Proyeksi Defisit APBN 2019 Kembali Dikoreksi, Kini Melebar 2,2 Persen

Direktur Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Luky Alfirman.
Sumber :
  • Fikri Halim/VIVAnews.

VIVA – Kementerian Keuangan memperkirakan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN hingga akhir 2019, mencapai kisaran dua persen sampai 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto.

Angka ini mengkoreksi asumsi sebelumnya yang ditargetkan di angka 1,93 persen terhadap PDB. 

Direktur Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Luky Alfirman mengungkapkan, hal ini terjadi lantaran penerimaan negara yang diprediksi lebih rendah. Sedangkan belanja, tetap harus dilakukan khususnya untuk belanja yang produktif.

"Bicara pelebaran defisit, (perkiraannya) dua sampai 2,2 persen terhadap PDB. Sifatnya masih kisaran, karena ketidakpastian masih cukup tinggi," kata Luky di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat 25 Oktober 2019. 

Dia mengakui, koreksi tersebut, lantaran prediksi penerimaan negara yang lebih kecil sesuai perkembangan yang terjadi hingga kuartal III 2019. Pengelolaan APBN juga digunakan sebagai instrumen countercyclical  atau melawan siklus resesi ekonomi dunia. 

"Pelebaran defisit bukan something bad. Itu bagaimana kita kelola ekonomi kita," kata dia.

Ketika ekonomi domestik sedang dalam tekanan, lanjut dia, justru pemerintah harus memberikan stimulus agar ekonomi Indonesia tidak turun lebih dalam. Dia memastikan, belanja pemerintah khususnya yang bersifat produktif tidak berkurang.

"Intervensinya itu memberikan stimulus dengan cara implikasi defisit agar ekonomi tetap bergerak," katanya. 

Pada awalnya, defisit APBN ditetapkan sebesar 1,84 terhadap PDB. Namun, setelahnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memperlebar hingga 1,93, karena melihat kondisi makro ekonomi dan global yang mengalami tekanan. (asp)