Pak No Tukang Bentor Spesialis Jarak Jauh

Pak No dan pelanggan cilik bentornya. (HCA)
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Di Pati, Jawa Tengah, ada sekitar 3.000 tukang becak motor (bentor), yaitu becak yang dimodivikasi dengan sepeda motor. Bentuknya masih becak tradisional, tapi sudah didorong mesin sepeda motor. Salah satu tukang bentor adalah Pak No, 41 tahun, warga Desa Puri, Pati-Kota. "Lima tahun saya jadi tukang bentor," kata Pak No yang mangkal di depan Pasar Puri, Pati.

Pergilah Dinda Cintaku

Pak No, nama lengkapnya adalah Suratno. Tak ingat pasti bagaimana bisa jadi tukang bentor. Awalnya, pria jebolan sekolah menengah pertama yang telah berkeluarga dengan dua anak ini bekerja sebagai pembantu tukang batu. "Pekerjaan itu berat. Angkat junjung bahan bangunan, di bawah terik matahari. Lagi pula upahnya minim," ujarnya.

Dia kemudian menjadi tukang ojek dengan bermodal sepeda motor tua miliknya buatan tahun 1989. Tukang ojek dilakoni Pak No hanya beberapa tahun. Bukannya dia tak suka kerja itu, tapi kalah saingan dengan tukang ojek lain. Banyak calon penumpang pilih naik motor ojek lain yang lebih baru daripada naik motor Pak No yang bulukan karena umurnya memang sudah tua. "Saya juga tak tahan cari penumpang malam hari. Saya sering sakit, uang hasil ngojek untuk berobat malah tombok," ucapnya.

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Pak No mulai cari pekerjaan lain yang cocok dan bisa dikerjakan. Kebetulan saat itu di Pati sedang dikenalkan pada masyarakat angkutan penumpang Bentor. Dia berembug dengan istri, berniat "menyembelih" motor tua miliknya untuk diubah jadi bentor. Istrinya setuju-setuju saja, asal suaminya dapat menjalani dan bisa diharapkan hasilnya untuk menopang hidup keluarga.

Motor Pak No pun diubahnya sendiri menjadi bentor. Sejak itu dia mendatangi titik-titik keramaian termasuk pasar untuk mencari penumpang. Baru setahun jadi tukang bentor, mendadak Polres Pati melarang operasional dan menahan semua bentor. "Bentor saya tak ditahan. Saya banyak teman polisi," tuturnya. Kurang sebulan, seluruh bentor dilepas polisi dan diperbolehkan beroperasional lagi.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Sebelumnya, ribuan tukang bentor termasuk Pak No melalukan protes dan demo di kantor Polres. Pak No ahli mengubah motor menjadi bentor. Keterampilan ini dikembangkannya. Beberapa kali Pak No beli motor tua, diubah jadi bentor. kemudian dijual lagi dan laku Rp 2,5 juta. Keuntungan sebesar Rp 500.000 pun didapatnya. "Bentor milik saya ini ditawar Rp 2,7 juta, tak saya lepas. Jika Rp 3 juta, bolehlah," kata Pak No.

Soal tarif sekali tarik untuk jarak pendek 5-10 km, Rp 10.000 - Rp 15.000. Jika sehari dari pukul 06.00-18.00 menarik tiga kali, Pak No bisa membawa pulang uang sebanyak Rp 35.000, sudah untuk beli BBM Rp 10.000. Di kalangan teman-temannya, Pak No dikenal tukang bentor jarak jauh. “Kalau tidak terpaksa, dia jarang menarik penumpang jarak pendek,” kata Tarmin, teman Pak No, yang dibenarkan oleh Pak No.

"Saya kerap membawa penumpang tujuan Sukolilo (40 km Selatan Pati), Tayu (30 km Utara Pati), atau Kudus (25 km Barat Pati) dan tarifnya antara Rp 100.000 - Rp 150.000," tukas Pak No. Dengan begitu, Pak No bisa pulang ke rumah lebih awal dan uang yang didapat pun relatif lebih banyak. Pak No juga menjadi langganan sejumlah Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang baru pulang dari luar negeri yang turun di Pati.

Baru-baru ini, seorang TKW asal Pamotan-Rembang (60 km Timur Pati), menyewanya. "Saya tak pasang tarif, tapi TKW itu kasih Rp 400.000. Alhamdulillah, saya terima dengan senang," cerita Pak No. Lebaran ini ada empat TKW yang akan pulang dari Hongkong dan sudah memesan bentor Pak No. "Gusti Allah itu adil, saya bisa berlebaran," tambahnya dengan wajah berbinar.

Keunikkan lain dari lelaki ini adalah saat bekerja membawa bentor ia tak pernah memakai alas kaki. Kedua telapak kakinya telanjang alias nyeker. Dia tak malu diledek teman-temannya. Juga tak risih dilihat orang yang merasa ganjil dengan perilakunya. "Habis kalau saya pakai sandal saat membawa bentor bisa cepat lelah, bahkan sering sakit-sakitan. Jika begini ini, saya justru sehat terus," cetusnya sambil tertawa menunjukkan kakinya. Lalu dia berpamitan untuk pulang karena hari sudah senja. (Tulisan ini dikirim oleh Heru Christiyono Amari, Pati, Jawa Tengah).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya