Mari Belajar dari Polisi Tradisional Bali

Pecalang.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Sebagai salah satu daerah tujuan utama wisatawan mancanegara, Bali memberikan jaminan rasa keamanan kepada pengunjungnya. Selain aparat keamanan dari pihak Kepolisian dan TNI, Pulau Dewata atau pulau seribu pura sebutan Bali, juga memiliki aparat keamanan tradisional yang lebih dihargai dan dihormati oleh masyarakat. Pecalang, demikian nama keamanan tradisional atau polisi tradisional Bali.

MUI Bali: Umat Islam Hendak Salat Tarawih saat Nyepi Koordinasi dengan Pecalang

Kata Pecalang sendiri berasal dari kata “calang” dan menurut teologinya diambil dari kata ”celang” yang dapat diartikan waspada. Dari sini dapat diartikan secara bebas. Pecalang adalah seseorang yang ditugaskan untuk mengawasi keamanan desa adatnya. Ibaratnya sebagai petugas keamanan desa adat. Pecalang telah terbukti ampuh mengamankan jalannya upacara-upacara yang berlangsung di desa adatnya. Bahkan secara luas mampu mengamankan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan khalayak ramai.

Pecalang memiliki ciri khas memakai kain kotak-kotak dengan keris terhunus di pinggangnya. Memakai pakaian adat Bali lengkap, udeng di kepala, kemeja putih, dan sering memakai rompi bertuliskan Pecalang Desa Adat. Saat ini, dari segi pakaian yang dikenakannya sudah mulai mengikuti perkembangan zaman. Atasan kemeja berwarna gelap, dilengkapi dengan jaket hijau metalik yang biasanya digunakan pula oleh Polisi Lalu Lintas. Dan keris yang dahulunya kerap disandang, berganti dengan pentungan yang dapat dinyalakan sebagai tanda bagi para pengendara di jalan raya.

Viral Video Dua Bule di Bali Nekat Berkemah saat Nyepi

Tidak jarang, perangkat komunikasi handy talkie pun disematkan di pinggang untuk mempermudah koordinasi jarak jauh. Secara umum tugas mereka tidak ada beda dengan polisi biasa. Seperti mengatur lalu lintas di sekitar lokasi upacara atau mengawal prosesi ngaben sampai ke kuburan. Tapi dalam kegiatannya, pecalang berkoordinasi dengan pihak Polri.

Dari sinilah pecalang mulai naik daun. Di setiap kegiatan yang melibatkan masyarakat banyak, pecalang akan turut dilibatkan secara aktif demi menjaga keamanan dan kelancaran kegiatan tersebut. Hampir setiap acara yang berkaitan dengan adat. "Kalau polisi yang jaga kami belum jamin akan berlangsung damai, tapi kalau ada pecalang pasti semua acara aman," ujar salah satu warga Bali, I Gede Ketut.

Dua WNA Polandia yang Berkemah Saat Nyepi Diserahkan ke Imigrasi Bali

Menjadi pecalang adalah suatu pengabdian kepada masyarakat. Mereka tidak mendapatkan gaji. Tapi sebagai kompensasi mereka dibebaskan dari segala hal yang berkaitan dengan kewajiban warga. "Ini kehormatan tersendiri bagi kami menjadi pecalang," ujar salah satu pecalang yang enggan disebutkan namanya. Mereka tidak kena iuran di Banjar, tidak wajib ikut gotong royong dan lain-lain. Tapi konsekuensinya, mereka harus siap jika sewaktu-waktu harus bertugas kalau ada kegiatan adat di desa setempat.

Menjadi pecalang sangatlah tidak mudah. Di mana harus melalui seleksi kepala desa atau masyarakat cukup memperhatikan pemuda yang kira-kira memiliki mental yang baik dan mampu melayani masyarakat. Sehingga pecalang dapat memberikan rasa aman kepada masyarakat sekitar, dan mampu berkomunikasi dengan baik dan ramah kepada masyarakat lain. Dan secara tidak langsung kita mempertahankan kesan masyarakat Bali yang ramah di tingkat internasional.

Lalu bagaimana dengan lain? Misalnya Kota Makassar yang akhir-akhir ini ramai kabar bahwa tidak aman karena banyaknya aksi kriminalitas dari sekelompok oknum begal motor. Mungkin saja jika di Kota Makassar dibentuk polisi tradisional maka aksi-aksi geng motor yang meresahkan masyarakat tersebut akan hilang. Ini mungkin bisa dijadikan pelajaran. Sebab, hingga saat ini kepolisian daerah (Polda) Sulselbar dan Polrestabes Kota Makassar belum mampu membasmi begal motor yang meresahkan masyarakat tersebut. (Tulisan ini dikirim oleh nirwandessibali)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya