Uni Eropa Tegaskan Tak Akan Larang Sawit Indonesia

PENERAPAN PRAKTIK SAWIT BERKELANJUTAN
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan

VIVA – Uni Eropa menjamin tidak akan melarang penggunaan minyak kelapa sawit asal Indonesia. Hal itu karena kebutuhan dalam negeri negara-negara anggota masih sangat tinggi terhadap komoditas ekspor unggulan Indonesia tersebut.

Head of Economic and Trade Section at The EU Delegation to Indonesia and Brunei Darussalam, Raffaele Quarto menegaskan, hingga saat ini, Uni Eropa merupakan importir kedua terbesar minyak kelapa sawit asal Indonesia.

"Pertama-tama saya ingin memberi Anda kabar baik, tidak ada larangan minyak sawit sama sekali. Uni Eropa adalah importir kelapa sawit terbesar kedua dari Indonesia dan pasarnya benar-benar terbuka. Jadi tidak ada masalah tentang itu dan tidak akan ada masalah tentang itu di masa depan," katanya di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat, 9 Agustus 2019.

Dia menjelaskan, pada dasarnya yang menjadi persoalan terkait keberadaan Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive (RED) II adalah terkait manajemen produksi kelapa sawit di Indonesia yang dianggap tidak mendukung keberlanjutan penjagaan lingkungan.

Karenanya, dia menegaskan, RED II diarahkan supaya pemerintah Indonesia mau untuk mencari jalan keluar yang lebih solutif, supaya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia turut mampu menjaga keberlangsungan lingkungan hidup di Indonesia.

"Ini adalah sesuatu yang sedang kami kerjakan dengan pemerintah untuk menyelesaikannya, karena juga penting bagi Indonesia untuk mengelola produksi minyak kelapa sawit yang sustainable," tegas dia.

Sementara itu, terkait rencana Uni Eropa mengenakan bea masuk imbalan sementara pada produk biodiesel Indonesia pada 2020, dia tidak menjelaskan lebih lanjut alasannya. Namun dipastikannya, semua itu untuk mendukung keberlanjutan keberadaan kelapa sawit itu.

"Sebenarnya kami membutuhkan minyak kelapa sawit, kami membutuhkan perusahaan minyak kelapa sawit. Seperti yang saya katakan, Uni Eropa importir terbesar kedua dan kita harus melakukannya dengan cara yang sustainable. Untuk kepentingan Eropa dan Indonesia dan sebenarnya untuk seluruh dunia," ujar dia.