KALEIDOSKOP 2016

Torehan Emas Olimpiade Obati Kegagalan Tim Piala Thomas

Pasangan ganda campuran Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir
Sumber :
  • BadmintonIndonesia.org

VIVA.co.id – Semua pandangan penonton seolah tertuju ke papan skor lapangan Stadion Indoor Rio Centro, Brasil yang menunjukan angka 20-12 untuk pasangan ganda campuran Indonesia Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Butet, sapaan Liliyana, berancang-ancang. Raut mukanya tegang.

Rekam Jejak Indonesia di Piala Thomas dan Uber

Satu angka lagi, medali emas bulutangkis Olimpiade Rio 2016 akan digenggamnya. Servis pun diarahkan Butet ke pasangan Malaysia Chan Peng Soon/Goh Liu Ying.

Teriakan suporter Indonesia, "habisin, habisin" membahana tepat tanggal 17 Agustus 2016. Torehan sejarah besar pun sudah tak sabar disaksikan pendukung Merah-putih.

Mengulik Sejarah Rudy Hartono, Sang Raja Tunggal Putra All England

Reli pendek pun terjadi. Dan, puncaknya, shuttlecock pengembalian Liu Ying menyangkut di net. Sontak, gemuruh teriakan suporter Indonesia kembali membahana.

Dua pebulutangkis Indonesia pun bersimpuh di lapangan. Sujud syukur. Tradisi medali emas bulutangkis Olimpiade akhirnya kembali dibawa pulang ke Tanah Air.

Faktor Utama Kegagalan Tim Putra di Piala Thomas dan SEA Games

"Bangsa Indonesia bangga terhadap prestasi Tontowi/Liliyana yang berhasil mengembalikan tradisi emas di cabang bulutangkis ini," kata Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir.

Momen itu pun seolah menjadi klimaks dari penantian sewindu hilangnya medali emas Olimpiade dari genggaman putra-putri nusantara, setelah terakhir direngkuh pada Olimpade Beijing 2008 melalui pasangan ganda putra, Hendra Setiawan/Markis Kido.  

Sejumlah pencapaian gemilang pun sukses diukir oleh para penggawa bulutangkis Indonesia sepanjang tahun 2016. Beberapa momen krusial pun menjadi saksi bagaimana skuat Pelatnas Cipayung menorehkan performa terbaiknya.

Jika dikalkulasikan dengan perbandingan pada tahun 2015 (4 gelar Superseries), grafik pencapaian cenderung menunjukan tren peningkatan dengan mengoleksi 9 gelar Superseries. Tak cuma itu, milestone utama dari kepengurusan Pengurus Pusat PBSI periode 2012-2016 pun mampu dicapai dikancah Olimpiade Rio lalu.

Secara umum, ada beberapa target utama yang dibidik PP PBSI sepanjang tahun 2016. All England, Kejuaraan Beregu Asia, Piala Thomas dan Uber, Indonesia Open Superseries Premier dan Olimpiade Rio.

Gebrakan di Awal Tahun

Gebrakan di Awal Tahun

Memasuki awal tahun 2016, PBSI langsung melakukan sejumlah perombakan. Perubahan pun terjadi dalam formasi pelatih tim Pelatnas Cipayung.

Langkah tersebut diambil demi memuluskan target dan bidikan pencapaian sepanjang 2016.  Setelah melakukan sistem promosi dan degradasi untuk para atlet, perbaikan formasi para pelatih pun harus diambil PBSI pada tahun ini.

Di sektor tunggal putra yang tadinya digawangi oleh dua kepala pelatih, Hendry Saputra dan Imam Tohari, maka mulai 2016 dilebur menjadi satu tim di bawah komando Hendry Saputra dengan dua asisten pelatih, Marlev Mainaky dan Deni Danuaji.

"Kami melihat prestasi Ihsan (Maulana Mustofa), Anthony (Sinisuka Ginting) dan Jonatan (Christie) meningkat cukup baik. Oleh karena itu kita memandang perlu untuk menggabungkan para pemain tunggal putra dengan tujuan supaya mereka bisa berlatih bersama dan bisa berprestasi bisa lebih baik lagi," ujar Rexy Mainaky, Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI.

Di sektor tunggal putri, Edwin Iriawan ditunjuk sebagai pelatih kepala dan didampingi dua asisten pelatih, Bambang Supriyanto dan Sarwendah Kusumawardhani. Sayang, tak lama berselang, tepatnya pada bulan Juni 2016, Edwin Iriawan justru mundur dari posisinya karena alasan keluarga.

Namun, perombakan mendasar terjadi pada sektor tunggal putra dan putri, tapi tetap saja kedua sektor tersebut masih belum bisa banyak bicara dari sisi prestasi. Alhasil, tiga sektor lainnya, ganda putra, ganda putri dan ganda campuran tetap yang masih bisa bersaing merebut gelar juara.

Hal ini yang setidaknya terlihat dalam deretan turnamen pembuka di awal tahun 2016. Dimulai oleh oleh duet ganda putra, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon yang merebut gelar Malaysia Masters Grand Prix Gold (GPG) pada pekan ketiga Januari 2016 dengan mengalahkan andalan tuan rumah, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong dalam tiga game 18-21 21-13 dan 21-18.

Pada pekan terakhir bulan Januari, giliran pilar ganda campuran, Praveen Jordan/Debby Susanto berjaya di turnamen India GPG yg diselenggarakan di kota Lucknow. Di partai puncak, Praveen/Debby mengalahkan duo Thailand, Puavaranukroh Dechapol/Sapsiree Taerattanachai dengan skor 23-25, 21-9 dan 21-16.

Memasuki bulan Februari, Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan sukses memberikan gelar di Thailand Masters GPG. Pada babak final Hendra/Ahsan berhasil menang dari Kim Gi Jung/Kim Sa Rang 12-21 21-15 dan 21-12.

Kejutan pun datang saat tim putra Indonesia sukses merengkuh gelar di ajang Badminton Asia Team Championships setelah mengalahkan Jepang 3-2. Sementara tim putri harus puas terhenti langkahnya di babak perempat final oleh kubu China dengan skor 0-3.

“Kami mau hasil yang terbaik di kualifikasi, karena ini mempengaruhi seeding di putaran final Piala Thomas dan Uber. Ini akan menambah pengalaman dan sekaligus ujian bagi pemain muda,” ujar Achmad Budiharto, Chef de Mission tim Indonesia.

Satu gelar bergengsi pun datang dari ajang All England, usai Praveen Jordan/Debby Susanto membawa pulang trofi prestisius tersebut pada bulan Maret. Sukses ini pun seolah jadi penerus dominasi skuat ganda campuran Merah Putih, dimana pada ajang yang sama tahun 2012-2014 pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir menjadi kampiunnya.

Piala Thomas Gagal, Olimpiade Rio Jadi Puncaknya

Piala Thomas Gagal, Olimpiade Rio Rebut Podium Tertinggi

Keberhasilan di ajang Badminton Asia Team Championships yang juga merupakan babak kualifikasi Piala Thomas dan Uber 2016 seolah menghadirkan harapan besar untuk bisa mengembalikan lambang supremasi bulutangkis putra sejagat tersebut.

Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI), Anton Subowo, berharap tim Thomas Indonesia bisa menembus partai final, dan untuk tim Uber minimal mencapai semifinal dalam pertarungan putaran final .

"Untuk tim Piala Thomas diproyeksikan dengan target lolos ke final, sedangkan putri target masuk semifinal," kata Anton saat konferensi pers di Pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta. Tanggapan optimis lainnya pun datang dari Ketua Umum PP PBSI, Gita Wirjawan yang menyoroti performa apik para pemain muda.

“Pemain muda juga dapat dikatakan tengah menguji kemampuannya, dimana mental mereka di sektor beregu sudah mulai menunjukan progres positif,” ujar Gita. Sayangnya, ekspektasi besar tersebut seolah antiklimaks usai tim Thomas Indonesia akhirnya harus mengakui ketangguhan tim Denmark dengan skor tipis, 2-3.

Chef de Mission Tim Piala Thomas dan Uber Indonesia, Achmad Budiharto menuturkan bahwa perjuangan skuad Merah Putih kali ini sudah maksimal. Meski demikian, ia pun tak menampik juga sejumlah kekurangan masih perlu perbaikan secara optimal.

“Memang PR kami memperkuat tim tunggal, di ganda sudah cukup solid. Para pemain muda masih butuh jam terbang, kami yakin mereka akan menjadi pemain handal dan nantinya memenangkan Piala Thomas,” ujar Budiharto, dilansir situs PBSI.

“Terima kasih atas perjuangan tim Thomas, dari Tommy (Sugiarto) sampai Ihsan (Maulana Mustofa) semua sudah memberikan yang terbaik. Saya yakin dua tahun lagi pemain-pemain muda akan lebih siap dan kita bisa merebut Piala Thomas,” ujar Hendra Setiawan, kapten tim Thomas Indonesia.

Kegagalan di Piala Thomas ini pun menjadi pelecut semangat bagi pasangan ganda campuran andalan Merah Putih, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Misi besar guna mengembalikan tradisi emas Olimpiade yang sempat terputus pada tahun 2012 lalu kini jadi incaran juara dunia 2013 itu.

Menjadi tumpuan utama bersama duet ganda putra, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Owi/Butet berhasil menjadi penyelamat kiprah kontingen Indonesia usai menjadi satu-satunya pilar Merah Putih yang mampu menggapai podium tertinggi.

Hasil gemilang itu sukses dipetik Owi/Butet usai menjungkalkan pasangan Malaysia Chan Peng Soon/Goh Liu Ying dengan dua game langsung, 21-14 dan 21-12 dalam tempo 46 menit durasi laga.

Pertarungan melawan ganda campuran Malaysia pun terasa berbeda dari laga-laga sebelumnya. Konsentrasi benar-benar dibutuhkan. Belum lagi tekanan para suporter.

"Saya akui waktu masuk lapangan, saya merasa tegang, di awal mainnya juga kurang lepas. Tetapi waktu sudah ‘panas’, saya bisa jaga tempo permainan, lebih rileks dan jaga kekompakan dengan Owi,” kata Liliyana di situs PBSI.

Hasil ini bagaikan sebuah klimaks bagi pencapaian Indonesia di ajang Olimpiade. Perjalanan keduanya dalam meraih prestasi ini pun terbilang cukup sempurna, dengan tanpa kehilangan satu game di setiap laganya.

"Banyak sejarah terjadi di setiap perhelatan Olimpiade. Dan bukan hal yang tidak mungkin bagi Indonesia untuk menorehkan sejarah baru ke depannya. Kita harus terus menjadi bangsa yang optimistis," tutur Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir.

Pada tahun 2017, ada sejumlah bidikan gelar bergengsi yang akan menjadi prioritas skuat Pelatnas Cipayung. Piala Sudirman, All England, SEA Games dan Kejuaraan Dunia diharapkan bisa didulang armada Merah Putih untuk terus menancapkan taji sebagai salah satu negara kiblat bulutangkis dunia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya