Serangan di Saudi Aramco, Amerika Bisa Kuasai Pasar Global

Dua fasilitas kilang minyak Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais diserang drone.
Sumber :
  • Foto twitter

VIVA – Serangan terhadap fasilitas minyak Saudi pada Sabtu, 14 September 2019, diyakini mengganggu setengah kapasitas produksi negara itu. Kondisi ini juga menjadikan Amerika Serikat satu-satunya pemegang kepentingan pasokan global melalui kemampuannya meningkatkan produksi seperti dikutip dari Channelnewsasia. 

Tapi hingga kini, Arab Saudi belum komentar bagaimana tingkat kerusakan produksi minyaknya. Tetapi sumber-sumber industri mengatakan sekitar 5-6 juta barel per hari (bpd) atau 5-6 persen dari pasokan global telah terpengaruh akibat serangan drone itu.

Arab Saudi, pemimpin de-facto organisasi negara pengekspor minyak dan produsen terbesar, telah lama dipandang sebagai pemelihara kapasitas minyak cadangan dunia. Memiliki cadangan minyak tambahan yang dapat dibawa oleh negara produsen secara terus-menerus dan berkelanjutan dalam waktu singkat, selalu memberi pasar global perlindungan jika terjadi bencana alam, konflik atau sebab lain dari pemadaman pasokan yang tidak direncanakan.

Sumber-sumber industri mengatakan Arab Saudi akan dapat memulihkan pasokan dalam beberapa hari. Pemadaman pasokan yang berkepanjangan tentu akan memiliki dampak besar pada harga minyak, yang pada gilirannya akan memacu kenaikan lebih lanjut dalam produksi AS.

Amerika Serikat secara singkat mengambil alih posisi Arab Saudi sebagai pengekspor minyak mentah terbesar dunia tahun ini, hanya beberapa tahun setelah menghapus larangan ekspor minyak karena kebutuhan besar di dalam negeri sebagai konsumen minyak terbesar di dunia.

Analis telah berulang kali meremehkan kenaikan pertumbuhan output AS dengan negara itu. Padahal sekarang telah memproduksi sekitar 15 persen dari pasokan global.

Selain Amerika Serikat, satu-satunya negara yang memiliki kapasitas cadangan signifikan adalah Iran dan Venezuela. Tapi keduanya tunduk pada sanksi AS dan telah melihat ekspor mereka berkurang selama tahun lalu karena Presiden AS Donald Trump memperketat sanksi.

Iran telah melihat ekspornya turun lebih dari 2 juta barel per hari sejak sanksi diberlakukan dan Venezuela telah melihat ekspornya anjlok juga. Sementara analis memperkirakan produksi Venezuela akan lebih atau kurang stabil pada level saat ini, sekitar 700 ribu – 800 ribu barel per hari untuk sisa tahun ini, produksi minyak Iran diperkirakan akan turun lebih jauh.

Seorang juru bicara dari kelompok pemberontak Houthi di Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Dia mengatakan pihaknya telah mengerahkan 10 pesawat nirawak dalam serangan itu. Juru bicara pemberontak Houthi, Yahya Sarea, mengatakan kepada al-Masirah TV, akan memperluas area serangan di Arab Saudi. Serangan tersebut merupakan serangan terbesar pasukan Houthi.

"Serangan-serangan ini adalah hak kami, dan kami memperingatkan Saudi, bahwa target kami akan terus meluas," kata Yahya, seperti dikutip dari Aljazeera. 

"Kami memiliki hak untuk menyerang balik sebagai balasan atas serangan udara dan penargetan warga sipil kami selama lima tahun terakhir," katanya. [mus]