Bubarkan Ideologi Kapitalis di Kampus Ini

Mahasiswa Universitas Brawijaya saat menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus.
Sumber :

VIVA.co.id – Mahasiswa Brawijaya menggelar aksi unjuk rasa di depan kampus saat memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas),  Rabu, 3 Mei 2017 . Syaeful, selaku ketua koordinator lapangan mengatakan, bahwa ini merupakan hari yang bersejarah dan monumental. Masyarakat Indonesia setiap tanggal 2 Mei merayakan Hari Pendidikan Nasional. Ini sebagai tonggak perubahan bangsa dan penghormatan kepada Bapak Pendidikan, yaitu Ki Hajar Dewantara.

Pergilah Dinda Cintaku

“Seyogyanya, peringatan tersebut tidak hanya dimaknai sebagai seremonial belaka. Namun, dijadikan sebagai instrumen refleksi dan aksi nyata untuk perubahan sistem pendidikan yang gemilang, " pungkas Syaeful.

Tambah Syaeful, pendidikan merupakan salah satu sektor yang paling penting dalam membangun kehidupan bangsa dan negara. Melalui proses tersebut, individu dapat memperoleh kemerdekaan berfikir dan terbebas dari belenggu kebodohan. Namun yang terjadi sekarang, wajah pendidikan kita sudah jauh dari esensi yang melekat padanya (memanusiakan manusia).

Tanggung Jawab dan Rekonsiliasi Masyarakat Lumban Dolok

Semakin merebaknya praktik-praktik neo-liberalisme dan kapitalisme dalam tubuh pendidikan, mengisyaratkan bahwasanya pendidikan hanya dimaknai sebagai profit oriented, mencetak generasi gagap wacana, dan menjadi manusia yang teknokratik serta menghamba pada kapital pendidikan sebagai komoditi. Sebagaimana Diktum penting dari John Dewey, bahwa pendidikan sekarang telah terkepung dalam ideologi kapitalisme yang membuat paradigma pendidikan yang humanistik menjadi kompetitif dan dominatif.

Mahasiswa yang aktif di organisasi Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tersebut memaparkan, pendidikan sekarang hanya terfokus untuk mengejar kekayaan, keuntungan, dan kekuasaan sehingga mengabaikan sisi kemanusiaannya. Sebagaimana yang terjadi di Universitas Brawijaya (UB) Malang yang merupakan salah satu institusi pendidikan tinggi yang giat menerapkan kebijakan-kebijakan yang sangat kontradiktif terhadap esensi pendidikan yang telah disebutkan di atas.

Jokowi Diminta Lerai Konflik Ketua Pramuka dengan Menpora

Berbagai praktik kebijakan dilakukan sebagai upaya untuk meraup keuntungan. Seperti mahalnya UKT, pekerja outsourcing, dan banyaknya mahasiswa yang diterima. Hal tersebut berdampak secara langsung pada mutu dan kualitas pendidikan yang ada di UB. Dengan dalih peningkatan mutu pendidikan, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak rektorat menyebabkan kelindan permasalahan.

Seperti pengadaan yang benar-benar tidak menunjang proses pendidikan, pembangunan yang menyebabkan minimnya lahan parkir dibarengi dengan peningkatan kuantitas mahasiswa UB, kebijakan stiker yang tidak jelas, dan fasilitas umum seperti tolilet yang kurang memadai, serta kurangnya ruang publik bagi mahasiswa akibat pola pembangunan yang digencarkan.

Di sisi lain, tindakan-tindakan represif juga dilancarkan dalam proses pendidikan yang ada di UB. Seperti halnya, diskusi-diskusi mahasiswa yang kerap kali dibubarkan dan represivitas terhadap salah satu ideologi. Padahal kampus merupakan tempat individu mencari kebebasan untuk berpikir, bertindak, dan berserikat, tidak boleh adanya pengekangan.

Untuk itu, perlu adanya dobrakan terhadap petinggi-petinggi kampus biru untuk mengubah sistem pendidikan ke arah yang humanis dan non-represif. Oleh karena itu, dari berbagai permasalahan tersebut, kami menuntut pihak universitas, terutama rektor beserta jajarannya untuk mengurai benang permasalahan tersebut. Berikut tuntutan kami:

Menolak PTN-BH, menghentikan pembangunan gedung dan pengadaan fasilitas-fasilitas yang tidak jelas (bongkar pasang gedung dan paving/jalan), menindaklanjuti kebijakan dan dana pengadaan stiker kendaraan, memberikan kebebasan berekspresi, berserikat, dan berpikir (hentikan represivitas terhadap suatu ideologi), perluasan lahan parkir dan pengurangan penerimaan mahasiswa, seleksi ketat pada penerima beasiswa, dan tiap permasalahan per fakultas terlampir

“Maka dari itu, kami mahasiswa UB mengharapkan rektor untuk mempertimbangkan dan menindaklanjuti tuntutan kami yang merupakan permasalahan bersama. Agar esensi pendidikan yang mencerdaskan, membebaskan, dan penggerak peradaban dapat terwujud, tanpa adanya komersialisasi di tengah buramnya pendidikan saat ini. Sehingga, kampus tercinta ini kembali pada keadaan yang waras, " ucapnya. (Tulisan ini dikirim oleh Yayan, mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya