Tarif Mirip-mirip, Akankah Taksi Online Masih Diminati?

Ilustrasi Layanan taksi berbasis aplikasi online, Uber.
Sumber :
  • Reuters/Kai Pfaffenbach

VIVA.co.id – Kementerian Perhubungan mulai mengefektifkan tarif baru taksi berbasis aplikasi dalam jaringan alias taksi online per 1 Juli 2017. Tarif taksi online disesuaikan mengacu Permenhub Nomor 6 Tahun 2017, di mana ditetapkan batas tarif bawah dan batas tarif atasnya.

Motif Sopir Taksi Online Peras Rp 100 Juta Penumpangnya, Kebelet Nikah Belum Ada Biaya

Tarif taksi online kini didasarkan pada dua zona wilayah. Wilayah pertama terdiri Pulau Sumatera, Bali dan Jawa. Sedangkan wilayah dua yakni Pulau Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi dan Papua. Untuk wilayah satu, kisaran tarif bawahnya mencapai Rp3.500 per kilometer, sementara tarif batas atasnya Rp6.000. Untuk wilayah dua, tarif batas bawah sebesar Rp3.700 dan batas atas Rp6.500. 

Namun, meski terbilang baru diberlakukan per 1 Juli 2017, namun perdagangan saham PT Blue Bird Tbk dan PT Express Transindo Utama Tbk langsung menguat. Berdasarkan data RTI di sesi pertama perdagangan saham, Senin 3 Juli 2017, saham PT Blue Bird Tbk terkerek naik 6,03 persen ke level Rp 5.100 per saham. Sementara saham PT Express Transindo Utama Tbk menguat 2,59 persen ke level Rp119 per saham. 

Top Trending: Kisah Nyata Konser Ghaib hingga 3 Personel Polsek Main Kartu

Menurut Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada, pelaku pasar rupanya memberi sentimen positif terkait penetapan tarif baru taksi online. Padahal sebelumnya pelaku pasar diprediksi belum akan merespon karena mereka harus melihat dampak aturan ini terlebih dahulu.

"Secara tidak langsung ini memang terpengaruh dari aturan itu. Ternyata setelah melihat di market, positif. Tetapi kita mesti lihat efektivitasnya seperti apa, apakah masyarakat akan berpindah ke taksi konvensional dengan adanya penetapan tarif baru taksi online ini," kata Reza kepada VIVA.co.id.

Top Trending: Penumpang Dipaksa Transfer Uang Rp100 Juta hingga Momen Warga Suudzon dengan Polisi

Sebenarnya jika melihat sentimen positif di atas, disebut merupakan kesempatan bagi para operator taksi konvensional untuk menggerakkan kembali roda bisnisnya yang sempat terpuruk. Tetapi, kata Reza, semua tentu akan kembali pada kinerja operator taksi konvensional itu.

"Semua juga tentu kembali ke masyarakat lagi, apakah dengan tarif yang mirip-mirip mereka akan bertahan dengan taksi online atau berpaling kembali ke taksi konvensional. Kalau sudah begini, sudah hal lain dan pasar akan melihat nantinya. Kalau dilihat siapa yang dirugikan, ya konsumen, karena dengan kesetaraan tarif mereka tidak bisa mendapat pilihan transportasi dengan tarif lebih murah," kata dia.

Kendati demikian, konsumen masih akan diuntungkan dengan kemudahan mendapatkan layanan taksi berbasis aplikasi. Sebab hal inilah salah satu faktor konsumen mendambakan layanan taksi daring, selain soal tarif.

Sejauh ini Uber dan Grab sudah memberi pernyataan terkait penetapan tarif baru taksi online. Pernyataan disampaikan dalam keterangan resmi melalui surat elektronik. Kata Uber, mereka belum menerima salinan peraturan yang sudah diefektifkan pada Sabtu kemarin. 

"Namun kami tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk menemukan jalan ke depan yang mengakomodasi kepentingan pengendara dan mitra pengemudi dan mendukung inovasi, persaingan dan pilihan pelanggan," kata Uber.

Sementara Grab, senada. Mereka mengatakan siap bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan dan siap mematuhi peraturan. "Setelah menerima arahan dari pemerintah, kami akan meninjau ulang kebijakan tersebut dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk memastikan bahwa mitra pengemudi kami tetap memperoleh pendapatan terbaik saat menggunakan platform Grab," kata Grab dalam sebuah surel.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya