orang lain bisa menjadi bumerang terhadap diri sendiri. Orang-orang disekitar akan risih karena kita mendewakan uang dan memanfaatkan teman.


“Lebih baik tangan di atas, daripada tangan di bawah”. Merugikan orang lain dalam hal ini misalnya ingin diberi namun sesedikit mungkin memberi. Kalau kepepet, memberi pun dengan perhitungan yang sangat matang alias terpaksa.


Hal ini akan memunculkan mata rantai yang sulit putus karena hal-hal baik biasanya datang dari memberi. Sifat kikir akan menyulitkan rejeki. Ketika kita mampu memberi, lakukan itu dengan ikhlas dan tanpa pamrih.


Solusinya kembali lagi pada idealisme. Sesuaikan gaya hidup dengan keuangan sendiri. Jangan memasang dan membohongi diri seolah-olah kita bisa hidup dengan standar sama dengan orang lain. Sikap egois dan mau menang sendiri pun harus ditekan agar memiliki hubungan yang sehat dan ideal.


Bagi saya, kejujuran terhadap orang lain itu “harga mati”. Jika kita ingin mempunyai hubungan yang baik, jagalah integritas. Bukan hanya jujur dalam perkataan, tetapi juga perbuatan. Hidup dengan integritas membuat hati kita dan orang lain tentram. Orang-orang tidak merasa khawatir dan takut karena kita dapat dipercaya.
(Cerita ini dikirim oleh Marshella Limarta – Bandung)


Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya