Atasi Tumpahan Minyak Karawang, Pertamina Diimbau Tak Pakai Jasa Asing

Tumpahan minyak mentah yang tercecer di Pesisir Pantai Tanjungsari, Karawang.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar

VIVA – PT Pertamina diminta memprioritaskan perusahaan dalam negeri dalam mengatasi kasus tumpahan minyak yang terjadi di Karawang saat ini. Apalagi, bila ada perusahaan di Indonesia yang bisa menangani permasalahan tersebut. 

Anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika mengaku heran, mengapa Pertamina malah mendorong masuknya perusahaan asing dalam kasus penanggulangan tumpahan minyak di anjungan lepas pantai milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). 
 
Menurut dia, perlibatan entitas asing juga harus memenuhi ketentuan yang berlaku di Indonesia. Jadi, tidak bisa dengan alasan mendesak atau darurat, lalu dipaksakan masuk perusahaan asing. Ada ketentuan yang wajib dipenuhi.  

“Perusahaan asing yang dilibatkan untuk menangani penanggulangan tumpahan minyak di Indonesia harus mematuhi  peraturan yang ada di dalam negeri,” tutur Kardaya dikutip dari keterangannya, Jumat 16 Agustus 2019. 

Dia menilai, kasus tumpahan minyak PHE ONWJ itu masih dalam kategori tier 1 atau tumpahan minyak masih di area pelabuhan dan bisa ditangani sendiri. Sehingga, cukup ditangani oleh perusahaan dalam negeri. Kalau statusnya naik dari tier 1 menjadi tier 2, maka ada kemungkinan melibatkan perusahaan asing. 

“Lalu, apa urgensinya Pertamina mendorong masuknya perusahaan asing,” kata Kardaya.

Seperti diketahui, Pertamina merencanakan akan menggunakan peralatan dan jasa tenaga kerja asing untuk menangani kasus tumpahan minyak PHE ONWJ. Perusahaan asing yang diundang masuk adalah Oil Spill Response Limited (OSRL) Singapura yang digandeng oleh PT Elnusa Tbk, yakni sebuah perusahaan bidang well and drilling services yakni jasa pengeboran dan perawatan sumur minyak. 

“PT Elnusa selama ini dikenal bukan perusahaan yang bergerak di bidang penanggulangan tumpahan minyak,” kata Kardaya. 

Sesuai ketentuan yang berlaku, menurut Karnika, perusahaan yang diizinkan untuk menanggulangi tumpahan minyak harus memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan No 58 Tahun 2013 tentang Penanggulangan Pencemaran di Perairan dan Pelabuhan.

Dalam peraturan itu disebutkan bahwa perusahaan yang diizinkan untuk menanggulangi tumpahan minyak diwajibkan mendapat persetujuan dari Kementerian Perhubungan khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Artinya, baik perusahaan, peralatan maupun jasa tenaga kerja asing yang dipekerjakan harus mendapat izin dari Ditjen Hubla, Kemenhub. 

Khusus untuk operator yang mengoperasikan peralatan tumpahan minyak wajib mendapat sertifikat International Marine Organization (IMO)  dari Kemenhub. Hal itu sesuai degan ketentuan yang berlaku di Indonesia, maka sertifikat IMO dari tenaga asing tidak serta merta berlaku, melainkan harus mendapat persetujuan dari Ditjen Hubla.