Kadin Khawatir Kenaikan UMP Buat Investor Kabur dari RI  

Massa dari sejumlah elemen buruh melakukan aksi menuju Balai Kota Jakarta beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia khawatir kenaikan Upah Minimum Provinsi di Indonesia membuat investor mencari tempat lain untuk berusaha. Sebab, kenaikan UMP ini dipukul rata sesuai formulanya yakni pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi. 
 
Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, dengan adanya ketetapan itu, pengusaha mau tak mau harus siap. Namun, dia mengatakan,  seharusnya ada pertimbangan lain seperti tidak dipukul rata di semua daerah.

"Itu kita harus hormati, udah ada formulanya, inflasi ditambah growth, ya sekitar 8,5 persen kita harus terima. Ya memang industri padat karya tentu bebannya akan jadi lebih tinggi," kata Rosan ditemui di sela acara Rakornas Kadin di Jakarta, Selasa 5 November 2019.

Namun, dia menegaskan bahwa kenaikan ini bisa dilihat dari dua sisi alias ada sisi positif dan juga negatifnya. Jika di daerah tertentu yang upahnya sudah sangat tinggi akan semakin tinggi. 

Pada akhirnya, lanjut dia, industri di daerah tersebut akan berupaya melakukan relokasi di daerah lain.

"Salah satunya ke Jawa Tengah yang masih rendah. Kalau pindahnya secara bertahap, mending pindahnya masih di Indonesia, nah kalau pindahnya ke negara lain itu kan jadi non produktif kenaikan UMR ini," kata dia. 

Jika kenaikan upah sudah terlalu tinggi, menurutnya semakin banyak investor yang tidak masuk ke Indonesia atau malah justru melakukan relokasi ke negara lain. Untuk itu, dia mengusulkan kenaikan di setiap daerah tidak dipukul rata. 

"Itu usulan kami memang. Kalau daerah yang UMR-nya udah tinggi terus kenaikannya selalu sama dengan semua daerah kan gap-nya makin lama makin tinggi. Sedangkan sisi produktivitasnya mungkin enggak kekejar," ucap dia. 

Ada aspek lain yang menurutnya harus dipertimbangkan Pemerintah, misalnya jenis industri yang berkembang di daerah tertentu, hingga segi penyerapan tenaga kerjanya. 

"Karena yang satu daerah udah 4 juta terus satu lagi masih 1,7 juta, naiknya sama kan akan terus ada gap. Akibatnya ya pasti pindah ke yang lebih rendah. Yang kita khawatirkan pindahnya enggak ke sesama provinsi tapi ke negara lain," kata dia.

Dia pun mengaku sudah berbicara dengan Pemerintah terkait hal ini agar segera melakukan kajian yang terbaik untuk pelaku usaha di Indonesia.

"Kita sampaikan juga ke para pemerintah daerah melalui Kadin-Kadin provinsi bahwa kenaikan ini jangan dilihat dari segi presentase saja tapi juga dampaknya kenaikan ini pada industrinya apa," tuturnya.