PPATK Catat Rp10,39 Triliun Terindikasi Pencucian Uang di 2016-2018

Tumpukan uang kertas rupiah. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA – Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, ada sekitar Rp10,39 triliun dana terindikasi digunakan untuk pencucian uang sepanjang 2016-2018.

Peneliti Transaksi Keuangan Senior PPATK, Fayota Prachmasetiawan menyebut, dari angka tersebut tercatat ada tiga sektor yang paling besar menjadi penyumbang tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

"Ketiga sektor penyumbang terbesar TPPU ialah tindak pidana narkotika, tindak pidana perbankan, dan tindak pidana korupsi," kata Fayota di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa 17 September 2019. 

Fayota menjelaskan, tindak pidana narkotika di tahun 2017 juga berhasil diidentifikasi, dari jenis narkotika yang berisiko tinggi, memicu terjadinya TPPU. "Yaitu narkotika jenis sabu, heroin, dan kokain," ujarnya.

Selain itu, Fayota juga merincikan bahwa sektor terbanyak TPPU disumbang oleh tindak pidana narkotika sebesar 73,6 persen atau senilai Rp7,65 triliun, kemudian disusul oleh tindak pidana perbankan sebesar 4,82 persen atau senilai Rp501 miliar.

"Kemudian ada juga tindak pidana korupsi sebesar 2,97 persen, atau Rp308 miliar," kata Fayota.

Sementara itu, lanjut Fayota, data statistik mengenai modus tindak pidana perbankan sendiri dari tahun 2016 hingga 2018 berdasarkan putusan TPPU, paling banyak didominasi tindak pidana bank gelap dan diikuti dengan kredit fiktif.

"Lalu ada juga pemalsuan pembukuan dokumen bank, pembobolan dana nasabah, dan penggelapan dana nasabah," ujarnya. [mus]